Jakarta (ANTARA) - Anggota Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Dewi Nur Aisyah mengingatkan bahwa berada di zona hijau bukan berarti aman dari risiko penularan COVID-19.

"Warna hijau bukan berarti aman. Jadi jangan pernah mengatakan ada wilayah yang aman karena masing-masing wilayah pasti punya risiko," katanya dalam acara diskusi yang disiarkan dari Graha BNPB, Jakarta, Rabu.

Kabupaten atau kota yang berada di zona hijau, ia menjelaskan, hanya punya risiko penularan COVID-19 lebih rendah dibandingkan dengan daerah yang berada di zona kuning, oranye, dan merah.

Pemetaan zonasi risiko penularan COVID-19 dilakukan setiap pekan berdasarkan kajian epidemiologi di setiap daerah. Satu daerah dimasukkan dalam zona hijau kalau tidak mengalami penambahan kasus COVID-19 dalam empat pekan atau belum pernah punya kasus COVID-19.

Dewi mengatakan bahwa meski beberapa daerah kini sudah masuk ke zona hijau, masyarakat tidak boleh pergi ke sana untuk berwisata atau berlibur karena berisiko menyebabkan penyebaran COVID-19 dari luar daerah.

Ia menjelaskan pula bahwa daerah yang risiko penularannya meningkat, seperti bergeser dari zona kuning ke oranye atau merah, tidak langsung diminta menghentikan semua aktivitas warga tetapi diberi waktu dua pekan untuk melakukan evaluasi dan memperbaiki status.

Berdasarkan laporan zonasi risiko per 5 Juli 2020, 55 kabupaten/kota berada di zona merah atau risiko tinggi, 180 daerah berada di zona oranye atau risiko sedang, 175 daerah berada di zona kuning atau risiko rendah, dan 104 daerah berada di zona hijau dengan perincian 43 daerah tanpa kasus dan 61 daerah tidak terdampak COVID-19.

Baca juga:
58 persen wilayah Indonesia sudah masuk zona hijau COVID-19
Epidemiolog: Zona hijau tidak jamin suatu daerah bebas COVID-19

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2020