Jakarta (ANTARA) - Survei nasional Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mencatat 53 persen warga menilai bahwa mengurus izin untuk mendirikan usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan hal yang sulit, di tengah pandemi COVID-19.

Sementara itu, sekitar 48 persen warga menilai UKM masih sulit mendapatkan modal usaha. Oleh karena itu, peraturan perundangan yang mempermudah izin usaha dan memperoleh modal kerja bagi kalangan ekonomi kecil dan menengah mutlak diperlukan.

"Dalam kondisi ekonomi yang sulit ini, pemerintah perlu membantu bangkitnya usaha di tingkat kecil dan menengah. Kalau memang benar RUU Cipta Kerja dirancang untuk membantu kemudahan izin dan modal usaha, RUU ini perlu segara dirampungkan," kata Direktur Eksekutif SMRC Sirojudin Abbas, dalam webinar rilis survei SMRC bertajuk "RUU Cipta Kerja dan Ekonomi Pandemi: Opini Publik Nasional" di Jakarta, Selasa.

Ada pun survei tersebut dilakukan melalui wawancara per telepon pada 2.003 responden di seluruh Indonesia (dengan margin of error 2,2 persen) pada 24-26 Juni 2020.

Menurut survei SMRC, sebanyak 53 persen warga menilai sulit mengurus izin untuk mendirikan usaha kecil menengah (UKM). Yang menilai mudah ada 40 persen. Sementara warga Indonesia yang pernah mengurus izin usaha itu sendiri sekitar 22 persen dari keseluruhan warga Indonesia.

Penilaian warga tentang kemudahan UKM mendapatkan modal usaha sekarang ini pun tidak berbeda. Sekitar 48 persen warga menilai UKM sulit mendapatkan modal usaha, sedangkan yang menilai mudah hanya 25 persen.

Dibandingkan tiga bulan lalu, jumlah warga yang menilai sulit bagi UKM untuk mendapat modal usaha sekarang terlihat meningkat. Pada Maret 2020, warga yang menilai sulit bagi UKM untuk mendapat modal usaha baru sekitar 34 persen.

Selain itu, 45 persen warga Indonesia yang pernah mengurus izin usaha menilai sulit mengurus izin usaha. Sebaliknya, yang menilai mudah ada 48 persen.

Penilaian warga tentang kondisi mengurus izin mendirikan usaha yang sulit di atas konsisten dengan penilaian warga bahwa izin usaha di Indonesia termasuk yang paling sulit di antara negara-negara ASEAN.

Sekitar 46 persen warga yang setuju bahwa izin usaha di Indonesia paling sulit di antara negara-negara ASEAN. Sebaliknya, yang tidak setuju lebih sedikit, yaitu 21 persen.

Menurut Abbas, penilaian warga terhadap sulitnya mengurus izin mendirikan usaha terutama berasal dari kelompok warga yang berpendidikan dan berpenghasilan lebih rendah.

Ada 67 persen warga yang berpendidikan SD dan 60 persen warga yang berpendidikan SMP yang menilai sulit mengurus izin mendirikan usaha. Sementara, ada 66 persen warga yang berpendapatan di bawah Rp1 juta dan 66 persen warga berpendapatan di bawah Rp2 juta yang menilai sulit mengurus izin mendirikan usaha.

"Warga yang menilai sulit bagi UKM untuk mendapat modal usaha lebih banyak ditemukan di kalangan warga berpendapatan rendah, yaitu 59 persen masih mencari pekerjaan, 54 persen pedagang warung/kaki lima, 52 persen petani/peternak/nelayan. Juga mereka yang berpendapatan harian," kata Abbas.

Menurut Abbas, penilaian negatif warga tentang mengurus izin mendirikan UKM, kemudahan UKM mendapat modal usaha, dan mengurus izin usaha harus mendapat perhatian serius pemerintah karena kelompok inilah yang mengalami dampak ekonomi paling parah akibat wabah COVID-19.

Ekonomi rumah tangga

Survei ini juga menunjukkan mayoritas warga sebanyak 70 persen merasa kondisi ekonomi rumah tangganya sekarang lebih buruk atau jauh lebih buruk dibanding sebelum ada wabah COVID-19. Sisanya, sekitar 19 persen merasa tidak ada perubahan, 9 persen merasa lebih baik, dan 1 persen tidak menjawab.

"Memang terjadi penurunan penilaian warga yang merasa kondisi ekonomi rumah tangganya sekarang lebih buruk bila dibandingkan pada survei 20-22 Mei sebesar 83 persen. Tapi penilaian 70 persen itu masih tetap besar," kata Abbas.

Survei SMRC ini juga menunjukkan bahwa dalam sebulan terakhir ada peningkatan harapan warga terhadap kondisi ekonomi nasional. Mayoritas warga sebanyak 75 persen memang mengaku pendapatan merosot setelah adanya wabah.

Namun demikian, 49 persen warga optimistis kondisi ekonomi rumah tangganya akan lebih baik setelah wabah COVID-19 berakhir. Sementara yang menilai menjadi lebih buruk atau tidak ada perubahan 45 persen.

"Warga secara umum masih kurang optimistis dengan kondisi ekonomi nasional: hanya 36 yang menilai ekonomi nasional tahun depan akan lebih baik dibanding sekarang," kata dia.

Namun demikian, dibanding temuan paa 5-6 Mei 2020 di mana yang merasa optimis hanya 27 persen, optimisme warga sekarang dalam melihat kondisi ekonomi nasional ke depan terlihat sedikit menguat.

Menurut Abbas, adanya peningkatan optimisme itu mungkin antara lain terpengaruh oleh dimulainya era Normal Baru yang diharapkan turut mendongkrak aktivitas ekonomi nasional.

Namun Abbas mengingatkan prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 oleh berbagai lembaga terkemuka menunjukkan kondisi ekonomi Indonesia masih akan negatif, misalnya Kementerian Keuangan (-0,40); IMF (-030); ADB (-1,040), hingga OECD (-2,80).

Karena itu, menurut Abbas, intervensi negara mutlak diperlukan agar skenario positif yang dibayangkan warga bisa terwujud. Pemerintah harus tegas mempermudah izin usaha dan mempermudah perolahan modal usaha bagi terutama masyarakat kalangan kecil dan menengah.
Baca juga: Menkop UKM: UMKM perlu terintegrasi dengan pembayaran digital
Baca juga: Menteri Teten: Digitalisasi bisa perluas akses pembiayaan bagi UMKM

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2020