Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menilai aksi pelajar di salah satu SMA di Provinsi Riau yang melakukan corat-coret hura-hura berlebihan dan tidak senonoh merayakan kelulusan jadi bukti pendidikan karakter dan budi pekerti di tanah air sudah semakin luntur.

Ahmad Basarah di Jakarta, Selasa, mengatakan tindakan corat-coret tidak senonoh itu juga mencerminkan sikap hedonisme di kalangan pelajar.

"Tidak layak kaum pelajar meluapkan kegembiraan dengan melakukan tindakan hura-hura yang mengarah pornografi dan pornoaksi, apalagi di bulan suci Ramadhan seperti ini,'' kata Basarah.

Aksi tidak terpuji kaum pelajar yang dimaksud Basarah itu kini menjadi viral di jagat maya, terekam dalam foto yang beredar di media sosial.

Dalam foto itu terlihat seorang siswi dengan gaya seksi berada di tengah kawan-kawannya sesama pelajar pria sementara di rok belakangnya terlukis gambar berbentuk alat kelamin pria.

Ada pula seragam salah satu siswa terlihat dicoret hingga membentuk gambar wanita yang hanya mengenakan pakaian dalam.

Kepala SMA I di Kecamatan Kunco Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau, telah dipanggil oleh Dinas Pendidikan untuk dimintai klarifikasi.

Menurut Basarah, yang juga anggota DPR RI dari Komisi X yang membidangi pendidikan, apa yang diperlihatkan oleh para pelajar dari Riau itu juga membuktikan bahwa pendidikan budi pekerti dan pendidikan Pancasila wajib dimasukkan kembali dalam setiap jenjang pendidikan.

"Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah pembangunan karakter yang bersandar pada ideologi Pancasila. Bung Karno dalam amanatnya pada HUT RI 17 Agustus 1966 menekankan upaya membangun bangsa Indonesia bukan hanya pembangunan fisik, tapi juga jiwa, membangun mental bangsa Indonesia yang berkarakter Pancasila," ucapnya.

Basarah menyatakan, aksi hedonisme yang dilakukan sejumlah pelajar di Rokan Hulu, Provinsi Riau, itu hanyalah masalah hilir saja.

Ia melihat justru di hulu ada masalah serius yang harus segera diselesaikan. Masalah hulu yang dia maksud adalah dihapuskannya mata pelajaran Pancasila di setiap jenjang pendidikan yang terjadi di awal reformasi.

Akibatnya, lanjut Basarah yang juga Ketua Fraksi PDI Perjuangan tersebut juga menjadi sebuah proses penghancuran karakter bangsa berjalan secara terstruktur, sistematis dan masif berlangsung hingga 18 (delapan belas) tahun.

Beruntung pada 2017, Presiden Joko Widodo membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) dengan alas hukumnya adalah Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2017, lalu diubah menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang ditetapkan melalui Perpres Nomor 7 Tahun 2018.

"Dampak dari abainya negara dalam membina mental ideologi sejak dini baru kita rasakan saat ini. Pancasila diserahkan pada pasar bebas, alhasil, produk pendidikan kita melahirkan pelajar yang hedonis dan di sisi lain melahirkan sikap intoleran," katanya.

Jika kondisi seperti ini terus berlanjut, menurut Basarah kita akan mengalami proses generasi kehilangan identitas kepribadian nasional yang berlandaskan ideologi Pancasila,.

Untuk itu, Basarah mengusulkan agar masalah tersebut harus diurai dari hulunya. Langkah konkretnya dengan melakukan revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang saat ini prosesnya tengah berlangsung di parlemen karena UU tersebut masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas.

"Kami di DPR menaruh 'concern' dan mengawal betul proses perubahan ini sehingga bangsa Indonesia memiliki nation and character building yang kuat jelas. Begitu juga dengan pendidikan nasional yang harus dijiwai dengan roh Pancasila dan cita-cita proklamasi," ujarnya.

Baca juga: MPR harapkan pengusaha UMKM dapat bantuan pemerintah

Baca juga: Bamsoet minta pemerintah potong harga BBM bagi pengemudi taksi

Baca juga: Jazilul Fawaid optimis Fadil Imran mampu atasi permasalahan di Jatim

Baca juga: Bamsoet: Jangan terburu-buru relaksasi PSBB

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020