Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI Didik Mukrianto mengingatkan bahwa kewenangan untuk membuat, merevisi, ataupun tidak merevisi sebuah peraturan pemerintah (PP) menjadi kewenangan sepenuhnya Presiden.

Oleh karena itu, menurut dia, para menteri jangan berpolemik terkait dengan perlu atau tidak revisi PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

"Karena secara teknis, ini sifatnya sangat internal di pemerintahan. Dalam hal ini seharusnya Menkopolhukam tidak perlu berwacana, bahkan berpolemik di tengah publik terkait dengan lingkup kewenangan Menkumham," kata Didik di Jakarta, Minggu.

Hal itu dikatakannya terkait perbedaan pendapat antara Menkopolhukam dan Menkumham terkait dengan rencana revisi PP No. 99/2012.

Baca juga: Yasonna: yang tak terima pembebasan napi sudah tumpul rasa kemanusiaan

Menurut Didik, yang perlu dipahami adalah sebuah kementerian mempunyai tugas dan wewenang yang seharusnya tidak boleh saling bertabrakan satu sama lain, apalagi yang terkait dengan persoalan kewenangan teknis kementerian.

"Sepengetahuan saya, urusan PP 99/2012 secara teknis menjadi domain dari Kementerian Hukum dan HAM, mengingat secara teknis itu menjadi urusan Kementerian Hukum dan HAM," ujarnya.

Anggota Komisi III DPR RI itu mengatakan bahwa polemik tersebut tidak akan memberikan kemanfaatan yang baik buat bangsa dan masyarakat, dan membuat kebingungan di masyarakat.

Seharusnya, lanjut dia, Menkopolhukam dapat berkoordinasi dan memberikan masukan kepada Menkumham secara kelembagaan atau bersama-sama memberikan masukan kepada Presiden.

"Karena berubah atau tidaknya PP 99/2012 itu menjadi kewenangan sepenuhnya Presiden," katanya.

Baca juga: Ditjenpas sampaikan 31.786 napi dewasa dan anak telah dibebaskan

Sebelumnya, Menkumham Yasonna H. Laoly dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR RI yang berlangsung secara virtual, Rabu (1/4), mengatakan bahwa pemerintah akan mengeluarkan sebanyak 35.000 warga binaan dengan membuat Peraturan Menkumham Nomor 10 Tahun 2020 dan Keputusan Menkumham Nomor 19.PK.01.04 tahun 2020.

Langkah itu, menurut Yasonna, sebagai upaya pencegahan penyebaran COVID-19 di lapas yang kelebihan kapasitas.

"Tentu ini tidak cukup. Perkiraan kami bagaimana merevisi PP 99/2012 tentu dengan kriteria ketat sementara ini," katanya.

Kriteria ketat tersebut, menurut dia, adalah pertama, narapidana kasus narkotika dengan masa pidana 5—10 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidananya maka akan diberikan asimilasi di rumah yang diperkirakan jumlahnya mencapai 15.442 orang.

Baca juga: Menkumham bantah loloskan napi korupsi

Kedua, menurut dia, napi tindak pidana korupsi berusia 60 tahun ke atas yang telah menjalani 2/3 masa pidana sebanyak 300 orang.

Ketiga napi tindak pidana khusus dengan sakit kronis yang dinyatakan oleh rumah sakit pemerintah dan telah menjalani 2/3 masa pidana sejumlah 1.457 orang, dan napi warga asing sebanyak 53 orang.

Sementara itu, Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan bahwa PP No. 99/2012 saat ini masih berlaku dan belum ada wacana untuk merevisi PP tersebut. "PP No. 99/2012 tetap berlaku dan belum ada pembahasan kabinet untuk merevisinya," katanya.

Mahfud menjelaskan bahwa para napi berjumlah 30.000 orang yang dibebaskan itu bukan termasuk napi terorisme maupun napi korupsi, melainkan napi pidana umum.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020