Jakarta (ANTARA) - Menteri Ketenagakerjaan RI Ida Fauziyah menegaskan pemerintah tidak menghapus cuti melahirkan karena masih ada tercantum di Undang-Undang 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

"Itu tidak dihapus. Cuti hamil, cuti haid, cuti menikahkan dan cuti menikah itu ada di ketentuan UU 13 tahun 2003," kata Menaker di Jakarta, Kamis.

Dalam UU tersebut, kata dia, tepatnya pada pasal 93 tercantum hal yang mengatur persoalan cuti. Apabila masih eksis dan tidak diatur dalam omnibus law berarti tetap berlaku.
Baca juga: Istri melahirkan, sekarang PNS boleh cuti sebulan

Ia mengatakan persoalan cuti melahirkan, haid menikah atau menikahkan memang tidak tertulis di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.

"Mungkin ini yang agak banyak mengatakan kalau UU Cipta Kerja menghapus cuti melahirkan itu tidak benar," kata dia.

Oleh karena sebab itu, ia meluruskan apabila ada poin-poin undang-undang yang masih eksis dan tidak diatur dalam omnibus law maka tetap berlaku meskipun tidak tertulis di RUU Cipta Kerja.

Sebelumnya, Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Dr Giwo Rubianto Wiyogo meminta RUU Cipta Kerja tidak menurunkan hak-hak tenaga kerja perempuan.
Baca juga: Menkeu dukung gaji penuh perempuan cuti melahirkan

"RUU Cipta Kerja ini idealnya mendukung tenaga kerja, terutama tenaga kerja perempuan yang diutamakan. Jangan sampai RUU ini malah menurunkan hak-hak pekerja perempuan," ujar Giwo.

Dalam draf RUU Cipta Kerja yang diserahkan pemerintah pada DPR, tidak ada lagi cuti haid bagi pekerja perempuan. Selain itu, cuti melahirkan dan haid terancam tidak dibayarkan.

Berdasarkan UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 82, perempuan berhak mendapatkan cuti selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan. Begitu juga dengan perempuan yang mengalami keguguran pun berhak mendapat cuti selama 1,5 bulan.
Baca juga: AIMI perjuangkan cuti melahirkan selama enam bulan

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2020