Jakarta (ANTARA) - Pemalsuan identitas wartawan senior Ilham Bintang di gerai Indosat yang menyebabkan terkurasnya dana yang bersangkutan di Commonwealth Bank, jelas menarik sebagai sebuah peristiwa dan sebuah berita.

Pertama, ini menyangkut ancaman bagi kepentingan publik. Dibobolnya rekening nasabah dengan relatif sangat mudah melalui teknologi digital atau e-banking handphone (HP), jelas menimbulkan rasa khawatir yang meluas di kalangan masyarakat, jangan-jangan suatu saat rekening masyarakat umum juga dapat dibobol.

Kalau bank asing yang terkenal begitu ketat saja dapat mudah terkecoh dan dibobol melalui pencurian data di HP, bagaimana pula dengan rekening di bank-bank nasional yang standar.

Hal kedua, di tengah-tengah pemakain teknologi digital dan e-banking dengan HP yang sudah bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat, juga menghadirkan kegalauan: kenapa keamanan keuangan yang selama ini diatur dari HP begitu rentan dibobol?

Baca juga: Pakar digital forensik ungkap modus pencurian SIM Ilham Bintang

Baca juga: Indosat akan bantu tangani kasus pencurian nomor seluler Ilham Bintang


Khusus untuk bidang jurnalistik sendiri, juga menarik. Pemberitaan soal ini boleh dibilang sudah cukup akurat dan berimbang. Artinya, bagaimana peristiwanya tarjadi sudah digambarkan cukup baik karena sebagian besar informasinya memang bersumber dari Ilham sendiri.

Lantaran Ilham seorang wartawan senior, keterangan dari yang bersangkutan sudah relatif lengkap dan perinci. Itulah yang dikutip pers, hampir tanpa pengembangan lebih lanjut. Dari segi keberimbangan juga sudah lumayan berimbang dengan ada keterangan dari Indosat.

Sekadar mengingatkan kembali, secara singkat, peristiwa bermula dari pemalsuan identitas Ilham Bintang oleh seseorang yang mengaku Ilham Bintang. Orang tersebut datang ke gerai Indosat di Bintaro Jaya XChange dan mengaku bernama Ilham Bintang.

Kabarnya kepada petugas Indosat orang itu berkilah kartu subscriber identity module (SIM) atau kartu seluler SIM miliknya rusak. Dia minta segera diganti. Anehnya, permintaan itu dipenuhi langsung oleh petugas gerai Indosat. Bobolah akses keuangan Ilham.

Beberapa hari kemudian, Ilham pun mendapatkan rangkaian gambar sosok orang yang meminta kartu SIM nomor ponsel miliknya dari CCTV di gerai Indosat Bintaro Jaya Xch.

Nah, dengan diberikan kartu SIM "baru" kepada penipu, semua akses rekening Ilham pun dengan mudah terbuka. Akibatnya, lewat data yang ada di kartu SIM itu dan sudah dikuasai oleh orang tak dikenal itu, uang milik Ilham Bintang asli di rekening bank miliknya dikuras. Dana Ilham pun terkuras.

Karena keterbatasan transaksi, si pembobol sampai membuat 98 tersaksi, dan beberapa rekening yang mereka pakai, baru dibuat pada hari itu. "Hasil curian leluasa dilayani transfernya seperti membayar cara pay roll gaji karyawan," kata Ilham.

Selain itu, si pencuri sempat empat kali melakukan transaksi melalui kartu kredit.

Pihak Indosat Ooredoo sudah memberi keterangan kepada umum dan itulah yang dikutip pers mentah-mentah. "Kami menyesalkan adanya kejadian dalam penggantian kartu atas nama Bapak Ilham Bintang. Kami telah bertemu dengan beliau dan menjelaskan tentang apa yang terjadi," kata SVP-Head Corporate Communications Indosat Ooredoo Turina Farouk sebagai dikutip pers.

Selanjutnya, Indosat menerangkan akan bekerja sama untuk menangani peristiwa pencurian nomor kartu SIM itu. "Kami akan bekerja sama, termasuk jika ada proses yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah ini dan menjaga kenyamanan pelanggan kami," tambah Turina Farouk.

Baca juga: Nomor ponsel dicuri dan rekening dibobol, Ilham Bintang lapor polisi

Menggugat Kualitas Pers

Di sinilah kualitas jurnalistik dari pers kita tercermin. Rupanya, pers kita sudah puas dengan keterangan dari pihak Indosat, dan juga tidak berupaya mengorek keterangan dari Commonwealth Bank, tetapi sekaligus pada saat yang bersamaan kehilangan sifat kritis sebagai pers.

Kehilangan daya keinginantahuan lebih lanjut sebagai bagian dari sifat dasar pers.

Keterangan Indosat itu, sebenarnya, belum menjawab inti dari masalah, kenapa sedemikian mudah kartu SIM milik Ilham dibobol? Mengapa petugas counter Indosat sama sekali tidak melakukan verifikasi kepada orang yang datang ke Indosat mengaku Ilham Bintang?

Kenapa tidak diminta KTP orang tak dikenal tersebut dan tidak difotokopi lebih dahulu KTP-nya? Mengapa formulir yang disediakan, tidak diisi dengan lengkap? Mengapa pula tidak ada serangkaian tes pertanyaan sebagai seleksi untuk membuka akses ke informasi kartu SIM. Misalnya, siapa nama ibu kandung Ilham dan seterusnya?

Padahal semua itu merupakan SOP (standard operational procedure) bagi setiap permohonan yang terkait dengan kartu SIM. Waktu training, semua karyawan, baik karyawan kontrak maupun karyawan tetap, pasti pertama-tama dilatih soal SOP itu. SOP wajib dijalankan. Mengapa semua itu dapat lolos?

Masih ada pertanyaan lain, apakah Indosat sudah mengintrogasi petugas tersebut? Apakah ada kesengajan? Atau ada kerja sama "orang dalam" Indosat dengan si pemalsu identitas Ilham Bintang?

Lebih mendasar lagi, pers harus menanyakan kepada Indosat apakah kasus ini merupakan refleksi dari kelemahan sistem perlindungan Indosat terhadap pelangannya? Kalau bukan, dan merupakan penyimpangan atau ada unsur kriminal, apakah Indosat sudah melaporkan kepada polisi kejadian ini?

Baca juga: Polisi tangkap 17 pembobol ATM di Yogyakarta

Baca juga: Pencuri gasak ratusan juta dari mobil nasabah BCA


Kalau pers kritis, tentu harus mengemukan serangkian pertanyaan itu. Kalau perlu melakukan investigasi sendiri buat membongkarnya. Demikian pula, seharusnya pers kritis mempertanyakan bagaimana sebenarnya kualitas perlindungan pihak Commonwealth Bank Jakarta? Apakah mungkin mengelak dari kecurigaan pada kerja "orang dalam".

Harus diperjelas kalau benar orang dalam bank itu ada yang terlibat, adakah orang dalam itu bagian dari sindikat pengganti simcard. Pers mestinya penuh keingintahuan berbagai kejanggalan yang terjadi di bank asing itu.

Pertama, harus dipertanyakan kebapa bank sampai membiarkan begitu banyaknya jumlah transaksi pada waktu yang singkat, padahal sebelumnya tidak ada track record itu?

Rekening Ilham Bintang di bank itu, menurut Ilham, hanya digunakan sekali sebulan untuk transfer putrinya di Melbourne dan 6 bulan sekali untuk pembayaran uang semesteran putrinya yang sama. Kok, sistem bank tidak beraksi sama sekali walaupun semuanya memakai mesin artifisial intelijen.

Fakta lainnya yang perlu ditelusuri pers ke Commonwealth Bank, kenapa pembobol yang sempat-sempatnya menambah dua rekening baru Ilham Bintang melalui internet banking tanpa identitas Ilham asli dibiarkan?

Ilham sendiri mengaku, yang terakhir ini baru dia ketahui minggu pagi sewaktu mempelajari print out transaksi di rekeningnya.

Dia lalu konfirmasi kepada pihak bank, ternyata itu benar. Aplikasi penambahan rekening baru itu, produk layanan baru mereka, diakui belum banyak yang tahu. Artinya hanya orang dalam Commonwealth yang sudah fatsun mengetahuinya. Kenapa pers tidak pertanyakan kepada bank soal ini?

Pers harus lebih jernih berpikir, mengapa sebuah rekening yang biasanya “lebih banyak tidur” dalam 3 jam ada 98 transaksi dan bank bungkam saja? Dengan demikian, pers dapat mengungkit fakta bagaimana kemungkinan parahnya kualitas pengawasan dan perlindungan bank terhadap nasabahnya.

Sifat peka dan kritis dari pers dari kasus ini sangat diperlukan untuk kejelasan dan kepentingan publik. Kalau sampai sistem perlindungan Indosat memang sedemikian lemah untuk dapat dibobol, tentu wajar menimbulkan kekhawatiran publik. Kalau perlindungn Commonwelath Bank demikian lemah, tentu publik pantas cemas.

Kelas Pemandu Sorak

Sepanjang pemantauan saya sampai Senin pagi, pers kita cenderung pasif. Pers hanya memamah biak keterangan dari pihak Indosat tanpa ada sikap skeptis dan kritis. Pers juga tak membuat keterangan apa pun dari bank pelat asing itu.

Ini semua mungkin dapat dikatakan menunjukkan kualitas jurnalistik pers kita memang belum memadai. Pers kita masih sekadar jadi pemandu sorak. Hanya sekadar meramaikan saja tanpa sifat kritis dan dorongan keingintahuan lebih dalam lagi.

Hanya ikut bersorak meramaikan namun tidak mencari akar masalahnya. Sebagai pemandu sorak pers kita tak ubahnya seperi netizen saja. Ilmu verifikasi yang jadi doktrin pers seakan lenyap. Inilah bukti kualitas pers masih jauh dari baik.

Baca juga: Pencuri gasak ratusan juta dari mobil nasabah BCA

Baca juga: Polisi Ketahui Identitas Pencuri Uang Nasabah BCA


Tentu Ilham sendiri, walaupun wartawan senior, sebagai korban tidak dapat leluasa terlibat dalam soal pemberitaan ini. Paling info yang dihasilkannya ditulis di akun FB pribadinya. Bahkan, grup media miliknya, untuk menghindari tudingan dimanfaatkan buat kepentingan pribadi, tidak dapat libatkan.

Alasannya, takut sebagai orang pers memanfaatkan pers miliknya dimanfaatkan semata-mata untuk kepentingan pribadi. Nanti kalau Ilham membuat berita sendiri, dituduh ada conflict of interest. Ada benturan kepentingan dengan beritanya. Dia hanya dapat memasok informasi saja.

Dalam kasus ini Ilham sifatnya hanya sebatas membantu pers saja. Pers sendirilah yang selebihnya harus mengembangkan dan menuntaskannya. Perslah yang harus membuka tabir rahasia ini. Nah, persoalannya, sejauh ini dalam kasus ini pers belum menunjukkan kualitasnya sebagaimana seharusnya.

Ini bukan lantaran korbannya wartawan dan lantas kita solider, melainkan ini menyangkut kepentingan bersama. Ini kepentingan umum. Ini merupakan keselamatan masyarakat luas. Bukan hanya seorang individu Ilham Bintang atau seorang wartawan, melainkan demi kepentingan kita bersama.

Oleh sebab itulah, ke depan, tidak ada pilihan lain kecuali pers wajib meningkatkan kualitasnya. Meningkatkan peranannya. Meningkatkan harkat martabatnya sendiri. Tabik!

*) Wina Armada Sukardi adalah wartawan senior dan pakar hukum pers.

Copyright © ANTARA 2020