membangun infrastruktur menjadi program prioritas kabinet karena indeks infrastruktur kita masih jauh tertinggal
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perhubungan mengungkapkan tiga faktor utama yang membebani biaya logistik nasional yang kini mencapai 24 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Kementerian Perhubungan Sugihardjo dalam seminar bertajuk "Membangun Rantai Pasok Nasional Terintegrasi Berbasis Platform Logistik 4.0" di Jakarta, Rabu, mengatakan ketiga faktor itu yakni konektivitas transportasi, biaya intermoda dan biaya inventori.

"Konektivitas sangat dipengaruhi oleh pembangunan prasarana, sarana dan kualitas layanan transportasi. Oleh karena itu membangun infrastruktur menjadi program prioritas kabinet karena indeks infrastruktur kita masih jauh tertinggal," katanya.

Sugihardjo menjelaskan alasan pembangunan infrastruktur jadi prioritas pemerintahan Jokowi-JK, karena rasio infrastruktur Indonesia yang masih jauh tertinggal dibanding negara-negara tetangga.

Baca juga: Transformasi logistik 4.0 diharapkan turunkan biaya logistik

Pembangunan jalan tol di Indonesia, misalnya, sudah dimulai sejak era Presiden Soeharto pada tahun 1975 dimulai dengan Jalan Tol Jagorawi.

"Malaysia mulai membangun tahun 1985, 10 tahun setelah Indonesia. China membangun 13 tahun setelah Indonesia. Hasilnya, sampai akhir periode kedua Pak SBY pada 2014, panjang jalan tol di Indonesia hanya 700 km. Sementara di Malaysia sudah hampir 6 ribu km dan China, tidak terhitung," katanya.

Menurut Sugihardjo, justru di era Presiden Jokowi target pembangunan 1.000 km jalan tol bisa tercapai. Hal itu karena sekarang pemerintah makin inovatif untuk mencari pendanaan kreatif yang tidak lagi membebani anggaran negara.

Baca juga: Kemenkeu rancang program terintegrasi hulu hilir, tekan biaya logistik

"Pemerintah kini hanya jadi stimulan. Terutama di transportasi, karena di daerah yang sudah maju, transportasi tumbuh karena permintaan sehingga bisa diserahkan ke swasta. Tapi di daerah terpencil, fungsi transportasi perlu dukungan pemerintah. Jadi ini yang didorong," katanya.

Lebih lanjut, Sugihardjo juga menyoroti biaya inventori yang sangat bergantung pada prasarana pergudangan dan sistem manajemen. Namun, perizinan untuk mengurus pergudangan justru terpisah-pisah sehingga tidak efisien.

"Kemudian, regulasi juga penting. Kita sudah kenalkan Badan Usaha Angkutan Antarmoda, tapi perizinan terpisah-pisah pergudangan, padahal harusnya satu kesatuan," katanya.

Pembangunan sistem transportasi multimoda juga perlu dipercepat karena hal itu menjadi penting dalam sistem logistik agar tidak terjadi "double handling" yang berujung pada biaya logistik.

Baca juga: Pusat Logistik Berikat berkontribusi turunkan biaya logistik

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019