Tanjungpinang (ANTARA) - Lembaga Swadaya Masyarakat Kelompok Diskusi Anti 86 (LSM Kodat 86) menilai penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak serius menangani kasus kerusakan hutan dan lingkungan yang disebabkan pertambangan bauksit ilegal di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.

"Kami tidak melihat ada perkembangan terbaru dalam proses penyelidikan kasus kerusakan lingkungan akibat pertambangan bauksit ilegal di Bintan," kata Ketua Kodat 86, Ta'in Komari di Tanjungpinang, Minggu.

Ta'in mengingatkan penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar serius menangani kasus itu sampai tuntas. Nama baik KLHK akan buruk hanya gara-gara perilaku oknum penyidik yang tampak tidak maksimal dalam melaksanakan tugasnya.

"Ekspektasi masyarakat terhadap KLHK dalam menuntaskan kasus kerusakan lingkungan dan hutan akibat pertambangan bauksit di Bintan itu terlalu besar. Seharusnya itu tidak dinodai," tegasnya.

Ia juga menagih janji KLHK dalam menuntaskan kasus kerusakan hutan dan lingkungan akibat pertambangan bauksit di Bintan. KLHK berjanji akan penyeret pelaku yang merusak hutan dan lingkungan tanpa pandang bulu.

"Kami tunggu janji KLHK tersebut," katanya.

Baca juga: KLHK buru sejumlah direktur perusahaan bauksit
Baca juga: Air kubangan bekas galian bauksit Tanjungpinang diperjualbelikan
Baca juga: Pedagang air tambang bauksit menjamur saat krisis air


Fakta-fakta di lapangan sudah cukup jelas, apalagi belasan kawasan pertambangan disegel penyidik KLHK pada Maret 2019. Mereka seharusnya menyelesaikan kasus itu lebih cepat, bukan seperti saat ini.

Bahkan setelah ketua tim penyelidikan kasus itu digantipun, sampai sekarang kasus tersebut belum selesai.

Penyidik KLHK seharusnya mempertimbangkan kasus tersebut disorot oleh masyarakat. Mereka turun ke pulau-pulau di Bintan itu dibiayai oleh negara, dengan nilai yang tidak sedikit. Seharusnya mereka mempertanggungjawabkan itu dengan memproses kasus itu hingga ke akar-akarnya.

"Saya dari awal sepakat jika kasus itu ditangani oleh KPK. Seperti yang saya laporkan ke KPK, dengan harapan kasus itu tuntas. Di Kejati Kepri juga sampai sekarang masih proses penyelidikan," katanya.

Sebelumnya, Koordinator tim penyidik KLHK dalam kasus itu, Zulbahri mengatakan pihaknya kesulitan menemukan alamat perusahaan yang melakukan penambangan bauksit di Bintan.

"Empat dari lima perusahaan yang diperiksa, satu lagi CV Demor alamatnya belum diketahui," ujarnya.

Selain permasalahan alamat kantor perusahaan yang sulit ditemukan, Zulbahri mengatakan jumlah penyidik yang menangani kasus itu terbatas. Lima orang penyidik yang bertugas untuk wilayah Kepri dan Riau juga menangani kasus lainnya, seperti pembakaran hutan.

Pihak perusahaan yang sudah diperiksa yakni CV Gemilang Mandiri Sukses, PT Cahaya Tauhid Alam Lestari, dan CV Swakarya Mandiri. Adapun Direktur Teknik PT Gunung Bintan Abadi saat diperiksa mengaku tidak tahu, sedangkan direktur utamanya tidak datang.

"Kami bergerak pelan-pelan, tetapi pasti. Kami masih kumpulkan alat bukti berdasarkan fakta kerusakan hutan dan lingkungan," ucapnya.

Zulbahri juga tidak dapat memastikan kapan penyelidikan kasus itu dituntaskan. Pasalnya, lokasi yang saling berjauhan turut menjadi kendala.

Dinas ESDM Kepri mengeluarkan rekomendasi agar Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kepri mengeluarkan izin angkut dan jual bauksit kepada perusahaan. Dalam setahun, dinas tersebut mengeluarkan 19 izin di lokasi yang berbeda.

Izin itu kemudian dicabut setelah pertambangan bauksit mendapat sorotan publik.

Perusahaan yang mendapat izin dari Dinas ESDM Kepri, yakni CV Buana Sinar Khatuliswa dengan empat izin, Koperasi HKTR Bintan, CV Sang He, CV Kuantan Indah Perdana, Badan Usaha Milik Desa Maritim Jaya, CV Cahaya Tauhid Alam Lestari, CV Gemilang Mandiri Sukses dengan tiga izin, CV Tan Maju Bersama dengan dua izin, CV Swakarya Mandiri, PT Zadya Putra Bintan, CV Hang Tuah, CV Bintan Jaya Sejahtera dan CV Martia Lestari.

Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019