Jakarta (ANTARA) - Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Asnil Bambani Amri meminta jangan ada sikap fasis yang ditunjukkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) demi pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

"Kami miris tiba-tiba datang pengkhianatan dari partai politik yang berada di gedung dewan. Mereka bersatu dan membuat pasal yang akan mengadili profesi kami," kata Asnil saat berorasi di Senayan Jakarta, Senin.

Baca juga: DPR selesaikan pembahasan RUU KUHP

Baca juga: Pasal penghinaan presiden muncul lagi di RKUHP dipertanyakan


Ia menambahkan ada informasi yang mengatakan DPR juga sudah menutup masukan publik. "Itu kan sudah fasis sekali ya," ujar Asnil ketika ditemui usai berorasi.

Asnil mengatakan ada upaya kriminalisasi jurnalis yang menyampaikan pesan-pesan hak asasi yakni kemerdekaan menyampaikan pendapat dengan sangkaan menyampaikan pesan-pesan penghinaan.

"Jadi jika kawan-kawan wartawan menulis kritik nanti dibilang menghina, kita akan berada di dalam ancaman jeruji besi. Kedua, penghinaan terhadap pemerintah. Jurnalis bekerja untuk mengkritisi eksekutif. Jika itu dianggap menghina, kita akan terancam penjara," ujar dia.

Total ada sepuluh pasal dalam RUU KUHP akan membatasi kerja-kerja wartawan dalam menyampaikan aspirasi. Terutama pada pasal-pasal yang terkait penghinaan dan pencemaran nama baik.

Baca juga: Komisi III optimistis RUU KUHP selesai pada periode 2014 sampai 2019

Misalnya, pasal penghinaan terhadap Kekuasaan Umum atau Lembaga Negara. Asnil mencontohkan tulisan mengkritisi DPR yang tidak mau mendengar masukan publik seperti saat ini. Menurut dia, itu sudah bisa kena pasal tersebut.

Lalu ada juga pasal tentang Pencemaran Nama Baik dan pasal tentang Pencemaran Orang Mati.

"Yang lebih menarik yang terakhir itu adalah pencemaran orang mati. Ini paling lucu sebenarnya. Jadi ada nama baik orang mati yang diatur dalam pasal ini. Jadi, ketika kita mengkritisi, misalkan Soeharto, kemudian keluarga Soeharto nggak terima, itu bisa kena sebagai pencemaran nama baik orang mati," kata dia.

Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU KUHP, Arsul Sani, mengatakan DPR sudah melibatkan banyak lembaga dan kelompok masyarakat dalam membahas RUU KUHP.

Namun karena tinggal finalisasi, ia meminta masyarakat mempercayakan itu ke DPR untuk menyelesaikan RUU itu.

Sore tadi, massa dari Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Demokrasi menolak pasal 'ngawur' dipertahankan dalam RKUHP. Mereka juga meminta keadilan demokrasi di halaman depan pintu masuk gedung parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin.

Massa membentangkan sejumlah poster dengan seruan untuk menolak RKUHP sembari menandatanganinya.

"RKUHP dapat Mengkriminalisasi Pengajaran Sains dan Logika #TundaRKUHP #HapusPasalNgawur," tulis poster tersebut.

Tampak sejumlah mahasiswa beratribut Universitas Indonesia turut bersuara di sana. Mereka sepakat meminta RKUHP tidak dulu disahkan mengingat sejumlah pasal yang terdapat di dalamnya melanggar asas demokrasi.

Baca juga: Yusril: jangan salah pahami pasal penghinaan presiden

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019