Tantangan pertama adalah bonus demografi yang tidak merata di setiap provinsi di Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Indonesia dikatakan akan mendapatkan bonus demografi pada 2030, yaitu ketika penduduk usia produktif lebih banyak dibandingkan penduduk usia tidak produktif.

Dalam berbagai kesempatan yang membicarakan tentang bonus demografi, kerap kali keunggulan Indonesia itu dibandingkan dengan negara-negara lain yang mengalami "aging people", yaitu ketika jumlah penduduk usia tidak produktifnya lebih banyak daripada penduduk usia produktif.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan bonus demografi merupakan keberhasilan dari program keluarga berencana yang dicanangkan sejak 1971.

Bonus demografi muncul karena tingkat fertilitas dan mortalitas menurun, begitu juga kematian ibu dan bayi dalam persalinan.

Baca juga: BKKBN: Bonus demografi harus jadi anugerah

Baca juga: Ketua DPR: SDM Indonesia aset tidak ternilai


Namun, dalam banyak kesempatan pula jumlah penduduk usia produktif yang lebih banyak itu dikatakan bisa menjadi bencana demografi bila tidak dipersiapkan dan diantisipasi.

Sekretaris Jenderal Kementerian Wardoyegeri Hadi Prabowo mendorong BKKBN untuk menyusun desain besar kependudukan yang bisa dilaksanakan di seluruh Indonesia.

"Pengendalian kependudukan diserahkan ke pemerintah daerah. Karena itu perlu ada desain besar pengendalian kependudukan," katanya dalam Sarasehan Nasional Pembangunan Berwawasan Kependudukan yang diadakan di Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung, Jumat (14/9).

Hadi mengatakan bila desain besar pengendalian kependudukan sudah ada, maka Kementerian Dalam Negeri yang akan memberikan panduan kepada pemerintah daerah.

Hadi berharap pembangunan keluarga dan pengendalian kependudukan bisa dimasukkan dalam salah satu indikator capaian kinerja pemerintah.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan desain besar pengendalian kependudukan penting untuk menyusun strategi dalam memetik bonus demografi.

"Bonus demografi tidak akan bisa dipetik kalau tidak dipersiapkan meskipun proporsi usia produktif meningkat," tuturnya.

Hasto mengatakan bonus demografi yang bisa dipetik Indonesia pada 2030 menghadapi tantangan serius yang perlu diantisipasi.

"Tantangan pertama adalah bonus demografi yang tidak merata di setiap provinsi di Indonesia," katanya.

Hasto menyebut terdapat anomali bonus demografi di beberapa provinsi. Karena itu perlu kajian mendalam untuk mengantisipasi anomali yang ada di provinsi-provinsi tersebut.

Karena masing-masing provinsi memiliki karakter yang berbeda-beda, maka kajian yang dilakukan juga harus berbeda. Bahkan kajian di tingkat kabupaten/kota juga bisa berbeda.

"Kajian di setiap provinsi, setiap kabupaten/kota penting dilakukan untuk mengantisipasi tantangan bonus demografi yang tidak merata," tuturnya.

Tantangan bonus demografi berikutnya adalah kualitas sumber daya manusia yang masih rendah. Hasto mengatakan perlu ada upaya-upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan pemenuhan gizi keluarga.

"Tantangan selanjutnya adalah peran pemerintah daerah yang masih rendah. Pemerintah daerah seharusnya bisa mendukung bonus demografi melalui inovasi-inovasi yang dilakukan di daerah," katanya.

Mantan Bupati Kulon Progo itu mengatakan daerah bisa berinovasi dengan meningkatkan konsumsi lokal, menguasai pasar lokal dan meningkatkan produksi lokal.

"Saat di Kulonprogo, saya membuat program 'Bela Kulonprogo, Beli Kulonprogo' yang mendorong produksi lokal dan konsumsi lokal," katanya.

Salah satu yang dilakukan adalah mendorong perusahaan daerah air minum untuk bisa memproduksi air dalam kemasan untuk memenuhi kebutuhan air minum masyarakat Kulonprogo.

"Saat itu PDAM saya tantang. PDAM itu perusahaan daerah air minum, bukan perusahaan daerah air mandi," tuturnya.

Hasto mengatakan untuk dapat memetik bonus demografi, pemerintah daerah harus mengembangkan potensi-potensi lokal dan mendorong penggunaan produk-produk lokal.

Hal itu akan mendorong perekonomian daerah dan meningkatkan kehidupan masyarakatnya juga di bidang pendidikan dan kesehatan.

Penduduk sebagai aset

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan penduduk harus dianggap sebagai aset dan sumber daya manusia tidak bisa hanya dilihat sekadar kuantitasnya saja.

"Pertumbuhan penduduk harus tetap dikendalikan. Jumlah penduduk besar saja tidak cukup. Kualitas sumber daya manusia harus diperkuat," kata Bambang

Bambang mengatakan dari 250 juta penduduk Indonesia saat ini, yang termasuk kelas menengah sebanyak 60 juta. Bila bonus demografi bisa dipetik, persentase tersebut akan bisa diperbaiki sehingga ketika jumlah penduduk Indonesia mencapai 320 juta, kelas menengah sebanyak 250 juta.

Karena itu, Bambang mengatakan BKKBN harus mulai menyusun strategi. Jangan hanya mengampanyekan program keluarga berencana dengan jargon "Dua Anak Cukup", tetapi harus dipastikan anak-anak yang dilahirkan bisa menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.

"Yang harus dipikirkan adalah pengendalian jumlah penduduk dengan mengedepankan kualitas. Dan itu bukan hanya urusan BKKBN saja," tuturnya.

BKKBN bertugas mengendalikan jumlah penduduk mulai dari seseorang lahir sampai dengan membangun keluarga. Menurut dia, harus ada lembaga yang memegang komando untuk memastikan kesejahteraan anak pada 1.000 hari pertama, tambahnya.

"Kalau tidak ditangani dengan baik, sangat mungkin akan terjadi anak bertubuh kerdil atau 'stunting'. Kalau 'stunting' terjadi, akibatnya hanya bisa dikurangi tetapi tidak akan membuat generasi yang produktivitas dan prestasinya tinggi," katanya.

Bambang mengatakan manusia berbeda dengan mobil yang bila ada masalah bisa direparasi, dibongkar mesin-mesinnya, bahkan ditarik dari peredaran untuk digantikan dengan mobil yang lebih baik.

Karena itu, pencegahan anak bertubuh kerdil harus dilakukan sejak dari pasangan suami istri merencanakan membangun sebuah keluarga dan melahirkan anak-anaknya.

"Data Bank Dunia menyebutkan 54 persen pekerja Indonesia hari ini mengalami 'stunting' di waktu mudanya. Itu menjelaskan mengapa produktivitas tenaga kerja Indonesia saat ini masih rendah dan kalah dari negara lain. Meskipun berkembang, Indonesia masih kalah cepat," tuturnya.

Penanganan terhadap anak-anak usia dini sangat penting dan harus dianggap sebagai investasi di masa depan, meskipun bila dihitung dari kacamata bisnis investasi pada anak usia lima tahun ke bawah, imbal baliknya paling sedikit daripada berinvestasi pada anak usia sekolah dasar dan sekolah menengah.

Namun, investasi di usia sekolah menengah tidak akan berguna bila tidak ada investasi di usia dini. 

Baca juga: BKKBN ajak generasi milenial Babel manfaatkan bonus demografi
 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019