Jakarta (ANTARA) - PT Karya CItra Nusantara (KCN) akan sepenuhnya mengikuti rekomendasi Kelompok Kerja (Pokja) IV yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo dalam sengketa Pelabuhan Marunda antara KCN dan dan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN).

Pokja IV Penanganan dan Penyelesaian Kasus yang dibentuk Presiden Joko Widodo adalah satu dari empat kelompok kerja (Pokja) yang dibentuk untuk mengawal dan mempercepat pelaksanaan 12 paket kebijakan ekonomi.

"Kami akan mengikuti apa yang direkomendasikan, karena kami menganggap Pokja IV ini berada di bawah Satgas Percepatan Perekonomian yang dibentuk Presiden untuk mengurai masalah proyek strategis nasional atau proyek yang masuk program pemerintah yang belum berjalan," kata Direktur Utama PT KCN, Widodo Setiadi, di Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara, Sabtu.

Widodo menegaskan pihaknya akan tetap konsisten menjalankan kegiatan operasional pelabuhan, melaksanakan pembangunan pelabuhan, dan membayar fee konsesi walau proses hukum berjalan.

Karena proses hukum sedang berjalan, PT Karya Tunggal Utara (KTU) sebagai investor lokal harus menalangi pembayaran fee konsesi agar KCN tidak wanprestasi.

"Kalau kami wanprestasi jadi tambah catatan, sudah dua kali diputus kalah walau belum inkrah dan dapat catatan wanprestasi, jadi kami tetap menjalankan kewajiban dan kami yakin pemerintah dalam waktu dekat akan membantu menyelesaikan," tutur Widodo.

Widodo mengatakan dirinya sudah diperiksa oleh berbagai instansi namun tidak terbukti ada kerugian negara dan tindak pidana korupsi.

"Bukan karena saya lebih pintar, karena memang tidak ada uang negara," katanya.

Untuk diketahui, KCN adalah anak perusahaan KBN dan KTU yang memenangkan tender pembangunan pelabuhan Marunda pada 2004. Saat pendirian KCN disepakati skema pembagian saham KCN-KBN adalah 85-15.

Sengketa antara KCN dan KBN yang membelit pembangunan Pelabuhan Marunda berawal pada 2012. Saat itu terjadi pergantian manajemen di KBN dan manajemen baru tersebut meminta posisi sebagai pemegang saham mayoritas yang kemudian ditolak KCN.

"Kami menolak, karena kembali sesuai konsep, kami tidak mau ada aliran uang negara. Kedua, proyek ini belum selesai, sangat mudah dipolitisasi, jadi pada waktu itu kami menolak, karena penolakan itu ditutuplah (akses) secara sepihak, itu terjadi 2013," kata Widodo.

Penutupan akses jalan oleh KBN selama lima bulan tersebut menyebabkan terhentinya kegiatan bongkar muat dan proses pembangunan Pelabuhan Marunda.

Jaksa pengacara negara, atas permintaan KBN, akhirnya turun tangan untuk mediasi. Pada akhir mediasi muncul adendum ketiga kepemilikan saham menjadi 50-50.

Setelah KCN menyepakati perubahan komposisi saham menjadi 50-50, KBN diberi waktu 18 bulan untuk melunasi pembelian saham KCN, namun KBN tak kunjung menyelesaikan pembayaran tersebut dan malah menggugat KCN dengan dugaan merampas aset negara.

Baca juga: PT KCN bantah renegosiasi Pelabuhan Marunda karena audit BPK
Baca juga: Pakar: Perlu dialog KBN-KCN untuk perbaiki kinerja pelabuhan
Baca juga: PT KCN tetap konsisten bangun Pelabuhan Marunda

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019