Lahan sawitnya di Indonesia, kenapa kantornya justru di luar negeri ?

id Luhut binsar pandjaitan, minyak goreng, masalah minyak goreng, distribusi minyak goreng, perusahaan sawit, kantor pusat

Lahan sawitnya di Indonesia, kenapa kantornya justru di luar negeri ?

Ilustrasi - Pekerja mengemas minyak goreng di pabrik industri hilir kelapa sawit ANTARA FOTO/Zabur Karuru/Spt/aa.

Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan akan melakukan audit terhadap perusahaan minyak kelapa sawit dan memastikannya untuk membangun kantor pusat di Indonesia.

Luhut mengaku telah diminta Presiden Jokowi untuk menyelesaikan masalah minyak goreng di Jawa dan Bali.

"Begitu Presiden minta saya manage minyak goreng, orang pikir hanya minyak goreng. Tidak. Saya langsung ke hulunya. Anda sudah baca di media, semua kelapa sawit itu harus kita audit," katanya dalam seminar nasional Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut (STTAL) secara daring yang dipantau di Jakarta, Rabu.

Menurut Luhut, audit dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi bisnis sawit yang ada. Hal itu meliputi luasan kebun, produksi hingga kantor pusatnya.

"Saya lapor Presiden, 'Pak, headquater-nya (kantor pusat) harus semua pindah ke sini'," katanya.

Luhut mengatakan kantor pusat perusahaan sawit wajib berada di Indonesia agar mereka membayar pajak. Pasalnya masih banyak perusahaan sawit yang berkantor pusat di luar negeri sehingga menyebabkan Indonesia kehilangan potensi pendapatan dari pajak.

"Bayangkan dia punya 300-500 ribu (hektare), headquarter-nya di luar negeri, dia bayar pajaknya di luar negeri. Not gonna happen. You have to move your headquarter to Indonesia. (Tidak boleh. Kamu harus pindahkan kantor pusatmu ke Indonesia)," tegasnya.

Luhut pun menanggapi banyaknya cibiran soal peran dan tugas barunya mengurus masalah minyak goreng.

Luhut menilai masalah minyak goreng bukan sekadar siapa yang menangani. Yang terpenting, menurut dia, adalah tujuan utama penyelesaian masalah tersebut, yaitu agar pasokan dan harganya bisa kembali dijangkau masyarakat.

"Itu yang penting dipikirkan. Bukan hanya sekadar siapa yang nanganin, si itu nanganin. Mau siapa kek yang nanganin, yang penting beres. Buat saya, ingat itu, berpegang teguh pada tujuan," pungkas Luhut.