Pengusaha Indonesia masuk China, perlu pahami hal ini

id perdagangan Indonesia-China,kerja sama Indonesia-China,kerja sama ekonomi Indonesia-China

Pengusaha Indonesia masuk China, perlu pahami hal ini

Arsip: Dubes RI untuk China Djauhari Oratmangun saat memberikan sambutan pada webinar "Diseminasi Penyelesaian Pembayaran Bilateral (LCS) Indonesia-China" di Beijing, Rabu (8/9/2021). (ANTARA/M. Irfan Ilmie)

Beijing (ANTARA) - Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun menyemangati para pengusaha Indonesia yang berkeinginan melakukan ekspansi pasar ke negeri Tirai Bambu.

"Jangan mengeluh karena kalau sudah mengeluh, merasa susah, ya jangan masuk ke sini," ujarnya dalam "IDEA Cloud Conference 2021" yang digelar secara daring dari Indonesia, Sabtu.

Ia perlu mengingatkan hal itu karena tidak sedikit pengusaha asal Indonesia yang mengeluh sehingga gagal merambah China yang memiliki pasar dagang terbesar di dunia itu.

Apalagi dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya dalam merambah pasar China, Indonesia masih tertinggal.

Birokrasi dan regulasi bisnis yang diterapkan otoritas perdagangan di China terbilang rumit sehingga banyak dikeluhkan oleh pengusaha Indonesia.

"Kalau Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Singapura bisa, kenapa kita tidak?" kata Dubes dalam webinar yang diikuti oleh sejumlah pengusaha rintisan dari Indonesia itu.

Dubes memberikan beberapa catatan penting kepada para pengusaha yang hendak melakukan ekspansi ke China.

"Pertama, kalau ingin kerja sama dengan China, harus punya semangat kemitraan jangka panjang. Kedua, harus memahami peraturan-peraturan di China. Ketiga, rantai suplai. Beberapa provinsi punya kerja sama yang baik dengan China. Keempat, fokus pada produk-produk bernilai tambah. Dan yang terakhir, gunakan platform e-commerce," ucapnya.

Ia menyebutkan salah satu perusahaan kerupuk udang asal Indonesia yang berhasil mengeruk pendapatan setara Rp12 miliar dalam sepuluh menit dari pasar China setelah memanfaatkan aplikasi "video streaming" dalam memasarkan produknya.

Dubes juga mengingatkan para pengusaha untuk berkonsultasi dengan Inacham yang mewadahi para pengusaha Indonesia di China.

"Inacham ini punya 300 anggota perusahaan Indonesia di China. Mereka sangat paham betul regulasi-regulasi di sini," ujarnya.

Pengusaha Indonesia juga harus bisa memanfaatkan perjanjian kerja sama ekonomi internasional seperti Kesepakatan Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) agar bisa mendapatkan manfaat nol persen bea masuk.

Total perdagangan Indonesia dengan China pada 2020 mencapai 78 miliar dolar AS. Pada semester pertama 2021 nilai perdagangan kedua negara mencapai 63,7 miliar dolar AS.

Indonesia masih mengalami defisit perdagangan dengan China. Namun pada 2020 defisit tersebut berkurang 70 persen.

"Komoditas perdagangan kita masih didominasi produk-produk UMKM makanan dan minuman," kata Dubes.

Namun Indonesia masih tertinggal dari Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

Menurut Dubes, salah satu faktor penyebab ketertinggalan itu terletak pada kemasan makanan dan minuman yang dipasarkan ke China.

Tidak sedikit produk makanan dan minuman asal Indonesia yang diekspor ke China dari Malaysia dan Singapura sehingga pengusaha Indonesia tidak mendapatkan pertambahan nilai yang maksimal.

Dubes RI untuk Selandia Baru Tantowi Yahya yang juga menjadi pembicara pada webinar tersebut sepakat dengan pendapat Dubes Djauhari.

Menurut dia, produk-produk Indonesia yang masuk ke pasar Selandia Baru dan negara-negara di kawasan Pasifik lainnya juga melalui negara ketiga.