Cara main Greysia-Apriyani pelihara asa Indonesia raih emas Olimpiade Tokyo 2020

id Olimpiade Tokyo, Bulutangkis Olimpiade Tokyo,Greysia Polii/Apriyani Rahayu

Cara main Greysia-Apriyani pelihara asa Indonesia raih emas Olimpiade Tokyo 2020

Pebulutangkis ganda putri Indonesia Greysia Pollii/Apriyani Rahayu merayakan kemenangan atas ganda putri Korea Selatan Lee Sohee/Shin Seungchan dalam semifinal Olimpiade Tokyo 2020 di Musashino Forest Sport Plaza, Tokyo, Jepang, Sabtu (31/7/2021). Greysia/Apriyani menang 21-19, 21-17 dan melaju ke final. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc.

Jakarta (ANTARA) - Sungguh pertandingan yang menegangkan namun juga mengasyikan dan sekaligus menghibur.

Bukan semata karena hasilnya yang memenangkan Indonesia untuk kemudian memelihara asa medali emas Indonesia dalam Olimpiade Tokyo 2020 setelah apa yang tadinya dianggap sebagai peluang emas terbesar dari ganda putra, lenyap begitu saja.

Tetapi yang juga menarik adalah cara Greysia Polii dan Apriyani Rahayu memenangkan pertandingan semifinal bulu tangkis ganda putri Tokyo 2020 melawan pasangan Korea Selatan Lee Sohee dan Shin Seungchan itu.

Greysia dan Apriyani terlihat menjadi pihak yang paling menikmati pertarungan untuk memperebutkan satu jatah menuju emas Olimpiade Tokyo tersebut.

Tetapi tanpa itu pun Greysia dan Apriyani telah menciptakan sejarah, khususnya bulu tangkis karena baru kali ini ganda putri bulu tangkis Indonesia mempersembahkan medali Olimpide kepada Indonesia.

Sebelum ini medali Olimpiade yang diperoleh bulutangkis Indonesia selalu dari nomor-nomor lain, termasuk tiga medali emas dari ganda ganda putra.

Suasana hati yang menikmati pertandingan seperti tampaknya dirasakan Greysia dan Apriyani membuat pasangan Indonesia ini terlihat tampil lepas seolah tidak terlihat memikul beban yang mungkin mereka tanggung saat itu, untuk menang 21-19, 21-17.

Mereka tak patah semangat ketika rangkaian smash dipatahkan lawan. Pun tak kedodoran saat menangkis smash dan tekanan lawan, termasuk juga dalam beradu permainan net.

Dengan padu mereka saling melapis dan menutup lapangan serta terus bergerak yang disertai dengan sigap menunggu apa balasan lawan, yang acap dibarengi dengan refleks tinggi.

Ganda putri Indonesia ini juga sabar menantikan lawan membuat kesalahan, bukan saja oleh karena lawan kelelahan akibat reli-reli panjang yang mereka pancing dan ladeni dengan hampir sempurna, tetapi juga oleh ketidaksabaran lawan dalam segera menuntaskan reli.

Salah satu yang bisa dilihat adalah saat mereka mengubah kedudukan dari 18-16 menjadi 19-16, dan dari 19-16 ke 20-16 pada gim kedua.

Ini adalah salah satu momen juara di mana para penggemar bulu tangkis layak mengangkat topi kepada Greysia dan Apriyani.

Pada kedua perpindahan poin itu terjadi reli panjang. Pasangan Indonesia itu terlihat sebagai pihak yang lebih sabar dan lebih siap mental dalam memenangkan kedua reli ini.

Mereka tak terburu-buru menyudahi reli ini, tetapi juga tak lengah menghadapi tekanan lawan. Sebaliknya terus mengocok lawan sampai berharap lawan membuat kesalahan sendiri.

Teriakan Apriyani

Mereka seolah menyadari bahwa beban lebih besar ada pada pundak Lee Sohee dan Shin Seungchan, apalagi lawannya ini berperingkat lebih tinggi dari mereka. Greysia-Apriayani berperingkat 7, Lee Sohee/Shin Seungchan berperingkat 4.

Dalam Olimpiade Tokyo 2020 ini, banyak atlet unggulan yang terkapar sebelum berkesempatan menyelami laga beratmosfer medali emas, termasuk bulu tangkis.

Dua ganda putra Indonesia Marcus Fernaldo Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo dan Mohamad Ahsan/Hendra Setiawan yang masing-masing menjadi unggulan utama dan kedua dan tunggal putra unggulan utama Kento Momoto dari Jepang, adalah mereka yang tumbang sebelum mencapai partai puncak.

Nama-nama besar seperti Novak Djokovic dan Naomi Osaka dari tenis, Simone Biles dari senam yang tak kuat menanggung beban mental, atau judoka Prancis Teddy Riner yang meraih emas dalam dua Olimpiade sebelumnya tetapi harus puas dengan perunggu di Tokyo 2020, adalah contoh-contoh lain para bintang yang tak memenuhi ekspektasinya.

Sebaliknya, perjalanan Greysia-Apriyani mencapai final sungguh meyakinkan, kalau tak bisa disebut istimewa, yang salah satunya ditempuh dengan menumbangkan unggulan utama Yuki Fukushima dan Sayaka Hirota dari Jepang dengan 24-22, 13-21, 21-8.

Itu adalah satu dari dua pertandingan yang mereka akhiri dengan rubber game. Dan kedua laga yang berakhir rubber game itu berlangsung heroik.

Bahkan saat melawan pasangan China yang berperingkat satu tingkat di atas mereka, Du Yue/Li Yin Hui yang berperingkat enam, mereka bertarung lebih ketat sebelum mengakhirinya dengan 21-15, 20-22, 21-17 untuk mencapai semifinal.

Kemenangan atas Lee Sohee dan Shin Seungchan adalah kali ketiga Greysia dan Apriyani menang dengan dua game setelah menghentikan pasangan Malaysia Chow Mei Kuan/Lee Meng Yean dengan 21-14, 21-17 dan kemudian ganda putri Inggris Cloe Birch dan Lauren Smith dengan 21-11, 21-13 pada fase grup.

Yang juga menarik dari cara ganda putri Indonesia memenangkan semua pertandingannya itu adalah teriakan Apriyani yang berkali-kali terlihat membuat semangat Greysia menjadi kian besar dan bahkan melecut adrenalinnya lebih kencang lagi sehingga bisa bertahan dalam setiap reli, sabar maledeni tekanan lawan, tapi sigap menusuk balik, untuk kemudian memenangkannya.

Teriakan Apriyani juga membuat mereka yang menyaksikan laga mereka menjadi tersemangati dan tertular oleh spirit serta optimisme mereka yang kuat untuk menang.

Greysia berkali-kali tersenyum melihat tingkah Apriyani yang energik dan selalu berteriak panjang begitu mendapatkan poin, atau bahkan saat memulai serve atau menerima serve lawan.

Sudah dalam jangkauan

Teriakan Apriyani sepertinya mengendurkan syaraf-syarat tegang bukan saja dia, tapi juga pasangannya Greysia. Ini mungkin turut membunuh ketegangan tampil dalam pertandingan level tinggi.

Bahkan menjelang akhir gim pertama, Greysia terlihat menantang Apriyani untuk lebih bersemangat lagi sambil bergerak agak meloncat.

Senyum yang kadang diselingi tawa, terlihat dari muka Greysia melihat pasangannya berteriak sambil berlari-lari.

Teriakan Apriyani ini juga baik sekali dalam melepaskan beban agar tidak bernafsu segera mengakhiri laga, sebaliknya menjadi lebih sabar dan tetap memelihara fokus dan konsentrasi, selain menikmati pertandingan.

Dalam partai-partai level puncak kerap faktor-faktor yang lebih menyangkut mental seperti ini bisa sangat menentukan dan menjadi imbuhan sangat penting untuk teknik dan keterampilan bermain, apalagi pertandingan tak dilangsungkan di bawah hiruk pikuk penonton karena pandemi membuat semua arena Olimpiade terlarang didatangi penonton, kecuali sesama atlet, ofisial atau orang-orang terkait langsung Olimpiade.

Teriakan bisa menjadi salah satu cara atau bahkan senjata dan strategi dalam merusak konsentrasi lawan, sekalipun Apriyani jelas terlihat hanya ingin dia dan pasangannya tetap positif, semangat dan fokus di lapangan.

Dengan cara bermain seperti ini, dan bagaimana mereka selalu menjadi pihak yang paling menikmati pertandingan sehingga bermain lebih lepas dari lawan-lawannya yang malah membuat mereka terlihat lebih tangguh, bukan mustahil medali emas ganda putri menjadi milik Indonesia dan sekaligus mempertahankan tradisi emas Olimpiade.

Sejak Olimpiade Barcelona 1992 yang menjadi debut bulu tangkis dalam Olimpiade setelah sebelum itu menjadi cabang olah raga eksibisi, Indonesia selalu memperoleh medali emas, kecuali pada Olimpiade London 2012. Dan emas itu selalu datang dari bulu tangkis.

Pada Olimpiade Barcelona 1992 Indonesia memperoleh emas dari tunggal putra Alan Budikusumah dan tunggal putri Susi Susanti. Empat tahun kemudian di Atlanta, giliran ganda putra Rexy Mainaiky dan Ricky Subagja yang mempersembahkan medali emas.

Setelah itu pada 2000 di Sydney, ganda putra kembali mengalungkan medali emas kepada Indonesia lewat Tony Gunawan/Candra Wijaya, sedangkan empat tahun setelah itu di Athena 2004 medali emas disumbangkan oleh tunggal putra Taufik Hidayat.

Ganda putra kembali menjadi kontributor emas ketika Hendra Setiawan dan Markis Kido menjadi ganda putra terbaik dalam Olimpiade Beijing 2008.

Empat tahun setelah itu di London, bulu tangkis absen memberikan emas, sebelum ganda campuran Liliyana Natsir/Tontowi Ahmad mempersembahkan emas dalam Olimpiade Rio de Janeiro 2016.

Kini, medali emas sudah dalam jangkauan Greysia dan Apriyani. Selain juga mungkin tunggal putra Anthony Sinisuka Ginting yang lolos ke semifinal setelah menaklukkan Anders Antonsen dari Denmark.

Tapi tanpa semua itu pun Greysia dan Apriyani sudah menciptakan rekor dan mengajarkan perjuangan tak kenal menyerah yang tak hanya bisa mengantarkan mereka juara, tapi juga menjadi inspirasi siapa pun.