Pakar ingatkan kepolisian harus bisa memilah soal ujaran dalam terapkan UU ITE

id Abdul Fikar Hadjar, uu ite, pakar hukum abdul fikar hadjar, revisi uu ite, ite

Pakar ingatkan kepolisian harus bisa memilah soal ujaran dalam terapkan UU ITE

Tangkap layar tweet Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md. soal UU ITE. ANTARA/ilustrator/Kliwon

Harus memilah, mana yang ada unsur pidananya, mana yang tidak
Jakarta (ANTARA) - Pakar hukum Abdul Fikar Hadjar menegaskan kepolisian harus bisa memilah perihal ujaran dalam penerapan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Polisi itu, tadi saya bilang, bukan keranjang sampah. Harus memilah, mana yang ada unsur pidananya, mana yang tidak," kata Abdul Fikar Hadjar saat webinar "Menyikapi Perubahan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)", Kamis.

Ia mengatakan bahwa kepolisian memang tidak boleh menolak laporan tetapi bisa memberikan penjelasan jika memang laporan yang masuk tidak memenuhi kualifikasi tindak pidana.

Menurut dia, harus jelas ada kualifikasi atau kriteria-kriteria ujaran, yakni yang termasuk kritik dan yang masuk pencemaran nama baik.

"Kalau saya, kalau terhadap orang, pasti pencemaran nama baik, terhadap tubuh orang, terhadap urusan orang yang bersifat pribadi, itu pencemaran nama baik," katanya menjelaskan.

Di luar itu, kata dia, tidak masuk kualifikasi sekalipun pendapatnya menyakitkan, tetapi mengkritik ide atau pelaksanaan program, bukan terhadap pribadi atau orang.



"Karena itu jelas sebenarnya. Yang menjadi tidak jelas itu semua ujaran dipersoalkan. Tidak ada kualifikasi mana ujaran yang sebetulnya kritik dan mana yang pencemaran," katanya.

Abdul menyampaikan beberapa kata kunci dalam penerapan UU ITE, salah satunya sekeras apa pun pendapat mengenai pelaksanaan ide atau program bukanlah kejahatan dan bukan pelanggaran hukum.

"Sekeras apa pun pendapat mengenai ide meskipun menyebut nama orang, itu bukan kejahatan, melainkan kritik," katanya.

Mengenai rencana revisi UU ITE, Abdul mengatakan bahwa Presiden Jokowi sebenarnya bisa mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) khusus untuk pasal-pasal tertentu.

"Pak Jokowi kalau memang merasa sangat penting 'kan ada celahnya, misalnya mengeluarkan perpu khusus untuk pasal-pasal tertentu," katanya.

Bisa juga, kata dia, memerintahkan aparat penegak hukum agar lebih ketat dalam memproses perkara yang ada kaitannya dengan pasal-pasal yang dikeluhkan masyarakat.

"Itu sudah dilakukan pihak kepolisian sendiri dengan Kapolri mengeluarkan (surat edaran). Saya kira itu terinspirasi keinginan Presiden. Akan tetapi, juga harus diawasi di lapangan. Kadang maksudnya baik tetapi diterjemahkannya di lapangan lain," pungkasnya.
Baca juga: Wakil Ketua DPR tegaskan revisi UU ITE penting, layak masuk Prolegnas 2021
Baca juga: Kapolri minta kedepankan mediasi kasus ITE tak potensi konflik