Pandemi COVID-19 tak padamkan lilin Imlek di Lampung

id Imlek Lampung, COVID Lampung, Imlek 2021

Pandemi COVID-19 tak padamkan lilin Imlek di Lampung

Romo tengah memanjatkan doa dalam ibadah Imlek di wihara Thay Hin Bio. (ANTARA/Ruth Intan Sozometa Kanafi)

Bandarlampung (ANTARA) - Kasus terkonfirmasi positif COVID-19 di Provinsi Lampung selama hampir setahun terakhir belum menunjukkan adanya penurunan kasus, hingga kini tercatat orang yang terjangkit telah mencapai 11.293 kasus.

Belum redanya wabah ini mengakibatkan pemerintah mengambil beragam upaya untuk menekan kasus COVID-19 yang mengakibatkan sejumlah gaya hidup masyarakat berubah, salah satunya dalam aktivitas keagamaan bagi masyarakat.

Setelah sebelumnya Hari Raya Idul Fitri, Nyepi, dan Natal dilakukan secara sederhana dengan penerapan protokol kesehatan ketat, kini giliran perayaan tahun baru Imlek 2572 Kongzili yang harus melaksanakan hal serupa guna mencegah adanya penyebaran kasus COVID-19 di Sai Bumi Ruwa Jurai.

Komitmen untuk menjaga kesehatan umat beragama dalam menjalankan ibadah terlihat di sejumlah wihara yang dengan sukarela mengimbau umatnya untuk melaksanakan ibadah secara bergantian dan mengurangi kapasitas jemaat dalam melaksanakan ibadah Imlek.

Bahkan hingga membatasi jam operasional tempat ibadah dari sebelumnya ibadah dapat dilakukan semalam suntuk, dan dilanjutkan di pagi hari, kini dibatasi hanya sampai pukul 21.30 WIB mengikuti anjuran pemberlakuan jam malam yang telah tertuang dalam surat edaran Wali Kota Bandarlampung nomor 440/133/IV.06/2021.

Namun adanya pandemi COVID-19 mengharuskan terjadinya perubahan perilaku dan gaya hidup tidak membuat terangnya ratusan lilin Imlek padam seketika.

Terangnya cahaya lilin Imlek yang menerangi ruangan baktisala wihara tertua di Lampung Thay Hin Bio menjadi salah satu bukti bahwa pandemi COVID-19 tidak dapat memadamkan harapan warga Tionghoa Lampung dalam menghadapi wabah.

Viria, salah seorang pengurus di Wihara tua yang berusia ratusan tahun ini menuturkan bahwa perayaan dan ibadah Imlek di tahun kerbau logam ini tetap dipersiapkan dengan baik, seperti dengan menyiapkan ratusan lilin berbagai ukuran, menata altar dengan beragam sajian, bunga, serta menggantung lampion hingga memandikan "rupang".

Meski di sisi lainnya Wihara Thay Hin Bio harus menunda beragam perayaan khas seperti atraksi Barongsai, pasar malam dan pelaksanaan ibadah malam Imlek secara bersama-sama.

Menurut pria keturunan Tionghoa yang telah lama mengabdi di wihara yang terletak di Kampung Pecinan Kota Bandarlampung ini,  pelaksanaan ibadah Imlek mengalami penurunan jumlah umat yang beribadah secara tatap muka sebanyak 60 persen dibandingkan perayaan Imlek tahun lalu yang mampu mendatangkan umat sebanyak 800 hingga 1.000 orang selama puncak perayaan.

Dia menjelaskan malam puncak Imlek yang biasanya disambut riuh gembira warga sekitar serta jemaat dengan diselingi dentuman petasan dan alunan alat musik tradisional Tiongkok yang terdiri dari Tambur, Lhin dan Jik yang mengiringi lincahnya Barongsai melompati halang rintang untuk sementara waktu ditiadakan.

Bahkan dalam ibadah puncak malam Imlek hanya di hadiri oleh Romo Pandita dan Upacarita yang berjumlah sekitar 5 orang, serta bagi perwakilan jemaat sebanyak 70 orang, umat Buddha lainnya ibadah dilakukan secara daring di rumah masing- masing.

Bukan tidak meriah namun lebih sederhana dibanding tahun lalu, sebab kita mencoba menjaga komitmen kepada pemerintah serta masyarakat untuk tidak menimbulkan kerumunan, ini menjadi bentuk rasa kasih kami kepada Negara dan masyarakat, ujarnya.

Ia mengatakan pengurus wihara telah membuat imbauan bagi jemaat untuk dapat melaksanakan ibadah secara bergantian dan dapat pula melaksanakan ibadah serta mengucapkan selamat Imlek secara daring untuk menghindari adanya penumpukan di lingkungan tempat ibadah.
 
Sejumlah warga keturunan Tionghoa di Bandarlampung tengah memanjatkan doa dalam ibadah Imlek di wihara Thay Hin Bio. (ANTARA/Ruth Intan Sozometa Kanafi)

Semangat dan harapan dalam merayakan Imlek di tahun kerbau logam pun tersirat dalam wajah khusyuk warga keturunan Tionghoa di Kota Bandarlampung yang memanjatkan doa kepada Sang Khalik.

Kadang kala  harapan akan berakhirnya pandemi COVID-19 serta ungkapan syukur atas diberikannya kelimpahan dan kesehatan terdengar di sepanjang lorong yang dipenuhi oleh lilin berukuran besar serta asap tipis yang membumbung akibat dupa yang dibakar.

"Hiolo (tungku dupa) pertama dengan satu buah dupa yang dibakar ditujukan kepada Tuhan, Hiolo kedua dengan dua dupa diberikan untuk mendoakan kedua orang tua, dupa tiga untuk mendoakan alam semesta semua sampai sembilan tapi harus bergantian tetap jaga jarak," demikian suara imbauan dari petugas wihara sayup terdengar mengingatkan jemaat untuk taat protokol kesehatan.

Dalam perjalanan menuju pintu keluar terlihat seorang jemaat yang telah selesai menjalankan ibadah tengah menerapkan salah satu protokol kesehatan yakni mencuci tangan tengah menceritakan doa dan harapannya di tahun kerbau logam.

"Tahun ini adalah tahun kerbau logam jadi kita harus menghilangkan semua pikiran negatif dan terus berusaha keras bergandengan tangan menghadapi pandemi, sebab permasalahan ini tidak dapat diselesaikan sendiri," ujar Kevin salah seorang warga keturunan Tionghoa.

Ia mengatakan meski dirinya tidak dapat kembali ke kampung halaman akibat pandemi COVID-19 yang masih berlangsung, ia tetap bergembira membagikan ucapan selamat Imlek bagi keluarga meski hanya melalui layar telepon genggam.

Begitu pula sebagian warga Tionghoa di Bandarlampung di tengah pandemi COVID-19 yang masih berlangsung menyiasati kunjungan tatap muka serta pembagian angpao kepada sanak saudara dan kolega menjadi secara virtual untuk mencegah adanya penularan COVID-19.

Bagi sejumlah warga Tionghoa di Kota Bandarlampung gemerlapnya gantungan lampion serta beragam pernak-pernik khas, dan meriahnya perayaan Hari Raya Imlek, kini bukanlah menjadi suatu keharusan, sebab harapan serta doa yang membangkitkan semangat dalam menghadapi pandemi COVID-19 menjadi hal utama yang dicita-citakan.