Menyentuh kesadaran politik Generasi Z, generasi emas tahun 2045

id Generasi Z, kesadaran politik, pendidikan politik, literasi politik, politik praktis

Menyentuh kesadaran politik Generasi Z, generasi emas tahun 2045

Dokumentasi siswi SMA berjalan pulang usai bersekolah tatap muka di salah satu SMA di Mataram, NTB, Senin (18/1/2021). Siswi ini termasuk dalam kategori Generasi Z yang menjadi bonus demografi Indonesia. ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

Biasanya yg dianggap "patron" oleh Gen Z itu tokoh yg dianggap "netral"
Jakarta (ANTARA) -
Generasi Z dikenal sebagai generasi yang saat ini sedang dalam rentang umur remaja, generasi yang akan sering disebut-sebut akan menjadi generasi emas pada tahun 2045, saat Republik Indonesia berusia 100 tahun alias satu abad.
 
Badan Pusat Statistik (BPS) mengategorikan generasi terbaru setelah generasi milenial itu, dengan rentang kelahiran pada 1997 sampai dengan 2012.
 
Generasi tersebut di Sensus Penduduk 2020 BPS memiliki proporsi paling besar yakni dengan persentase 27,94 persen, di atas angka generasi milenial dengan rentang kelahiran 1981-1986 yang persentasenya pada 25,87 persen.
 
Bahkan generasi X (kelahiran 1965-1980) hanya 21,88 persen dan baby boomer (kelahiran 1946-1964) 11,56 persen saja dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 270,20 juta jiwa. Di dalam angka, jumlah ini adalah 75,49 juta jiwa.
 
Melihat proporsi Generasi Z yang begitu besar dibandingkan yang lain tentunya juga akan memberikan pengaruh kuat di berbagai sendi kehidupan bangsa Indonesia.

Salah satunya kehidupan politik bangsa, mereka tentunya diperhitungkan dengan jumlahnya yang besar itu dan juga akan terlibat dalam menentukan arah politik Indonesia.
 
 
Peneliti Lembaga Sindikasi Pemilu Demokrasi (SPD), Rizqan, menyebutkan bahkan Generasi Z itu memiliki kesadaran politik yang cukup bagus. Jika diperkirakan, kesadaran politik generasi Z bisa dikatakan setidaknya berada pada angka 70 persen.
 
Bahkan kesadaran politik mereka sudah terlihat ketika penyelenggaraan Pemilihan Umum 2019. Kemudian yang paling kentara adalah pada berbagai kebijakan politik yang diambil pejabat politik bangsa.
 
"Tapi mereka memiliki patron tersendiri, berbeda dengan generasi lainnya. Kita bisa lihat ketika RUU Omnibus Law, bagaimana mereka bereaksi di saluran mereka sendiri, itu menunjukkan kesadaran berpolitik mereka," kata Rizqan.
 
Namun sayangnya kata dia, kesadaran politik generasi itu terciptanya karena kemauan mereka dengan cara autodidak tertarik untuk menggali kehidupan politik bangsa.
 
Ditambah lagi Generasi Z tidak bisa lepas dari teknologi, informasi dan internet. Hal itu mendorong mereka mencari tahu sendiri seperti apa kehidupan dan arah politik bangsa tanpa ada yang menjadi rel guna menuntun mereka.
 
Para remaja ini mengulik informasi dari berbagai "podcast", acara televisi, YouTube sampai media sosial TikTok untuk mencari tahu perkembangan politik Tanah Air. 
 
 
"Biasanya yg dianggap "patron" oleh Gen Z itu tokoh yg dianggap "netral" dari kelompok politik tertentu oleh mereka," kata dia.
 
Kesadaran politik Generasi Z ini akhirnya tidak cukup literasinya karena mereka hanya mendapatkan informasi secara autodidak, dan mereka pun juga tidak punya ruang untuk mengekspresikan kesadaran politiknya tersebut.
 
Oleh karena itu, menurut Rizqan stakeholder politik di Indonesia perlu menyentuh kesadaran politik Generasi Z dan memberikan mereka ruang untuk terlibat dalam politik bangsa.
 
"Contoh, partai politik mesti cari tahu apa sih yang diinginkan oleh Generasi Z soal politik, terus bagaimana cara memfasilitasi mereka untuk menyalurkan aspirasinya. Ini penting untuk menyentuh kesadaran politik mereka," ujarnya.
 
 
Membimbing Generasi Z
Generasi Z merupakan generasi yang kreatif, mandiri, dan cakap teknologi, temasuk dalam membangun pendidikan politik mereka. Generasi itu mulai melek politik dan mencari tahu sendiri informasi-informasi terkait politik secara autodidak.
 
"Mereka melihat dan mengecek media sosial, mereka ini khan sangat melek dan tahu itu ada di media sosial, oleh karena itu mereka mempelajari politik di media sosial," kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komaruddin.
 
Hanya saja, lanjut dia kalau berbicara teori dan narasi politik tentunya tidak cukup dengan media sosial saja, karena media sosial tidak memberikan ilmu yang cukup terkait ilmu pengetahuan tentang politik.
 
Yang ada di media sosial, bentuknya hanya lebih kepada pertarungan politik praktis, kubu-kubuan di dunia maya, tentunya hal itu kurang baik bagi literasi politik para Generasi Z.
 
Remaja-remaja yang sedang dalam proses pencarian jati diri itu tentunya perlu menambahkan keilmuan mereka lewat dunia kampus atau berbagai seminar keilmuan politik yang berbasis dalam jaringan.
 
Namun, sebenarnya yang tak kalah penting adalah adanya bimbingan bagi Generasi Z dalam mendapatkan pengetahuan politik mereka sehingga apa yang dapatkannya benar-benar komprehensif.
 
"Memberikan pengetahuan yang cukup, elite-elite saat ini harus memberikan ruang yang cukup bagi mereka, membangun regenerasi, namun catatan saya elite-elite jangan hanya memberikan ruang hanya pada generasi muda dari keluarga mereka saja," kata dia.
 
 
Kemudian, kata dia jika berbicara memberikan ruang yang cukup dan literasi maka partai politik tentu berada di hulunya dan kekuasaan berada di hilirnya.
 
"Parpol memiliki tugas penting dan tanggung jawab besar mendorong Generasi Z untuk menjadi cikal bakal para pemimpin bangsa di masa yang akan datang," ucap dia.
 
Pengetahuannya dan kesadaran politik sendiri sangat penting bagi Generasi Z sebab menjadi pijakan atau landasan mereka dalam membangun bangsa. Pijakan yang tepat tentunya akan menghantarkan bangsa ini ke arah yang tepat pula.
 
"Karena bangsa ini dibangun oleh mereka, kalau bukan oleh mereka siapa lagi. Yang tua tentunya pasti akan hilang dan muncul lah Generasi Z ini, dan harapannya Generasi Z ini memiliki kesadaran politik yang tinggi untuk membangun bangsa," kata dia.
 
Pentingnya kesadaran politik kata dia jangan di lihat dari sisi politik praktis saja, setiap tindakan dalam kehidupan ini sesungguhnya memerlukan kesadaran politik yang baik.
 
"Tidak ada kehidupan ini yang tidak tersentuh kebijakan politik, misalnya Generasi Z memilih jalur pendidikan, pekerjaan, soal kesehatan, memutuskan mau memiliki rumah atau tidak, itu kan termasuk keputusan politik," katanya.
 
Oleh karena itu jika literasi dan kesadaran politik Generasi Z dapat dibangun dengan baik, maka pembangunan bangsa ke ke depannya akan lebih baik. Indonesia benar-benar bisa memanfaatkan bonus demografi dan mewujudkan Indonesia Emas 2045.
 
 
"Kalau mereka tidak punya kesadaran dengan literasi politik yang baik, akhirnya setiap keputusan dalam hidup mereka akan ragu-ragu. Hal itu menyebabkan generasi ini hanya akan menjadi objek bukan subjek, menjadi penggembira saja," kata dia.
 
Sedangkan, Generasi Z yang diharapkan adalah menjadi pelaku pembangunan bangsa, bahkan menjadi pelaku dengan peran besar di berbagai bidang di kancah internasional.
 
"Kalau kesadaran politik mereka rendah maka yang terjadi mereka akan dibodohi. Oleh karena itu Generasi Z yang cerdas adalah generasi yang sadar akan politik, hak dan kewajibannya," ujar Komaruddin.
 
Berperan penting
Ketua DPR, Puan Maharani, menilai Generasi Z atau para remaja berperan penting bagi keberlangsungan bangsa Indonesia di masa depan karena dia yakin akan mengubah Indonesia. 

Pada sisi lain, lagi, jumlah Generasi Z ini sangat besar terhadap komposisi penduduk Indonesia dan secara politik akan menyusun jumlah pemilih yang juga tidak main-main.

Tentu ini harus disikapi secara serius pada berbagai aspek, di antaranya secara politik, yang salah satu pelaksanaannya adalah melalui Pemilu ataupun Pilkada dimana para kontestan berhadapan dengan jumlah besar pemilih.
 
"Dalam alfabet, huruf Z dianggap huruf yang terakhir. Tetapi, saya justru melihat generasi Z sebagai titik awal perjalanan baru bangsa Indonesia," kata Puan.
 
Hal itu dikatakan Puan saat memberikan sambutan dalam acara pembukaan kegiatan Parlemen Remaja Tahun 2020.
 
Ia menilai para remaja yang saat ini berusia 16-17 tahun akan berada di puncak masa usia produktif 30-an akhir atau 40-an awal saat Indonesia berusia 100 tahun.
 
 
"Insya Allah, pada 2045 nanti di antara para peserta Parlemen Remaja ini mungkin sudah ada yang menjadi anggota DPR, memiliki perusahaan sendiri, jadi ilmuwan, ahli teknologi, atau bahkan menteri," ujarnya.
 
Artinya menurut dia, para peserta parlemen remaja itu yang akan mengambil keputusan penting yang akan membentuk Indonesia ketika negara sudah berusia lebih dari satu abad.
 
Menurut Puan, keberlangsungan masa depan Indonesia ini akan terwujud saat para remaja berperan aktif menjaga identitas sebagai bangsa Indonesia.
 
"Karena adik-adik ini adalah generasi yang penting bagi masa depan Indonesia, saya ingin menyampaikan harapan supaya semua berperan aktif menjaga identitas kita sebagai bangsa Indonesia," katanya.
 
Menurut dia, salah satu yang utama adalah dengan menjaga dan menerapkan Pancasila yang merupakan ideologi bangsa, bukan hanya menghafal Pancasila, tetapi benar-benar menerapkan-nya.
 
Menurut Puan peran generasi Z juga tidak kalah penting dibanding kelompok masyarakat Indonesia lainnya dalam mengatasi penyebaran Covid-19 di Indonesia.
 
 
"Gotong royong sangat dibutuhkan agar kita bisa melewati pandemik Covid-19 ini. Kita harus saling mengingatkan sesama teman, ke orang tua kita, supaya benar-benar menjaga protokol kesehatan, yaitu cuci tangan dengan sabun, pakai masker, dan jaga jarak fisik," ujarnya.
 
Sebagai Ketua DPR, Puan menyampaikan bahwa suara generasi Z tetap dianggap penting oleh lembaga yang dipimpinnya dan DPR akan mendengarkan suara generasi Z dengan tangan terbuka.
 
Dia meyakini bahwa para remaja bisa memberi masukan dan kritik secara santun, tidak memakai bahasa kasar, tidak memaki-maki, tidak percaya hoaks dan telah memeriksa kebenaran setiap berita yang didapat.