Peneliti nilai UU Cipta Kerja stabilkan harga pangan

id harga pangan,uu cipta kerja,hortikultura

Peneliti nilai UU Cipta Kerja stabilkan harga pangan

Ilustrasi - Petani menanam di sawah. ANTARA/HO-Dok KKP

Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania menilai UU Cipta Kerja bila diterapkan dengan tepat bakal membawa banyak dampak kepada sektor pertanian termasuk menstabilkan harga dan ketersediaan pangan hortikultura.

"UU Cipta Kerja merelaksasi regulasi impor produk hortikultura dan hal ini diharapkan dapat membantu menstabilkan harga dan menjamin ketersediaan pasokan komoditas pangan di pasar," kata Galuh Octania, Sabtu.

Ia mengatakan, relaksasi ini idealnya disikapi secara positif antara lain karena UU Cipta Kerja membebaskan impor untuk beberapa proses produksi penting di rantai pasokan subsektor hortikultura, serta berlaku untuk benih unggul dan sarana pendukung kegiatan hortikultura.

Walaupun direlaksasi, pemerintah tetap harus pula memastikan adanya proses transfer teknologi dan membagi praktik lewat mekanisme tersebut.

Pemerintah juga menyederhanakan proses perizinan, dari yang tadinya berada di bawah berbagai kementerian dan lembaga teknis, kini berada di bawah pihak pemerintah pusat.

Selain itu, ujar dia, unit usaha hortikultura menengah dan besar tidak lagi membutuhkan Hak Guna Usaha (HGU) untuk menggunakan lahan negara.

"Namun hal ini harus diikuti adanya pengawasan bahwa penggunaan lahan tersebut harus sesuai dengan peruntukan dan perizinan awalnya, juga memperhatikan regulasi terkait lingkungan. Kalau pengawasan tidak berjalan, dikhawatirkan akan muncul masalah baru," ucapnya.
Baca juga: Presiden sebut UU Cipta Kerja mudahkan usaha mikro kecil buka usaha baru


Sebelumnya, Kepala Pusat Penelitian CIPS Felippa Ann Amanta menginginkan dapat dirumuskan kebijakan yang tepat dalam rangka mengantisipasi stok dan harga pangan menjelang akhir tahun 2020.

"Walaupun harga beras cenderung stabil, antisipasi stok dan harga perlu dilakukan hingga akhir tahun. Belum lagi karena musim tanam kemarau biasanya hanya menghasilkan lebih sedikit," kata Felippa Ann Amanta.

Menurut Felippa, kebijakan antisipasi itu juga perlu mengingat ada perayaan Natal dan Tahun Baru yang akan datang, sehingga diprediksikan bahwa permintaan beras akan terus meningkat.

Ia berpendapat bahwa pergerakan harga sebagai parameter ketersediaan komoditas pangan di pasar perlu terus dipantau untuk menjaga daya beli masyarakat.

Untuk solusi jangka panjang, lanjutnya, koordinasi antarpihak terkait harus dilangsungkan agar fenomena kenaikan ini tidaklah menjadi kejadian yang akan selalu berulang dari tahun ke tahun.

Baca juga: Presiden berikan 10 bantahan atas disinformasi UU Cipta Kerja