Kisah peternak sapi naik kelas, omzetnya kini capai miliaran rupiah

id Peternak sapi,Naik kelas,Pertamina

Kisah peternak sapi naik kelas, omzetnya kini capai miliaran rupiah

Marsono dan Sarjilah mengisi hari-hari tuanya dengan beternak sapi (Antaranews Lampung/Ardiansyah.)

Bandar Lampung (ANTARA) - Pasangan Marsono dan Sarjilah mengisi hari-hari tuanya di kandang sapi. Penduduk transmigrasi asal Jawa Tengah ini memilih beternak sapi untuk mengisi masa pensiun di Desa Astomulyo, Lampung Tengah. 

Sarjilah yang  pensiunan guru SD, membantu suami menekuni ternak sapi sejak tahun 1994.

Sapi yang dipelihara  jenis Berangus,  Simental dan Limosin. Dua jenis sapi  terakhir merupakan  primadona para pemburu daging kurban atau pun rumah potong hewan.

"Sapi Simental atau sapi mental ini bisa dilihat dari bulunya yang warna merah bata, dan warna putih di kepala dan lututnya,"kata Marsono sambil mengelus-elus sapi yang tingginya hampir sama dengan tubuhnya.

"Nah kalau yang Limosin yang coklat tua itu, ada tanduknya,"jelasnya sambal menunjuk sapi yang matanya bening menatap tajam.

Biasanya Marsono membeli sapi anakan seharga Rp15 juta sampai Rp20 juta rupiah untuk kemudian digemukkan selama 6 bulan hingga 1 tahun untuk berat maksimal. 

Jika sudah siap jual atau sudah dewasa, bobot sapi jantan  bisa mencapai lebih dari 1.000 kg , sementara sapi betina bisa mencapai 800 kg.

"Kalau harga ada yang sampai ratusan juta rupiah. Minimal Rp40 juta," katanya dengan logat jawa kental.

Kandang seluas 150 meter di belakang rumahnya ibarat celengan yang menyimpan nilai uang hingga miliaran rupiah. Jika dihitung rata-rata harga per ekor sapi Rp40 juta, dengan 40 ekor sapi yang dimiliki Marsono, total harga sapi  kinibmencapai  Rp1,6 miliar.

"Ah.. bisa aja, kan dikira-kira aja itu totalnya,"katanya merendah.

Sukses Marsono tidak lepas dari dukungan Pertamina melalui program kemitraan.

Pada tahun 2019 pria yang tergabung dalam kelompok peternak sapi Sekar Kantil ini mendapatkan penjelasan adanya pinjaman modal dengan beban bunga ringan.

"Saya enggak pikir panjang, langsung bikin proposal pengajuan pinjaman modal pakai nama istri saya untuk pinjam Rp200 juta. Uangnya saya belikan 10 ekor sapi Mental dan Limosin," katanya. 

Melalui pinjaman sistem bayar panen, Marsono tidak kesulitan dalam membayar cicilan, karena cicilannya dibuat satu tahun sekali saat masa panen kurban.

 "Kemarin sudah bayar cicilan ditambah jasa Rp100 jutaan lebih,  tinggal setengahnya tahun depan. Ya, sedikit-sedikit sudah terkumpul buat lunasin," timpal Sarjilah.

Sebelum ada modal pinjaman, mereka hanya mampu memelihara maksimal tiga ekor sapi, karena minim modal. Ditambah pengeluaran biaya perawatan, untung yang didapat hanya cukup untuk membeli bakal sapi untuk dipelihara kembali. 

Kelompok Sekar Kantil  yang diketuai Suparti, juga menggagas pelatihan peternak sapi, dimana kegiatannya mendapat bantuan hibah dari Pertamina.

Marsono pun mendapatkan manfaat pelatihan tersebut sebagai Mitra Binaan Pertamina. 

“Menjadi Mitra Binaan Pertamina itu meringankan kami bagi peternak yang sulit mengakses modal. Prosesnya cepat kalau syaratnya lengkap dan jasanya kecil. Kami juga dapat banyak pelatihan,”kata Marsono.

Region Manager Communication Relations & CSR Sumbagsel Dewi Sri Utami menyatakan bahwa Pertamina memberikan program kemitraan bagi usaha kecil dimana informasinya bisa didapat dengan mengunjungi website Pertamina di www.pertamina.com/id/program-kemitraan.

"Pertamina terus mendukung pengembangan UMKM mitra binaan agar tumbuh menjadi pelaku usaha yang tangguh, kuat dan mandiri. Pertamina secara rutin melakukan pendampingan dan meningkatkan kompetensi para mitranya melalui workshop, seminar, sertifikasi, dan bentuk lain, dimana di wilayah Lampung mereka didampingi melalui Rumah Kreatif BUMN dibawah naungan Pertamina,”jelas Dewi.

Selain Marsono, ada 122 UMKM yang bergerak di bidang usaha peternakan, pertanian, perikanan, jasa dan lain-lain di Desa  Astomulyo yang telah mendapatkan pinjaman kemitraan dari Pertamina. 

Total dana pinjaman yang digulirkan mencapai Rp20 miliar hingga tahun 2020.

Harapannya kisah sukses Marsono akan menular ke UMKM lain sehingga  mereka naik kelas menuju usaha mandiri.