Diduga sebarkan hoaks obat COVID-19, musisi Anji dilaporkan ke Polda Metro Jaya

id polda metro jaya,anji,youtube

Diduga sebarkan hoaks obat COVID-19, musisi Anji dilaporkan ke Polda Metro Jaya

Ketua Umum Cyber Indonesia, Muannas Alaidid perlihatkan surat laporan polisi terhadap Musisi Erdian Aji Prihartanto alias Anji dan Hadi Pranoto terkait dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks obat COVID-19 di Mako Polda Metro Jaya, Senin (3/8/2020). ANTARA-HO-Ist

Nah, ini kan sangat merugikan pihak rumah sakit, sebagaimana kita ketahui rapid dan swab itu bisa menyentuh ratusan ribu bahkan jutaan rupiah, katanya
Jakarta (ANTARA) - Musisi Erdian Aji Prihartanto alias Anji dan Hadi Pranoto dilaporkan oleh Cyber Indonesia ke Polda Metro Jaya terkait dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks obat COVID-19 melalui kanal YouTube dunia Manji.

"Kami datang untuk melapor ke kepolisian di SPKT Polda Metro Jaya berkaitan dengan dugaan tindak pidana menyebarkan berita bohong oleh channel Youtube milik Anji," kata Ketua Umum Cyber Indonesia, Muannas Alaidid di Mako Polda Metro Jaya, Senin.

Selain Anji, Cyber Indonesia juga melaporkan Hadi Pranoto yang mengklaim sebagai pembuat herbal antibodi COVID-19 dalam wawancara di Youtube Anji.

Baca juga: Biofarma: Uji klinis di Indonesia dimaksudkan untuk percepat penemuan vaksin COVID-19

"Dua-duanya (kita laporkan). Pertama Anji, karena sebagai pemilik akun yang menyebarkan dan Hadi Pranoto yang menyatakan berita bohong itu," ujar Muannas.

Muannas menjelaskan konten yang ditayangkan di kanal Youtube Anji pada Sabtu, 1 Agustus 2020 tersebut telah memicu polemik di tengah masyarakat. Dia menilai klaim Hadi Pranoto yang dihadirkan dalam konten mendapat banyak tentangan oleh akademisi, ilmuwan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, influencer dan masyarakat luas.

Dia juga membahas pernyataan Hadi yang dinilai menuai polemik. Pertama, soal tes cepat dan dan tes usap COVID-19. Hadi mengaku memiliki metode uji yang jauh lebih efektif dengan harga Rp10.000 hingga Rp20.000 menggunakan teknologi digital.

"Nah, ini kan sangat merugikan pihak rumah sakit, sebagaimana kita ketahui rapid dan swab itu bisa menyentuh ratusan ribu bahkan jutaan rupiah," katanya.

Baca juga: Indonesia kembangkan vaksin COVID-19 bersama Korsel selain dengan China

Muannas menilai pernyataan Hadi berpotensi menimbulkan anggapan bahwa ada pihak yang mengambil keuntungan dari tes cepat dan tes usap tersebut.

"Itu menyebabkan berita bohong dan menimbulkan kegaduhan, polemik dari berbagai kalangan. Nah itu yang saya kira profesor Hadi Pranoto itu dapat diminta pertanggungjawaban berdasarkan Pasal 14, Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang larangan berita bohong," ungkap Muannas.

Muannas kemudian mengatakan Anji bisa saja dijerat dengan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) lantaran konten Youtube Anji yang diduga mengandung berita bohong.

Lebih lanjut, Muannas menyebut klaim Hadi soal penemuan obat COVID-19 kontraproduktif dengan upaya pemerintah untuk menekan pandemi COVID-19 di Tanah Air.

"Jangan sampai masyarakat percaya bahwa obatnya sudah dianggap ketemu, kemudian orang tidak menggunakan masker, tidak physical distancing atau tidak mengikuti proses. Sementara pemerintah berjuang habis-habisan untuk menurunkan curva covid-19 yang semakin menimbulkan banyak korban," tutur dia.

Baca juga: Jubir Satgas COVID-19: Vaksin ditargetkan diproduksi tahun 2021

Dalam laporan tersebut Cyber Indonesia menyertakan barang bukti berupa transkrip percakapan wawancara Anji dengan Hadi Pranoto, tangkap layar wawancara di youtube dan satu buah flashdisk berisi video..

Laporan Muannas telah diterima oleh Polda Metro Jaya dengan nomor LP/4538/VIII/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ, tanggal 3 Agustus 2020, adapun pasal yang dipersangkakan adalah Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Jo Pasal 45a Undang-Undang RI Nomor 19 tahun 2016 dan atau Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.