Diduga pakai helikopter mewah, Ketua KPK dilaporkan ke dewan pengawas

id DEWAS KPK, SJAMSUDDIN HARIS, FIRLI BAHURI, MAKI

Diduga pakai helikopter mewah, Ketua KPK dilaporkan ke dewan pengawas

Anggota Dewas KPK Sjamsuddin Haris. (Antara/Benardy Ferdiansyah)

Sudah, dalam proses, ucap Albertina
Jakarta (ANTARA) - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menindaklanjuti laporan dari Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) terkait dugaan Ketua KPK Firli Bahuri menggunakan helikopter mewah saat perjalanan dari Palembang ke Baturaja, Sumatera Selatan, Sabtu (20/6).

Anggota Dewas KPK Sjamsuddin Haris saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu mengatakan laporan tersebut sudah diterima Dewan Pengawas KPK.

"Sesuai tugas dewas seperti diamanatkan Pasal 37B ayat (1) huruf d UU KPK yang baru, semua laporan pengaduan masyarakat terkait dugaan pelanggaran etik oleh pimpinan dan pegawai KPK akan ditindaklanjuti oleh Dewas," kata dia.

Baca juga: KPK panggil sembilan saksi kasus suap PT Dirgantara Indonesia

Selanjutnya, ia menyatakan Dewas KPK tentu akan mempelajari dan mengumpulkan bukti serta fakta terlebih dahulu atas laporan tersebut.

Hal sama juga diungkapkan Anggota Dewas KPK lainnya Albertina Ho yang mengatakan laporan MAKI tersebut sedang dalam proses. "Sudah, dalam proses," ucap Albertina.

Sebelumnya, Koordinator MAKI Boyamin Saiman telah menyampaikan surat kepada Dewan Pengawas KPK berisi aduan dugaan pelanggaran kode etik oleh Firli atas penggunaan helikopter mewah tersebut.

Baca juga: Terlibat uang "ketok palu", KPK tahan tiga mantan anggota DPRD Jambi

Aduan MAKI tersebut adalah yang kedua di mana dalam aduan pertama diduga Firli melanggar protokol COVID-19 karena tidak menggunakan masker dan tidak menjaga jarak ketika bertemu puluhan anak-anak di Baturaja, Sumsel.

Adapun inti surat yang dikirim ke Dewas KPK tersebut bahwa pada Sabtu (20/6), Firli melakukan perjalanan dari Palembang ke Baturaja untuk kepentingan pribadi keluarga, yakni ziarah ke makam orangtuanya.

Perjalanan tersebut menggunakan sarana helikopter milik perusahaan swasta dengan kode PK-JTO. Hal tersebut, kata Boyamin, bertentangan dengan kode etik pimpinan KPK yang dilarang bergaya hidup mewah.