KPK panggil tujuh saksi kasus proyek fiktif PT Waskita Karya

id WASKITA KARYA, FATHOR RACHMAN, YULY ARIANDY SIREGAR, JAROT SUBANA

KPK panggil tujuh saksi kasus proyek fiktif PT Waskita Karya

Logo KPK. ANTARA/Benardy Ferdiansyah

Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa, memanggil tujuh saksi dalam penyidikan kasus korupsi pelaksanaan pekerjaan subkontraktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya.

"Tujuh orang dipanggil sebagai saksi untuk tersangka FR (Fathor Rachman/mantan Kepala Divisi ll PT Waskita Karya)," ucap Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Ia menyebutkan nama ketujuh saksi itu, yaitu Direktur Utama PT Waskita Beton Precast Jarot Subana, Kabag Marketing PT Waskita Karya Agus Prihatmono, dokter Wisnu Wardana, direktur utama atau staf lain yang ditunjuk di PT Pembangunan Persero, Direktur MER Engineering Ari Prasodo, serta dua notaris masing-masing Jelly Eviana dan Zarius Yan.

Selain Fathor, KPK juga telah menetapkan mantan Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya Yuly Ariandi Siregar sebagai tersangka.

Fathor, Yuly, dan kawan-kawan diduga menunjuk beberapa perusahaan subkontraktor untuk melakukan pekerjaan fiktif pada sejumlah proyek konstruksi yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya.

Sebagian dari pekerjaan tersebut diduga telah dikerjakan oleh perusahaan lain namun tetap dibuat seolah-olah akan dikerjakan oleh empat perusahaan subkontraktor yang teridentifikasi sampai saat ini.

Diduga empat perusahaan tersebut tidak melakukan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak.

Atas subkontrak pekerjaan fiktif itu, PT Waskita Karya selanjutnya melakukan pembayaran kepada perusahaan subkontraktor tersebut.

Selanjutnya, perusahaan-perusahaan subkontraktor tersebut menyerahkan kembali uang pembayaran dari PT Waskita Karya kepada sejumlah pihak, termasuk dugaan untuk kepentingan pribadi Fathor Rachman dan Yuly Ariandi Siregar.

Dari perhitungan sementara dengan berkoordinasi bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, diduga terjadi kerugian keuangan negara setidaknya sebesar Rp186 miliar.