Jakarta (ANTARA) - Gegara virus Corona terjadi perubahan perilaku umat manusia di segenap pelosok planet bumi. Semula naluri peradaban manusia lebih bersifat sosial ketimbang individual.
Tergerak oleh naluri sosial, maka umat manusia secara membentuk Gemeinschaft (kebersamaan) sebagai landasan Gesselschaft (kemasyarakatan). Cita-cita terluhur bangsa Indonesia juga bukan insan adil dan makmur tetapi masyarakat adil makmur.
Semangat kebersamaan juga jelas tersirat dan tersurat pada sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Gotong-royong juga jelas merupakan suatu bentuk kebersamaan ketimbang kesendirian.
Pendek kata derap laju langkah peradaban senantiasa lebih cenderung komunal ketimbang individual demi menghadirkan kebersamaan sebagai pengejawantahan naluri sosial umat manusia.
Maka wajar bahwa naluri sosial membentuk perilaku manusia untuk hidup secara berkelompok demi secara ragawi saling berdekatan dengan sesama manusia.
Namun, mendadak pada tahun ke 20 abad ke-21 terjadi suatu prahara kaliber dahsyat yang drastis mengubah perilaku manusia.
Demi memutus mata-rantai penularan virus COVID-19 yang ganas merusak kesehatan bahkan mencabut nyawa manusia, dianjurkan agar sesama manusia secara ragawi jangan berdekatan dengan sesama manusia.
Di masa kini, makna peribahasa Jauh Di Mata, Dekat Di Hati menjadi relevan bagi perjuangan umat manusia melawan angkara murka wabah virus Corona.
Dahsyat
Ukuran ragawi virus Corona sangat mikroskopis sehingga tidak kasat mata. Virus Corona hanya bisa dilihat mata manusia dengan bantuan mikroskop elektron berdaya-lihat supra tajam.
Namun, ternyata daya binasa virus Corona luar biasa kecil itu luar biasa destruktif jauh melebihi daya-binasa makhluk hidup berukuran raksasa bengkak paling gigantis pun.
Daya binasa makin dahsyat karena penyakit yang disebabkan oleh virus Corona tergolong jenis penyakit menular. Daya binasa virus Corona sedemikian dahsyat sehingga hanya bisa ditanggulangi dengan sekaligus dua cara pamungkas.
Di satu sisi manusia harus menjaga kejauhan ragawiah demi tidak saling menularkan virus Corona yang sangat menular itu.
Namun di sisi lain, manusia harus mengimbangi kejauhan ragawiah dengan kedekatan batiniah demi menjalin kesatuan dan persatuan batiniah umat manusia dalam bersama menghadapi angkara murka Covid-19 yang memang mustahil ditangani secara seorang diri saja.
Sementara physical distancing menjauhkan raga manusia satu dengan lain-lainnya maka spiritual converging mendekatkan batin manusia satu dengan lain-lainnya.
Kejauhan ragawiah dan kedekatan batiniah merupakan perpaduan energi peradaban terdiri dari dua unsur saling berbeda, namun apabila dipersatukan secara arif dan bijaksana potensial menjadi suatu daya kesaktian mandraguna dahsyat mampu melumpuhkan segenap angkara-murka yang mengancam kehidupan umat manusia di planet bumi yang hanya satu dan satu-satunya ini.
Kemanusiaan
Kedekatan Batiniah rakyat Kuba dengan rakyat China menyemangati para dokter dan perawat Kuba untuk mempertaruhkan nyawa demi datang langsung ke Republik Rakyat China membantu perjuangan rakyat China melawan angkara murka COVID-19 yang sedang merajalela di daratan China.
Misi pengorbanan kemanusiaan tanpa pamrih para Pahlawan Kesehatan Kuba kemudian juga datang ke Italia demi membantu rakyat Italia berperang melawan COVID-19 membuktikan Kedekatan Batiniah rakyat Kuba dengan rakyat Italia secara lintas batas politik dan ideologi saling berseberangan.
Demikian pula Kedekatan Batiniah rakyat China dengan Italia terejawantahkan menjadi kenyataan lahiriah pada tanggal 22 Maret 2020 ketika brigade kesehatan RRC terbang dari Beijing ke Milan untuk mendukung rakyat Italia memerangi virus Corona.
Tak ketinggalan para Pahlawan Kesehatan Rusia mempertaruhkan nyawa dengan terjun langsung ke gugus terdepan medan pertempuran melawan virus Corona di mancanegara.
Pemerintah RRC melalui Duta Besar RRC di Jakarta menawarkan bantuan peralatan medis kepada pemerintah Indonesia demi menumpas angkara murka COVID-19.
Sementara belum terdengar berita tentang Amerika Serikat mengirimkan tim kesehatan dan peralatan medis ke negara mana pun juga. Mungkin akibat rendah hati, maka Donald Trump sengaja merahasiakannya sebab tidak mau menyombongkan Amerika Serikat sebagai negeri berperi kemanusiaan. Mungkin.
Baca juga: Jaya Suprana Dengan Angklungnya
Energi peradaban
Sementara kejauhan ragawi terpaksa dijabarkan demi memutus mata rantai penularan virus Corona yang telah berhasil membinasakan puluhan ribu manusia di berbagai pelosok marcapada maka kedekatan batiniah mempersatukan segenap mata rantai upaya manusia menumpas virus Corona.
Kedekatan Batiniah mempersatukan segenap energi peradaban seluruh bangsa di dunia dalam bentuk mulai dari semangat, budi pekerti, kearifan, pengobatan dan obat tradisional, makanan sampai teknologi medis termutakhir demi menyelamatkan umat manusia dari kepunahan akibat angkara murka penyakit menular.
Virus Corona terlalu digdaya dan ganas untuk bisa ditaklukkan hanya oleh satu bangsa saja. Tidak ada manusia yang paling berkuasa di planet bumi ini mampu secara seorang diri menghadapi Covid-19.
Donald Trump, Xi Jinping, Vladimir Putin, Boris Johnson, Angela Merkel, Joko Widodo, Luhut Binsar Panjaitan, Prabowo Subianto juga tidak mampu.
Demi membinasakan virus Corona dibutuhkan Kedekatan batiniah segenap bangsa di dunia demi mempersatukan segenap energi peradaban umat manusia. Pada hakikatnya makna Kejauhan Ragawi, Kedekatan Batiniah selaras peribahasa Jauh Di Mata, Dekat Di Hati.*
*) Jaya Suprana adalah seniman dan budayawan, pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan
Jauh di mata, dekat di hati gegara Corona
Gotong-royong juga jelas merupakan suatu bentuk kebersamaan ketimbang kesendirian.