Ahli ingatkan pemerintah akan "ledakan" COVID-19 apabila tidak tegas

id Outbreak corona,ancaman corona,physical distancing,penanganan corona,virus corona,corona,covid-19,2019-ncov,novel corona

Ahli ingatkan  pemerintah akan "ledakan"  COVID-19 apabila tidak tegas

Ahli epidemiologi dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat Defriman Djafri Ph.D. (ANTARA/Istimewa)

Jakarta (ANTARA) - Ahli epidemiologi dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat Defriman Djafri Ph.D mengingatkan ancaman "outbreak" COVID-19 di Tanah Air apabila pemerintah tidak tegas dalam memutus mata rantai penularan.

"Siap-siap saja akan menjadi outbreak yang luar biasa kalau pemerintah tidak tegas dalam pembatasan kontak fisik atau physical distancing," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Ia memperkirakan apabila tidak ada tindakan tegas, maka puncak penularan diperkirakan terjadi pada awal-awal bulan puasa atau saat masyarakat berbondong-bondong mudik Lebaran ke kampung halaman masing-masing.

Ditambah pula pada saat bulan puasa sistem imun tubuh seseorang lebih cenderung menurun sehingga mudah terjangkit penyakit termasuk virus corona penyebab COVID-19.

Terkait pembatasan sosial berskala besar apakah bisa memutus mata rantai penularan, Djafri hanya menilai physical distancing atau pembatasan jarak fisik antarindividu cukup efektif bila diterapkan dengan benar.

"Di China itu studi yang sudah dilakukan pada minggu pertama turun 66 persen," katanya.

Kemudian pada minggu kedua setelah karantina wilayah diterapkan angkanya turun mencapai 86 persen. Terakhir mencapai 95 persen. Keberhasilan itu, ujar dia, harus disertai kedisiplinan masyarakat pula dan ketegasan pemerintah dalam mengontrol kebijakan.

Di Indonesia kebijakan untuk melakukan karantina wilayah mungkin masih mempertimbangkan ekonomi, politik dan sebagainya.

Meskipun demikian, ujar dia, prinsip "human capital" menjadi penting untuk diperhatikan.

"Penduduk suatu negara ini menjadi penting dari pada yang dihasilkan oleh negara itu sendiri," katanya.

Sebab, ujar dia, bagaimana negara ini akan dijalankan sementara rakyatnya sakit atau meninggal karena terinfeksi COVID-19 sehingga hal tersebut harus jadi pertimbangan presiden.