Perkiraan IDEAS bila pemerintah tetap lunak atasi COVID-19

id COVID-19,lunak,pemerintah lunak,penanganan corona,virus corona,corona,covid-19,2019-ncov,novel coronavirus 2019

Perkiraan IDEAS bila pemerintah tetap lunak atasi COVID-19

Foto aerial perempatan Alun-alun yang lengang pascakebijakan "local lockdown" di Kota Tegal, Jawa Tengah, Jumat (27/3/2020). Pemerintah Kota Tegal akan mempertimbangkan kebijakan "local lockdown" dan akan mengganti dengan kebijakan penutupan sejumlah akses jalan sebanyak 50 titik, akibat menuai kontroversi dari Pemerintah pusat maupun Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/ama.

Jakarta (ANTARA) - Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memproyeksikan bila Pemerintah Pusat atau Daerah tetap memberi tindakan lunak, jumlah kasus infeksi COVID-19 akan menembus 2.000 kasus pada hari ke-35 (5 April 2020), 10.000 kasus pada hari ke-50 (20 April 2020 / Menjelang Bulan Ramadhan 24 April 2020), bahkan akan menembus 50.000 kasus pada hari ke-61 (1 Mei 2020).

“Berdasarkan pola penggandaan di berbagai negara, kasus infeksi COVID-19 mengalami ledakan eksponensial ketika di masa awal pandemi tidak dilakukan tindakan-tindakan tegas untuk menahan mobilitas dan interaksi orang yang masif. Proyeksi mengkhawatirkan ini mengharuskan adanya perubahan kebijakan yang drastis untuk menahan ledakan jumlah korban dan ini harus dilakukan secepatnya," ujar Direktur IDEAS Yusuf Wibisono berdasarkan rilis yang diterima ANTARA di Jakarta, Sabtu.

Indonesia kini memasuki fase kritis dalam menghadapi pandemi COVID-19, sejak pertama kali secara resmi mengumumkan kasus tersebut.

Per 26 Maret 2020, terdapat 893 kasus positif terinfeksi COVID-19 di Indonesia dengan 78 orang meninggal dunia. Dengan ini, Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat kematian dari kasus infeksi (case fatality rate) tertinggi di dunia, yaitu 8,7 persen.

“Fatality rate (tingkat kematian) Indonesia yang kini 8,7 persen menunjukkan dua kemungkinan yang keduanya merupakan situasi darurat: Sistem kesehatan nasional telah mencapai batas kapasitas-nya, atau ketidaksiapan pemerintah menghadapi dan mendeteksi penyebaran wabah COVID-19. Jika fatality rate di kisaran ‘normal’, dengan asumsi konservatif 3,5 persen, kasus infeksi COVID-19 yang sesungguhnya kini tela mencapai kisaran 2.229 kasus," jelas Yusuf Wibisono.

Hingga kini, tindakan umum Indonesia menghadapi wabah COVID-19 adalah lunak berupa imbauan kerja dari rumah (work from home), jaga jarak fisik (physical distancing), dan restriksi lunak meliburkan sekolah.

Beberapa daerah telah menerapkan restriksi lebih luas seperti menutup tempat wisata, menutup perkantoran, melarang keramaian, hingga pembatasan kegiatan ibadah. Namun tindakan pemerintah daerah ini cenderung sporadis dan tidak terkoordinir.

Yusuf Wibisono menilai, tindakan moderat jangka pendek dan tindakan tegas jangka menengah itu akan mencegah ledakan kasus infeksi COVID-19 secara signifikan (flattening the curve).

Pada hari ke-70 (10 Mei 2020), IDEAS memproyeksikan dengan tindakan moderat kasus infeksi COVID-19 berada di kisaran 110 ribu kasus, namun dengan tindakan tegas dapat ditekan hingga kisaran 30 ribu kasus.

“Tindakan ini akan menjadi tidak berguna jika terlambat dilakukan. Dengan pola saat ini, tanpa perubahan kebijakan, kasus infeksi COVID-19 akan menembus 200 ribu kasus pada hari ke-70," kata pimpinan lembaga think tank Dompet Dhuafa tersebut.

IDEAS melihat bahwa kondisi saat ini sudah memenuhi kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat. Yusuf mengatakan IDEAS mendorong pemerintah pusat secepatnya mengambil tindakan tegas sesuai UU No. 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Dalam jangka pendek (satu pekan), IDEAS merekomendasikan: (i) Menetapkan Karantina Total Jabodetabek, Karantina Jakarta saja tidak memadai, karena telah bersatunya aktivitas warga Jabodetabek, dan (ii) Menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Jawa di luar Jabodetabek, terutama melarang aktivitas mudik/pulang kampung.

“Dalam jangka menengah (dua hingga tiga pekan), kami merekomendasikan: satu menetapkan Karantina Pulau Jawa secara total. Dengan kepadatan penduduk Jawa di kisaran 1.100 jiwa per Kilometer persegi, lima kali lipat lebih padat dari Italia, menjadi krusial membatasi aktivitas Jawa secara masif. Pembatasan Sosial Berskala Besar di Wilayah Indonesia selain Jawa. Dua, Meski kepadatan penduduk luar Jawa rendah, namun karena penyebaran wabah telah meluas di hampir seluruh wilayah, tetap dibutuhkan pembatasan sosial berskala besar untuk menekan penyebaran di luar Jawa," kata Yusuf Wibisono.