Jubir Yurianto sebut "rapid test" berbasis reaksi serologis, gunakan sampel darah

id Rapid test,penanganan corona,virus corona,corona,covid-19,2019-ncov,novel coronavirus 2019

Jubir Yurianto sebut "rapid test" berbasis reaksi serologis, gunakan sampel darah

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto menyampaikan keterangan pers di Graha BNPB, Jakarta, Minggu (22/3/2020). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/aww.

Hasil negatif (rapid test) tidak memberikan jaminan bahwa yang bersangkutan tidak sedang sakit (terinfeksi COVID-19)
Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara (Jubir) Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto mengatakan deteksi dini penyebaran COVID-19 dengan rapid test berbasis pada reaksi serologis untuk mengukur kadar antibodi dari munculnya virus.

Rapid test, menurut dia, juga dilakukan menggunakan sampel darah, berbeda dengan test swab yang mengambil sampel sampel lendir di hidung dan tenggorokan.

"Hasil negatif (rapid test) tidak memberikan jaminan bahwa yang bersangkutan tidak sedang sakit (terinfeksi COVID-19)," ujar Yuri di Gedung BNPB Jakarta, Senin.

Yuri menjelaskan sudah tentu tidak setiap infeksi virus langsung direspon dengan kemunculan antibodi pada hari yang sama saat virus itu menginfeksi tubuh.

"Dibutuhkan waktu beberapa hari sejak infeksi itu terjadi agar antibodi muncul agar bisa terdeteksi," kata Yuri.

Oleh karena itu, pada saat pemeriksaan rapid test menunjukkan hasil negatif, bisa saja sebenarnya negatif karena antibodi belum terbentuk. Sebab, infeksinya baru berlangsung kurang dari tujuh hari.

Baca juga: DPR pastikan "rapid test" sumbangan fraksi, tak pakai dana APBN

Karena itu, langkah berikutnya dilakukan pemeriksaan ulang setelah hari ketujuh sampai dengan hari kesepuluh untuk diukur kembali antibodi orang dalam pemantauan (ODP) tersebut.

"Manakala hasilnya masih negatif, Mungkin saja saat ini sedang tidak terinfeksi," kata Yuri.

Tapi perlu diingat bahwa setiap orang masih belum memiliki kekebalan tubuh untuk tidak terinfeksi COVID-19.

Oleh karena itu, sikap hati-hati menjadi penting. Pemerintah mengantisipasi agar menghindari paparan langsung dengan penderita COVID-19.

"Ini kemudian landasan kegiatan untuk membatasi diri, melaksanakan isolasi diri termasuk mengatur jarak fisik dalam konteks berkomunikasi dengan siapapun," kata Yuri.

Yuri menjelaskan kalau hasil positif itu juga perlu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan kedua atau pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR), yaitu pemeriksaan secara molekuler menggunakan sampel usapan lendir dari hidung atau tenggorokan.
Baca juga: DPR pastikan "rapid test" sumbangan fraksi, tak pakai dana APBN

Apabila pemeriksaan dengan cara ini menyatakan positif maka sudah dapat dipastikan yang bersangkutan dikatakan terinfeksi COVID-19.

"Ini penting karena kita harus meyakini pemeriksaan cara cepat yang pertama dan kemudian memberikan hasil negatif tidak memberi jaminan bahwa yang bersangkutan tidak berkondisi sakit," kata Yuri.
Baca juga: Sebanyak 575 anggota DPR akan lakukan tes cepat COVID-19