Perempuan mogok lawan penindasan wujudkan kedaulatan

id Aliansi Perempuan Lampung,Women Day

Perempuan mogok lawan penindasan wujudkan kedaulatan

Aliansi Perempuan Lampung Menggelar aksi Long march dari Jalan Radin Inten ke Tugu Adipura Kota Bandarlampung memperingati Women Day Internasional, Minggu (8/3/2020) (ANTARA/Dian Hadiyatna)

Bandarlampung (ANTARA) -

Aliansi perempuan Lampung menggelar aksi long march untuk memperingati  Women Day Internasional yang jatuh pada tanggal 8 Maret setiap tahunnya dengan tema "Perempuan Mogok Lawan Penindasan, Wujudkan Kedaulatan".

"Kami berpendapat aksi mogok perempuan ini penting bagi kaum hawa dimana kita harus bisa menyuarakan situasi penindasan oleh negara di berbagai sektor," kata Koordinator Lapangan Aksi tersebut, Armayanti Sanusi, di Bandarlampung, Minggu.

Ia mengungkapkan bahwa ketertindasan perempuan saat ini dapat dilihat dari adanya kekerasan sistematis yang dilakukan oleh negara yang juga hal itu tidak terlepas dari budaya atau praktik - praktik patriarki yang masih kental diadopsi oleh masyarakat.

Berbagai situasi kekerasan tersebut tidak hanya memberikan dampak yang lebih berat dan berlapis bagi perempuan, tetapi juga semakin menghilangkan kedaulatan, akses dan kontrol perempuan terhadap hidup dan sumber kehidupannya.

"Tidak hanya itu, Perempuan yang berjuang untuk mempertahankan kedaulatannya juga harus berhadapan secara langsung dengan berbagai intimidasi dan tindakan kekerasan di berbagai kondisi tertentu," katanya.

Dia menjelaskan kriminalisasi terjadi pada perempuan saat ini di berbagai konteks yang menimbulkan ketidakadilan berlapis, termasuk di antaranya stigma dan diskriminasi yang jauh lebih berat dibandingkan laki-laki. 

Kemudian, lanjutnya, peran perempuan yang dilekatkan sebagai penjaga keluarga dan komunitas juga mengalami beban dan ketidaksetaraan. Dimana seharusnya peran laki-laki maupun perempuan dapat perlakuan sama baik dalam pekerjaan maupun rumah tangga.

"Negara kita seakan “tuman” dengan memproduksi kebijakan yang tidak diperlukan seperti RUU Ketahanan Keluarga, Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja (CILAKA), dan lain sebagainya," tegasnya.

Ia menegaskan kembali bahwa tindakan negara yang semakin represif dengan mengeluarkan kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat terlebih perempuan telah sejalan dengan penghancuran demokrasi dalam berbagai bentuk.

"Padahal ada kebijakan yang lebih penting yang harus disahkan oleh negara RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, maupun RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender, ketimbang memproduksi RUU yang tidak bermanfaat sama sekali bagi perempuan," jelasnya.