Atraksi "Kiu" pada puncak perayaan Imlek di kota Sungai Pakning

id pemkab bengkalis,Imlek,kota Sungai Pakning,Kiu

Atraksi "Kiu" pada puncak perayaan Imlek di kota Sungai Pakning

Atraksi Kiu meriahkan perayaan imlek ke 2571/2020 dikota Sungai Pakning.(Alfisnardo)

Bengkalis (ANTARA) -
Kiu adalah tandu yang digoyang ke kiri dan kanan, sebuah tradisi  yang selalu ditampilkan saat memperingati hari ulang tahun Dewa Ching Cui Co Se itu. Kiu dahulunya digunakan sebagai tandu untuk membawa raja atau pejabat dan orang-orang kaya, dan diangkat oleh orang-orang pilihan dengan cara meletakkan beban di bahu.

"Permainan Kiu ini merupakan salah satu permainan tradisional masyarakat Tionghoa dalam perayaan pawai Imlek, hususnya di Kota Pakning, " ujar Sumantri Santoso, Ketua Kelenteng Hock Hian Kiong

Puncak perayaan Imlek 2571/2020 atau perayaan hari keenam di Kota Sungai Pakning, Kabupaten Bengkalis, Riau, berlangsung meriah dengan atraksi Kiu yang menjadi salah satu tontonan menarik bagi masyarkat pada ritual tahunan (Cue Lak), Kamis.

Akan tetapi, dalam peryaan pawai Imlek ini Kiu ini dibuat kecil dan di dalamnya diletakkan salah satu patung dewa sebagai simbol keberkatan dan permainan ini sudah menjadi sebuah tradisi dalam peryaan imlek setiap tahunnya.

"Permainannya dilakukan oleh empat orang, dua di bagian belakang dan dua di depan. Bagi yang tidak kuat menahan goyangan akan kalah dan permainan ini dilakukan secara bergantian bagi yang ingin melakukan, " kata Sumantri yang akrab di sapa Ahwat ini.

Dalam atraksinya, kata Ahwat, permainan Kiu ini, empat orang yang memikul bertanding kekuatan ketika Kiu digoyang ke arah kiri dan ke kanan. Peserta harus kuat menahan goyangan yang berada di pundak dari peserta lainnya dan yang kalah pasti akan terjatuh karena tidak tahan menahan beban Kiu yang digoyang tersebut.

"Jenis Kiu lainnya ada juga dibawa hanya oleh dua orang dan Kiu ini agak lebih kecil dari ukuran Kiu yang dibawa oleh empat orang, tetapi cara permainannya tetap sama," ucapnya.

Sebelum pawai dimulai, terlebih dahulu dilakukan ritual di Kelenteng Hock Hian Kiong, diiiringi bunyi genderang dan alat musik lainnya yang dimainkan sejumlah anak-anak Tionghoa.

"Satu per satu peserta dirasuki roh dewa dan ritual dimulai dengan cara menekan mulut dengan besi dari berbagai ukuran, dan ada juga yang memukulkan pedang ke badan mereka," ujar Ateng Liong, salah seoarang panitia perayaan imlek.

Setelah ritual selesai, peserta pawai kemudian diarak menuju Kota Pakning. dengan iringan bunyi petasan yang dipasang peserta di sepanjang jalan menuju tempat perayaan.

Dalam pawai tersebut, peserta membawa sejumlah atribut bendera dari berbagai bentuk dan peserta yang dirasuki roh dewa berjalan sambil diiringi suara genderang. Bahkan, ada juga peserta yang membawa tandu yang biasa disebut Kiu yang di dalamnya ada patung dewa.

Sesampainya arakan di Jalan Sudirman, Kota Pakning, tepatnya di depan Hotel Wisata, dilakukan ritual sembahyang yang dipimpin oleh seorang tangkie atau biasa disebut pimpinan dewa.

"Ritual oleh masyarakat Tionghoa tersebut menjadi kesempatan untuk meminta berkah kepada dewa mereka dengan memegang dupa sebagai simbol permintaan," kata Ateng.

Camat Bukit Batu Taufik Hidayat mendukung khazanah kebudayaan di Indonesia, salah satunya perayaan Cue Lak yang dilakukan oleh masyarakat Tiongha di Sungai Pakning dalam menyambut tahun baru Imlek.

"Kegiatan ini merupakan cermin toleransi di Kecamatan Bukit Batu berjalan dengan baik, dan saya selalu mendukung kegiatan ini," katanya.

Taufik juga berharap, perayaan tahun baru Imlek ini dapat dijadikan kegiatan ritual dan atraksi tersebut menjadi wisata religi yang akan terus dipertahankan.

"Masyarakat Tiongha di Kecamatan Bukit Batu sudah berbaur dengan masyarakat tempatan dan kegiatan ini hendaknya dapat dijadikan aset budaya di Kecamatan Bukit Batu," ujarnya.