Harimau Sumatera dibawa dari Muara Enim ke Lampung masih perlu observasi

id Lampung, sumatera selatan, harimau sumatera, twnc

Harimau Sumatera dibawa dari Muara Enim ke Lampung masih perlu observasi

Proses evakuasi harimau sumatera di Muaraenim, Sumatera Selatan, Selasa (21/1/2020). (ANTARA/HO/2019)

Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Lahat, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumsel Martialis Puspito mengatakan harimau sumatera ini berjenis kelamin jantan.
Pesisir Barat (ANTARA) - Seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang ditranslokasi dari Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan (Sumsel) ke Lampung diduga selama ini berkonflik dengan warga sekitar hutan di sana, masih perlu dilakukan observasi secara individual.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Lahat, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumsel Martialis Puspito mengatakan harimau sumatera ini berjenis kelamin jantan. 
 
"Harimau ini sudah dewasa atau belum dapat dilihat dari gigi dan besar tubuhnya," kata Martialis Puspito, di Bandarlamphng, Rabu. 
 
Menurutnya, harimau sumatera ini sementara akan dilakukan observasi secara individual. Hasil pemeriksaan dari tim teknis nanti yang menentukan seberapa lama harimau liar ini perlu menjalani proses observasi.
 
Selain itu, observasi ini nantinya akan dilakukan oleh dokter hewan dan tim yang ada di Tambling Wildlife Conservation Center (TWNC). Setelah itu baru akan di ketahui apakah hewan ini yang melakukan mangsa kepada korban yang ada di Muara Enim atau bukan. 
 
"Hasil observasi dan pengecekan nanti yang akan menentukan. Apakah hewan ini yang memangsa enam korban ini atau tidak. Semua akan di lakukan pengecekan secara detail," katanya 
 
Martialis menjelaskan, penangkapan satwa liar dikenal buas dan termasuk hewan langka di dunia itu, dilakukan di Desa Pelakat, Kecamatan Semendo Darat Ulu, Kabupaten Muara Enim, Sumsel. Penangkapan atas dasar laporan masyarakat, mengingat adanya sejumlah warga menjadi korban diduga dimangsa harimau yang ada di wilayah tersebut. 
 
"Kami memantau dari 15 November 2019. Kita pantau di tiga kabupaten, satu kota. Kita pelajari, kita pastikan, secara individu, kan memang belum tertangkap di camera trap. Tapi secara karakter pergerakannya, ada kemiripan. Sudah kita pantau sejak kejadian di Tugu Rimau yang kena cakar. Habis itu tanggal 17 November, ada juga yang meninggal. Kita ikuti terus sampai Muara Enim," ujarnya lagi.
 
Selanjutnya, dari konsentrasi pergerakannya yang terlihat di situ terus. Dua-tiga hari, mendekat ke permukiman. Karakternya dilihat mirip, dan langsung dilakukan pemasangan perangkap. 
 
Namun dia menegaskan, secara individunya belum bisa dipastikan, karena masih dalam tahap pengawasan oleh tim yang ada di lapangan. 
 
Mengenai liar atau tidaknya, menurutnya harimau sumatera ini harus tetap dilindungi, karena jumlah popilasinya sangat sedikit, dan bila ini dibiarkan akan diburu oleh manusia sehingga terancam punah. 
 
"Hewan tersebut tetap dilindungi, tetapi untuk memonitor itu kan perlu konsentrasi dan dukungan mitra ya. Itu yang sedang kita upayakan ke depan. Jadi orang mulai peduli dengan harimau sumatera, khususnya di Sumatera Selatan," ujarnya lagi.
 
Menurutnya, peran pemerintah daerah seperti provinsi dan kabupaten juga harus terbangun dengan rapi, karena itu bukan hanya tanggung jawab dari BKSDA, tetapi semua pihak ikut tergabung di dalamnya. Hanya saja pemerintah memiliki keterbatasan terutama untuk memonitor harimau. 
 
Mengenai ada wilayah jelajah harimau itu sudah menjadi permukiman warga, menurutnya akan dilakukan pengecekan ke lapangan, karena itu kan dari degradasi kawasannya. "Kalau dari harimaunya, spesies sendiri, tentunya ada dukungan mitra. Kalau dari kawasannya, nanti sebenarnya ke arah yang tidak ada permukiman warganya," katanya lagi. 
 
Martialis mengatakan pula bahwa pengelolaan wilayah itu merupakan kewenangan Dinas Kehutanan. 
 
"ya. Kami tentunya memberikan informasi, masukan, terkait kondisi di situ. Kalau mengenai pengelolaannya di KPH. Harimau sumatera untuk saat ini diobservasi dulu. Jadi kita bisa temukan benang merahnya apa. Kami fokus evakuasi dulu, agar supaya ini aman. Kita menghindari yang tidak diinginkan, karena warga sudah banyak yang khawatir, kita segera evakuasi," katanya  lagi.

Sebelumnya, seekor harimau sumatera diduga kerap meneror masyarakat sejak akhir tahun lalu, akhirnya terjebak perangkap yang dipasang BKSDA Sumsel, Selasa (21/1).

Harimau yang ditengarai sudah membunuh lima warga di Muara Enim dan Lahat itu, masuk perangkap dengan umpan kambing di Semendo Darat Ulu, Muara Enim.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Lahat, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumsel Martialis Puspito mengatakan, tertangkapnya harimau tersebut diketahui saat tim mengecek box trap di lokasi tersebut.
"Tim kita sudah melihatnya, ada satu ekor harimau yang tertangkap," kata dia pula.

Diakui Martialis, harimau sumatera itu masuk perangkap yang dipasang tim di Semendo Darat Ulu, Muara Enim. Namun belum dapat dipastikan jenis kelamin harimau yang masuk perangkap tersebut.

"Jenis kelamin belum tahu, tim masih di lapangan," kata dia. Menurut Martialis, perangkap yang dipasang itu baru saja dipindahkan dari Desa
Babatan, Tanjung Agung.

Ada dua unit box trap yang dipindahkan setelah ada informasi harimau berkeliaran di Desa Pelakat, Semendo Darat. "Kita dapat informasi dari tim di lapangan belum bisa mendekat. Ini masih baru saja masuk. Nanti langsung dievakuasi tanpa harus kita bius," katanya lagi.

Harimau itu kemudian dibawa dari Sumsel ke Lampung menggunakan jalan darat, lantas diangkut dengan penerbangan ke kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) di Pesisir Barat, Provinsi Lampung.

TWNC atau Kawasan Pelestarian Alam Satwa Liar Tambling adalah hutan tempat pengembangbiakan alami margasatwa yang hidup liar dan di laut seluas 45.000 hektare bertempat di ujung selatan Pulau Sumatera. Daerah ini adalah wilayah terpencil di Lampung. Kawasan ini dikaryakan pada tahun 1996 serta dikelola dan didanai sekaligus oleh Yayasan Artha Graha Peduli (AGP) sampai tahun 2010. TWNC menjadi bagian dari acara go-green AGP yang merupakan sebuah perjanjian kerja sama antara TWNC dan Yayasan AGP.

Merujuk pada perjanjian kerja sama antara Kementerian Kehutanan Republik Indonesia dan TWNC tertanggal 17 Juli 2008, keseluruhan jangkauan kawasan TWNC yang terbentang seluas 45.000 hektare hutan merupakan bagian dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) seluas 365.000 ha hutan dan memiliki wilayah pelestarian laut seluas 14.082 hektare.
 

Di kawasan ini konservasi harimau sumatera menjadi hal yang paling utama. TWNC sebagai wadah rehabilitasi bagi harimau sumatera untuk selanjutnya dilepas ke alam liar bila telah siap. Sudah ada beberapa harimau yang telah menjalankan rehabilitasi dan dilepas ke alam liar.

TWNC merupakan kawasan pelestarian atau konservasi flora dan fauna. Nama Tambling merupakan perpaduan antara Teluk Tampang dan Tanjung Belimbing karena lokasinya berada di antara dua wilayah tersebut di Kabupaten Pesisir Barat, lampung.