Antisipasi inflasi setelah banjir melanda

id Inflasi,Banjir,Mitigasi,dampak banjir

Antisipasi inflasi setelah banjir melanda

Banjir merendam kawasan Kampung Pulo dan Bukit Duri di Jakarta, Kamis (2/1/2020). Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 2 Januari 2020, terdapat 63 titik banjir di wilayah DKI Jakarta dan secara keseluruhan terdapat 169 titik banjir untuk Jabodetabek dan Banten. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhariyanto menyampaikan banjir yang berlarut-larut harus diwaspadai karena dapat menyebabkan gangguan stabilitas harga kebutuhan pokok dan mempengaruhi laju inflasi nasional pada Januari.
Jakarta (ANTARA) - Lantai dasar (basement) Pasar Jatinegara, Jakarta Timur yang merupakan salah satu pusat suvenir, los sayuran serta daging sempat terhenti aktivitasnya karena terdampak banjir di awal tahun ini.

Tidak hanya di Pasar Jatinegara, aktivitas di sejumlah pusat perbelanjaan modern hingga pasar tradisional di luar wilayah DKI Jakarta lainnya pun sempat lumpuh.

Seperti diketahui, banjir pada awal 2020 ini tidak hanya melanda Jakarta melainkan juga wilayah Banten dan Jawa Barat.

Sebut saja seperti banjir yang melanda di wilayah Banten, Jawa Barat. Di lokasi itu banjir mengakibatkan harga sayur mayur di Pasar Tradisional Kranggot, Kota Cilegon, melonjak. Pada Jumat (3/1), kenaikan harga sayur mayur mencapai 40 hingga 50 persen dari harga sebelumnya.

Kenaikan itu disebabkan oleh distribusi bahan pangan ataupun logistik yang terhambat. Pada kondisi inilah, memicu permintaan (demand) lebih besar daripada persediaan (supply) yang akhirnya menyebabkan tingkat inflasi meningkat.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhariyanto menyampaikan banjir yang berlarut-larut harus diwaspadai karena dapat menyebabkan gangguan stabilitas harga kebutuhan pokok dan mempengaruhi laju inflasi nasional pada Januari.

Diharapkan banjir tidak terus berlanjut dan cepat surut agar konektivitas tidak terhambat dan pasokan barang maupun jasa di wilayah Jadetabek kembali normal.

Oleh karena itu, pemerintah perlu mewaspadai tingginya inflasi dari sektor pangan karena distribusi yang terganggu akibat banjir di sejumlah titik di Jakarta dan sekitarnya.
Baca juga: Dampak banjir Jakarta tersisa 1.539 jiwa pengungsi

Pemerintah juga perlu untuk segera memperbaiki infrastruktur yang rusak agar tidak mengganggu kelancaran arus distribusi.

Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan pemerintah perlu mengupayakan untuk memperbaiki rumah rusak dan memastikan transportasi umum kembali normal.

"Beberapa jalan tergenang, otomatis sembako seperti beras, cabai yang masuk Jakarta menjadi terhambat sedangkan harganya nanti bisa jadi lebih mahal," kata Bhima.

Hal itu dikarenakan, sebagian besar pasokan pangan di wilayah terdampak banjir di Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi masih didatangkan dari luar kawasan tersebut.

Mitigasi risiko

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyebut para pelaku usaha yang menjalankan usahanya di kawasan rawan banjir perlu diedukasi tentang mitigasi bencana, salah satunya banjir, agar dapat meminimalisasi dampak yang terjadi terhadap usahanya.

Salah satu yang dapat dilakukan yakni dengan mengasuransikan asetnya untuk terhindar dari kerugian.

"Ketika bencana (banjir) seperti ini terjadi, kerugian aset bisa diganti dengan klaim asuransi," kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani.

Belajar dari banjir besar yang melanda DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), Shinta menyarankan, ada baiknya pusat-pusat industri yang berada di rawan bencana mulai memindahkan usahanya ke kawasan yang lebih aman.

"Mungkin perlu pembangunan jalur alternatif yang bebas banjir dari pusat industri atau perdagangan ke pelabuhan, bandara atau sentra logistik lain," ucapnya.

Selain itu, diperlukan juga adanya perbaikan sistem drainase di sepanjang jalur transportasi sekitar pusat perekonomian dan industri.

Menurut Shinta, pemerintah perlu segera memulihkan dampak akibat banjir yang terjadi sejak awal tahun ini agar kerusakan tidak terjadi berlarut-larut. Saat ini, Kadin masih belum mendata jumlah kerugian yang diderita pelaku usaha.

"Kami belum mendata seberapa besar kerugian yang ditanggung pelaku usaha nasional dari peristiwa ini," pungkas Shinta.

Klaim asuransi

Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) akan mendorong perusahaan asuransi lebih proaktif dalam menangani proses klaim dari nasabah terdampak banjir yang melanda sejumlah wilayah di DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat.

Selain itu, AAUI juga mendorong perusahaan asuransi umum untuk mendata semua tertanggung yang terdampak banjir agar mudah dihubungi.

"Perusahaan asuransi supaya melakukan respons cepat dengan proaktif terkait risiko banjir ini," kata Direktur Eksekutif AAUI Dody Dalimunthe.

Terkait dengan kesiapan perusahaan asuransi umum menangani klaim bencana alam, ia menyebut sudah banyak perusahaan melakukan antisipasi dengan membuat pengumuman mengenai langkah-langkah dalam pengajuan klaim.

AAUI menyebutkan asuransi terkait harta benda atau properti dan kendaraan bermotor merupakan pangsa pasar industri asuransi umum paling banyak.

Hingga saat ini, nilai kerugian masih menunggu laporan klaim dari semua perusahaan asuransi umum dengan angka yang belum final dan masih terus berkembang karena proses identifikasi dan verifikasi dalam proses.

Berharap inflasi terjaga

Pengamat ekonomi Indef Bhima Yudhistira mengatakan faktor banjir diduga dapat mempengaruhi tingkat inflasi bulan Januari ini. Namun, peneliti muda itu belum dapat memberikan proyeksi besaran inflasi yang berpotensi terjadi dalam periode Januari.

Setidaknya, ia berharap inflasi tetap terjaga di level rendah, karena pemerintah tentu tidak akan membiarkan kurangnya pasokan logistik akibat terganggunya distribusi yang menjadi pemicu kenaikan harga-harga barang tanpa terkendali.

Diharapkan juga, banjir tidak terus berlanjut dan cepat surut agar konektivitas tidak terhambat dan pasokan barang maupun jasa di sejumlah wilayah kembali normal sehingga tidak berdampak pada tingginya tingkat inflasi.

Saat ini, memang belum ada proyeksi besaran inflasi yang berpotensi terjadi dalam periode Januari 2020.

Namun bila melihat catatan Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi inflasi pada Januari 2019 sebesar 0,32 persen yang disumbangkan oleh kenaikan harga ikan segar, beras dan sayur-sayuran.

Inflasi Januari 2019 juga relatif rendah dibandingkan periode sama dalam dua tahun terakhir, yaitu Januari 2018 sebesar 0,62 persen dan Januari 2017 sebesar 0,97 persen.

Sementara di DKI Jakarta, selama Januari 2019 inflasi di DKI Jakarta sebesar 0,24 persen secara bulanan (month to month/mtm), atau 3,08 persen secara tahunan (year on year/yoy). Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata inflasi Januari dalam tiga tahun terakhir yakni 0,55 persen (mtm).

Semoga inflasi pada Januari 2020 dapat terkendali meski dibayangi musibah banjir, baik di ibukota Jakarta maupun di sejumlah tempat lainnya sehingga tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional secara umum.