Menkeu: Investasi harus tumbuh dua digit untuk capai ekonomi 7 persen

id Sri Mulyani,menkeu,investasi

Menkeu: Investasi harus tumbuh dua digit untuk capai ekonomi 7 persen

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara FT-AIIB Summit 2019 dengan topik Delivering Indonesia’s Infrastructure Vision 2019-2024 di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Selasa (26/11/2019). (ANTARA/AstridFaidlatulHabibah)

Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebutkan bahwa sektor investasi harus tumbuh dua digit agar perekonomian dapat mencapai 7 persen sehingga visi Indonesia pada 2045 untuk menjadi negara terbesar kelima di dunia bisa terealisasi.

“Untuk mencapai pertumbuhan 7 persen adalah dengan mendorong pertumbuhan investasi. Dulu bisa 'double digit' 11 sampai 12 persen, namun sejak krisis keuangan, pertumbuhan investasi kita di bawah dua digit,” katanya dalam acara FT-AIIB Summit 2019 dengan topik Delivering Indonesia’s Infrastructure Vision 2019-2024 di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Selasa.

Sri Mulyani mengatakan saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat stagnan di kisaran 5 persen sejak 2016 yang juga didorong rendahnya pertumbuhan investasi sehingga pemerintah terus berupaya untuk membenahi berbagai hal penghambat investor masuk.

“Tapi nyatanya sampai saat ini investasi Indonesia hanya bisa tumbuh jauh di bawah itu bahkan hanya 5 persen,” ujarnya.

Ia menuturkan salah satu upaya yang sedang dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong pertumbuhan investasi adalah melalui perbaikan birokrasi dan pemangkasan terhadap sejumlah perizinan dengan mengeluarkan Undang-Undang (UU) Omnibus Law.

Ia menjelaskan bahwa Omnibus Law tersebut akan merevisi seluruh aturan terkait seluruh aturan yang telah ada sebelumnya mulai dari sektor ketenagakerjaan hingga perpajakan sebagai stimulus untuk mendorong peningkatan investasi.

“Banyak investor juga yang mengeluhkan birokrasi. Pemerintah mengupayakan simplifikasi perizinan agar investor mudah masuk ke Indonesia,” ujarnya.

Ia melanjutkan pemerintah juga akan memastikan perbaikan birokrasi tersebut dalam berjalan secara konsisten sebab selama ini koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah masih kurang baik.

“Selama ini antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki kebijakan berbeda terkait perizinan investasi. Ini yang menyulitkan investor masuk,” katanya.

Tak hanya itu, Sri Mulyani menegaskan bahwa pada pemerintahan Presiden Joko Widodo jilid II ini juga akan diteruskan berbagai pengembangan dan pembangunan infrastruktur yang lebih maju dan merata di seluruh Indonesia.

“Ini tekait bagaimana pemerintah bisa membangun infrastruktur yang lebih memadai baik dari segi sosial, lingkungan, dan teknologi. Negara ini adalah negara yang besar sehingga membutuhkan konektivitas,” katanya.

Lebih lanjut, pemerintah juga terus melakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebab Indonesia memiliki penduduk dengan jumlah besar sehingga bisa menjadi salah satu aset dalam menarik investor.

“Kita juga mau provide human capital semakin produktif dan inovatif meskipun hasilnya tak langsung ke pertumbuhan tapi akan mendorong sustainable growth,” ujarnya.

Sebelumnya pada Rabu (20/11), Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian Rizal Affandi Lukman menyebutkan bahwa ekonomi Indonesia perlu tumbuh 7 persen setiap tahun agar perekonomian bisa mencapai 7 triliun dolar AS pada 2045.

“Kalau pertumbuhan 5 persen itu selama 25 tahun ke depan baru sekitar 5 triliun dolar AS. Jadi untuk mencapai angka 7 triliun dolar AS Indonesia harus tumbuh rata-rata 7 persen per tahun,” katanya di Jakarta.

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada kuartal III-2019, investasi hanya tumbuh 4,21 persen (yoy) atau melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu 6,29 persen.

Hal tersebut juga terjadi untuk pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02 persen pada kuartal III-2019 atau melambat dibandingkan periode sama tahun lalu yakni tumbuh 5,17 persen.

Baca juga: Januari-Juni 2019, investasi China di Indonesia capai 2,3 miliar dolar AS