Kepulauan Natuna akan diusulkan sebagai situs taman bumi (geopark) UNESCO, melalui letter of intent (LoI) yang disampaikan Indonesia kepada organisasi PBB tersebut pada akhir 2019.
Natuna telah diresmikan sebagai taman bumi nasional terbaru di Indonesia pada November 2018 setelah proses nominasi yang sangat singkat, yaitu kurang dari enam bulan.
“Sekarang Natuna telah diresmikan sebagai geopark nasional. Pekerjaan kita selanjutnya adalah membawanya ke UNESCO, semoga pada 2020 atau 2021 dapat terdaftar dalam jaringan geopark global,” kata Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri Siswo Pramono dalam diskusi berjudul Engaging Potentials Partners on the Sustainable Development of Indonesia’s Outer Islands: the Case of Natuna Islands di Jakarta, Senin.
Pencapaian target pengajuan nominasi Natuna sebagai geopark global UNESCO pada 2019 diharapkan dapat menjadi instrumen penting untuk mendorong percepatan pembangunan kepulauan terluar Indonesia itu sebagai pusat perikanan, pariwisata, ekonomi kerakyatan, serta pertahanan dan keamanan.
Pengembangan Natuna juga dianggap penting untuk menyokong kedaulatan teritorial maritim Indonesia, sekaligus mendorong upaya konservasi bagi kekayaan alam, keanekaragaman hayati, maupun kekayaan budaya setempat.
Geopark Natuna dikembangkan dengan melihat praktik-praktik terbaik tata kelola taman bumi lain seperti di Langkawi, Malaysia, atau di Yuntaishan, China.
Dengan memperoleh status sebagai geopark global UNESCO pada 2007, Langkawi mendapat tambahan pengunjung hingga 3,5 juta wisatawan pada 2015 dari 1,8 juta orang pada 2006. Investasi di wilayah itu juga meningkat dari Rp15,2 triliun menjadi Rp43,3 triliun pada 2012.
Sementara di dalam negeri, Gunung Kidul --yang termasuk dalam jaringan geopark global UNESCO sejak 2015-- menerima tambahan kunjungan hingga 5,58 juta wisatawan pada 2017 dari dua juta wisatawan pada 2012.
Peningkatan jumlah kunjungan dan pendapatan daerah dari keberadaan Geopark Gunung Kidul juga mampu mengurangi tingkat kemiskinan dari 22,71 persen pada 2012 menjadi 18,65 persen pada 2017 di kabupaten tersebut.
Melalui program Sustainable Islands Development Initiative (SIDI) yang digagas sejak 2016, Kemlu mendorong pembangunan berkelanjutan di Natuna dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
“Pengembangan geopark ini merupakan proyek percontohan dalam pembangunan berkelanjutan di Natuna yang mencakup aspek pariwisata, konservasi, serta pendidikan,” ujar Siswo.
Sesuai kondisi saat ini, pembangunan yang diperlukan di Natuna terdiri dari infrastruktur jalan utama dan akses ke situs-situs wisata geopark; perhotelan dan penginapan skala kecil; fasilitas pengolahan dan penyaluran air bersih serta pengolahan limbah dan fasilitas pendukung wisata bahari seperti yacht dan jalur pesiar skala menengah.
Baca juga: Presiden saksikan Latihan perang di Natuna