AJI dan IJTI Lampung kecam tindakan kekerasan kepada wartawan

id AJI dan IJTI ,Kecam Kekerasan Pers,Wartawan,Berita Harian Bandar Lampung

AJI dan IJTI Lampung kecam tindakan kekerasan kepada wartawan

AJI dan IJTI menggelar diskusi publik terkait kekerasan insan pers saat meliput, Minggu (6/10/2019) (ANTARA/Dian Hadiyatna)

Bandarlampung (ANTARA) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung dan Ikatan Jurnalis Televisi (IJTI) Lampung mengecam kekerasan terhadap jurnalis selama meliput gelombang demonstrasi di berbagai daerah yang terjadi pada 23-26 September 2019.

"Kami AJI dan IJTI mengecam keras tindakan intimidasi, pemukulan, penghapusan foto dan video, serta perampasan alat kerja yang dilakukan oleh oknum aparat kepada pers yang sedang meliput," kata Ketua AJI Bandar Lampung Hendry Sihaloho, usai diskusi publik tentang kebebasan pers di ujung tanduk di Bandar Lampung, Minggu.

Kemudian, mendesak semua pihak untuk tidak merintangi, melakukan kekerasan dan intimidasi kepada jurnalis pada saat menjalankan kerja-kerja jurnalistik dan meminta kepolisian mengusut tuntas pelaku kekerasan terhadap wartawan. 

Mendorong jurnalis yang mengalami kekerasan segera melapor ke pihak berwajib, kepolisian harus menghormati UU Pers dan aktivitas jurnalistik di lapangan, menolak Rancangan KUHP, di mana sejumlah pasalnya berpotensi mengancam kebebasan pers.

Mendesak pemerintah membuka akses seluas-luasnya bagi jurnalis di Papua, termasuk pemantau HAM independen dan melakukan reformasi kepolisian.

Ia mengatakan bahwa pada aksi demonstrasi penolakan RUU KPK dan RKUHP yang terjadi di berbagai daerah tersebut setidaknya ada 13 jurnalis yang mengalami kekerasan saat meliput peristiwa itu.

Menurut dia, banyaknya jurnalis yang mengalami kekerasan saat meliput merupakan soal serius dan menjadi catatan buruk terhadap kebebasan pers yang dijamin oleh UU Pers Nomor  40 Tahun 1999.

Sementara itu Ketua IJTI Lampung Hendri Yansah mengatakan bahwa siapapun yang menghambat ataupun menghalangi kerja jurnalistik seharusnya dikenakan hukuman pidana maksimal dua tahun penjara atau denda Rp500 juta sesuai pasal 18 tentang pers.

Menurut dia, dengan kebebasan pers yang dijamin UU akan memunculkan pemerintahan yang baik, bersih, dan bertanggung jawab sehingga masyarakat dapat mengetahui berbagai peristiwa, termasuk kinerja pemerintah.

"Pada dasarnya kebebasan pers bertujuan untuk meningkatkan kualitas demokrasi, yang memungkinkan media massa untuk menyampaikan informasi yang akurat sehingga, memperkuat dan mendukung warga negara untuk berperan di dalam demokrasi itu," kata dia.

Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad yang hadir dalam dalam diskusi itu meminta maaf kepada insan pers karena adanya kekerasan yang dilakukan oknum kepolisian terhadap wartawan pada aksi September lalu.

"Sebenarnya Kapolri sudah membekali semua anggotanya pelatihan yang mengedepankan prinsip modern, profesional dan terpercaya sesuai dengan UU saat jurnalis meliput suatu peristiwa," kata dia.