Bangkitkan pariwisata dan perhotelan Pasigala setelah bencana

id Perhotelan,Pariwisata,Pasigala,Padagimo,setahun bencana sulteng

Bangkitkan pariwisata dan perhotelan Pasigala setelah bencana

Santika Hotel Palu (ANTARA/Muhammad Hajiji)

Bencana 28 September 2018, memberikan dampak terhadap jumlah kunjungan tamu hotel berbintang di Sulawesi Tengah pada tahun 2019.
Palu (ANTARA) - Sektor pariwisata, perhotelan dan industri kepariwisataan, menjadi salah satu komponen yang terdampak saat bencana gempa, tsunami disertai likuefaksi menghantam Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala, Sulawesi Tengah, 28 September 2018 lalu.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah mencatat terdapat 11 hotel berbintang di Palu juga mengalami rusak berat, akibatnya 769 karyawan harus kehilangan pekerjaan.
Baca juga: Pengerjaan objek wisata paralayang puncak Salena Palu dilanjutkan lagi 2020

Pemprov Sulteng juga menyebut kurang lebih 1.000 pelaku usaha di sektor industri pariwisata di provinsi itu kehilangan pekerjaan akibat bencana gempa bumi, tsunami dan likuefaksi pada 28 September 2018.

"Sebanyak 1.000 pelaku usaha terdampak bencana itu adalah mereka yang terlibat usaha kuliner di destinasi wisata sepanjang Teluk Palu, akibatnya mereka kehilangan mata pencaharian.," ucap Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sulteng I Nyoman Sariadijaya.

Bencana 28 September 2018, memberikan dampak terhadap jumlah kunjungan tamu hotel berbintang di Sulawesi Tengah pada tahun 2019. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulteng menyatakan jumlah kunjungan sepanjang tahun 2019 anjlok 41,89 persen.

"Anjloknya jumlah tamu hotel di Sulteng disebabkan banyak hotel berbintang yang belum beroperasi," kata Kepala Bidang Statistik dan Produksi BPS Sulteng Nasser.

Berdasarkan data BPS jumlah tamu hotel bulan Mei 2019 hanya sebanyak 7.510 orang dan Juni 8.274 orang. Sementara jika dibandingkan dengan jumlah kunjungan tamu hotel di bulan Mei 2018, sebanyak 15.610 orang dan bulan Juni turun menjadi 11.558 tamu hotel.

Di tahun 2017, pada bulan Mei jumlah tamu hotel sebanyak 21.522 orang dan di bulan Juni turun 14.138 orang. Adapun perkembangan Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang di bulan Juni 2019 sebesar 36,81 persen atau naik 2,33 persen dibanding bulan Mei 2019.

Rata-rata Lama Tamu Menginap (RLTM) hotel berbintang Juni 2019 naik jika dibanding bulan Juni 2018 yang selama 1,63 hari. RLTM bulan Juni 2019 1,92 hari, naik dibanding bulan Mei sebelumnya 1,87 hari.
Baca juga: SMN asal Sulteng kunjungi Danau Toba

Hampir setahun berlalu, kondisi pariwisata dan perhotelan di Kota Palu masih memprihatinkan. DPD Perhimpunan Hotel Restaurant Indonesia (PHRI) Sulteng melaporkan tingkat hunian kamar hotel selama bulan April 2019 hanya 48,34 persen, makin turun dibanding kondisi Mei 2019 yang mencapai 34,48 persen atau turun 13,09 persen.

Jika dibandingkan dengan tingkat hunian kamar hotel bintang pada bulan Mei 2018 yang sebesar 49,51 persen dengan bulan Mei 2019 yang hanya 34,48 persen, artinya ada penurunan sangat signifikan yaitu sebesar 15,03 persen.

Pelibatan Lintas Sektor
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah menyatakan untuk memulihkan kembali sektor pariwisata, perhotelan dan industri kepariwisataan butuh kerjasama semua organisasi perangkat daerah terkait, pelaku usaha, perhotelan dan UKM.

Hal itu karena, pembangunan sektor pariwisata tidak hanya menjadi kewajiban atau tugas Dinas Pariwisata semata. Karena itu, pihak-pihak terkait harus duduk bersama mencari solusi agar sektor pariwisata, industri kepariwisataan dan perhotelan cepat pulih pascasetahun bencana.

"Saat ini pemerintah tengah mencari solusi bagaimana bisa memberdayakan mereka yang terdampak agar bisa kembali menjalankan usaha mereka," Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sulteng I Nyoman Sariadijaya.

Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sulteng menyatakan kerusakan destinasi wisata didominasi wisata buatan di wilayah Kota Palu ibu kota Parovinsi Sulteng.

Berdasarkan data pihaknya, I Nyoman, kerusakan destinasi dan amenitas atau fasilitas pendukung industri pariwisata yang tersebar di tiga daerah terdampak bencana yakni Kota Palu, Kabupaten Donggala dan Sigi sebesar 30 persen.

Hingga kini, penerintah terus mendorong peningkatan sumber daya pariwisata kepada masyarakat dan pelaku industri pariwisata di destinasi yang terdampak bencana alam agar gangkit dari keterpurukan.

Selain itu, urainya, upaya lain dilakukan yakni perbaikan sarana destinasi pariwisata terdampak serta mendukung pengembangan pemasaran di objek-objek wisata yang tidak terdampak bencana.

"Kami harap upaya ini secepatnya bisa memulihkan kondisi industri pariwisata di tiga daerah tersebut, karena sektor pariwisata merupakan salah satu penopang pertumbuhan ekonomi daerah" tutur Nyoman.

Tantangan Yang Dihadapi
Bencana gempa, tsunami dan likuifaksi yang melanda Palu, Sigi, Donggala dan Parimo Sulawesi Tengah, menjadi pukulan telak bagi sektor pariwisata dan perhotelan yang tengah menggeliat. Usaha jasa hotel maupun usaha jasa wisata lain-nya di sejumlah destinasi yang ada di kota Palu dan sekitar nya, cenderung melesu.

 Hampir setahun berlalu, kondisi Pariwisata dan Perhotelan di Kota Palu (Pasigala) masih memprihatinkan. Tingkat hunian kamar hotel (occupansy) selama bulan April 2019 hanya 48,34 persen, makin turun dibanding kondisi Mei 2019 yang mencapai 34,48 persen atau turun 13,09 persen.

Ketua BPD Perhimpunan Hotel Restaurant Indonesia (PHRI) Sulteng Fery Taula mengemukakan, pariwisata Kota Palu terkhusus pada bidang hotel dan restoran belum menunjukkan pemulihan yang menggembirakan pascabencana tahun lalu, karena masih adanya kekhawatir dan trauma dari para wisatawan.

Beberapa tantangan serius dihadapi oleh pemerintah dan pelaku usaha yang tergabung dalam PHRI pascabencana gempa, tsunami dan likuiefaksi yang menimpa Kota Palu, Donggala dan Sigi serta sebagian Parigi Moutong.

Bencana itu, selain menyisahkan trauma bagi masyarakat didaerah terdampak. Juga memberikan pengaruh terhadap masyarakat diluar daerah terdampak, termasuk masyarakat di tanah air, di luar Sulteng.

Rasa takut membuat sebagian masyarakat enggan berkunjung ke daerah terdampak bencana. Apalagi, daerah-daerah terdampak itu, berada di atas Lempeng Sesar Palu-Koro, salah satu lempeng yang aktif.

Ada sebagian masyarakat dari luar Sulteng yang datang ke Palu, namun mayoritas mereka ialah relawan, LSM, akademisi, jurnalis, lembaga pembiayaan, dan ASN dan pejabat kementerian dari Jakarta.

Dari pihak-pihak tersebut yang datang ke Kota Palu, hanya ASN dan pejabat kementerian yang menginap di hotel. Itupun, paling lama hanya semalam menginap atau berada di Kota Palu. Setelah kegiatannya selesai, mereka balik ke daerah asal.

Kondisi ini diperparah lagi dengan maskapai penerbangan tanah air yang menjual tiket pesawat sangat tinggi dan bagasi berbayar, hai ini sangat berpengaruh terhadap tingkat kunjungan orang yang menurun ke kota Palu.

Dan dampak tersebut terkait langsung terhadap sektor usaha kecil menengah (UMKM). Masalah penerbangan ini sangat tidak berpihak pada industri pariwisata dan perhotelan kota Palu yang mulai menata kembali dirinya. Dampak ini pula dirasakan oleh wisatawan domestik dan busines traveling yang memotong budget perjalanan mereka. Kondisi ini juga terjadi di seluruh wilayah Indonesia.

General Manager Villa Sutan Raja, Dina menuturkan dampak bencana dirasakan sangat mempengaruhi pembiayaan, baik secara infrastruktur maupun biaya operasional yang tidak sebanding dengan tingkat hunian kamar hotel yang menurun tajam.

Manager Amaxing Beach Hotel Palu, Ali Maheki mengutarakan, dengan menurun-nya okupansi hotel, membuat management harus memutar otak lebih dalam untuk tetap harus menyiapkan pembiayaan seluruh operasional hotel, dan ditambah lagi dengan biaya perbaikan beberapa fasilitas hotel yang hancur akibat bencana gempa, dengan nilai yang cukup besar.

"Kita mulai khawatir, tingkat hunian hotel hanya 29 persen pada bulan ini, yang hampir tidak mampu menutupi beban biaya operasional hotel-nya.
Kondisi ini juga dirasakan oleh Hotel Graha Mulia (GMH) Palu hanya melayani tamu wedding dan pelatihan, karena hanya bangunan Ballroom-nya saja yang dapat beroperasi saat ini, bangunan utama hotel terjadi kerusakan yang cukup parah. Walau demikian GMH memilih untuk tetap buka melayani tamu nya.

Strategi Pemulihan
Setelah bencana gempa, tsunami dan likuifaksi melanda kota Palu pada 28 September 2018 tahun lalu. Pemerintah Kota Palu bersama masyarakat dan pelaku industri pariwisata kembali berbenah, dalam upaya percepatan pemulihan kegiatan kepariwisata dan perhotelan di Kota Palu yang berimplikasi pada sektor – sektor lainnya (multiplier effectss) yang berujung pada peningkatan pendapatan daerah dan masyarakat setempat.

Perlu kerjasama dan sinergi yang berkesinambungan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat sebagai pemegang dan penentu kebijakan. Satu hal yang sangat penting untuk kota Palu ialah, meminta kepada Kementerian Pariwisata untuk mencabut larangan kunjungan wisatawan ke kota Palu, bahwa Kota Palu sudah aman di kujungi, agar Kota Palu kembali ramai seperti sedia kala.

Pariwisata seringkali dipersepsikan sebagai mesin penggerak ekonomi atau penghasil devisa bagi pembangunan ekonomi di suatu negara, tanpa terkecuali di Kota Palu. Karena itu, dibutuhkan strategi pemulihan sektor pariwisata yang didalamnya termasuk bidang perhotelan.

Strategi itu ialah, segere membangun SDM dan kelembagaan, benahi destinasi wisata, gencarkan promosi, pembangunan desa wisata, bangun kepercayaan wisatawan.

Bencana telah berlalu, mari bersama membangun pariwisata dan perhotelan Kota Palu dan Sulawesi Tengah. Seluruh komponen yang terkait dalam pariwisata harus bekerja keras membangun kembali kepercayaan dari wisatawan, baik domestik maupun internasional agar merasa aman dan mau datang ke Kota Palu.