Jurnalis ANTARA raih penghargaan lomba jurnalistik Hari Aksara

id wartawan ANTARA,raih penghargaan,Hari Aksara Internasional 2019,Mendikbud,Febrianto Budi Anggoro

Jurnalis ANTARA raih penghargaan lomba jurnalistik Hari Aksara

Wartawan LKBN ANTARA Febrianto "Rian" Budi Anggoro bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (7/9/2019. Rian meraih penghargaan lomba jurnalistik Hari Aksara Internasional 2019 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (FOTO ANTARA/Indriani)

Makassar (ANTARA) - Wartawan Perum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA Febrianto Budi Anggoro meraih penghargaan lomba jurnalistik Hari Aksara Internasional 2019 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Penghargaan tersebut diserahkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Kemendikbud, Harris Iskandar, pada peringatan Hari Aksara Internasional di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu.

Febrianto Budi Anggoro -- yang akrab disapa Rian --  adalah satu dari enam jurnalis yang menerima penghargaan tersebut.

Rian adalah jurnalis ANTARA di Biro Provinsi Riau. Ia meraih penghargaan dari Kemdikbud berkat artikel berjudul "SD Plus, Upaya Suku Talang Mamak untuk Merdeka dari Buta Aksara" di portal www.riau.antaranews.com yang disiarkan pada awal tahun 2019.

Artikel itu menceritakan tentang sekolah swadaya suku asli Riau bernama SD Plus di Desa Durian Cacar, sebuah daerah di pedalaman Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Kepala desa dan pemuka adat Talang Mamak mulai sadar pentingnya pendidikan agar warga Talang Mamak tidak buta aksara.

Murid di SD Plus mayoritas adalah orang tua dan anak putus sekolah di permukiman Suku Talang Mamak itu. Sedangkan gurunya adalah warga Talang Mamak sendiri, yang mengabdi tanpa dibayar.

"Berkat SD Plus itu, perangkat desa yang dulu buta huruf, sekarang sudah mulai bisa baca tulis dan berhitung. Minimal mereka bisa tulis nama, dan baca pengumuman di kantor desanya," kata Rian.

Ia berharap Kemendikbud meneruskan kegiatan tersebut secara rutin untuk mengapresiasi wartawan.

"Penghargaan ini membuat saya makin semangat menulis tentang pendidikan suku adat di daerah pedalaman, karena untuk menjangkau lokasi itu sangat sulit karena jalan masih berupa tanah dan tidak ada jaringan telepon," demikian Febrianto Budi Anggoro.