Ribuang warga Rusia berunjuk rasa tuntut pemilihan bebas

id Unjuk rasa di Moskow,Tuntut pemilihan bebas

Ribuang warga Rusia berunjuk rasa tuntut pemilihan bebas

Pengunjuk rasa menggelar aksi menentang pelanggaran dalam pemilihan parlemen di Lapangan Bolotnaya di Moskow, Rusia, Sabtu (10/12). Puluhan ribu pengunjuk rasa turun ke jalan-jalan di Rusia menuntut berakhirnya kepemimpinan Vladimir Putin dan menyampaikan keluhan mereka mengenai dugaan kecurangan pemilu yang menjadi tantangan terbesar Putin sejak ia berkuasa lebih dari satu dekade lalu. (FOTO ANTARA/REUTERS/Sergei Kar)

Dengan meneriakkan "Rusia akan bebas!" dan "Ini kota kami!", lebih 2.000 pemrotes berunjuk rasa di salah satu sudut kota Moskow.
Moskow (ANTARA) - Ribuan orang Rusia turun ke jalan-jalan di pusat Kota Moskow pada Sabtu menuntut pemilihan-pemilihan bebas kepada lembaga legislatif kota di Ibu Kota Rusia itu pada 8 September, menentang larangan yang sudah berlaku dan ditandai dengan penahanan-penahan dalam protes-protes sebelumnya.

Protes-protes selama beberapa pekan terkait pemilihan bagi lembaga legislatif kota itu berubah menjadi gerakan unjuk rasa yang diikuti cukup banyak orang di Rusia sejak tahun 2011-2013, ketika para pemrotes turun ke jalan-jalan menentang kecurangan-kecurangan yang terjadi dalam pemilihan-pemilihan.

Dengan meneriakkan "Rusia akan bebas!" dan "Ini kota kami!", lebih 2.000 pemrotes berunjuk rasa di salah satu sudut kota Moskow.

Para pengunjuk rasa telah menuntut para calon yang beroposisi diizinkan mencalonkan diri dalam pemilihan setelah mereka dicegah berperan serta. Para pemrotes sekarang juga menyerukan pembebasan para pegiat yang ditahan pada protes-protes sebelumnya.

"Jika kami tidak ikut (atau berunjuk rasa) tak akan ada harapan lagi sama sekali," kata Alexander Rossius, 23 tahun, seorang pemrotes. "Kami harus tunjukkan kepada pihak berwenang kami tak akan menyerah dan menerima kenyataan bahwa orang-orang tak bersalah dijebloskan ke dalam penjara dan pemilihan-pemilihan dicuri."

Artyom, 16 tahun , yang masih duduk di bangku sekolah, mengatakan ini adalah "kemarahan dan ketakutan" yang mendorong dia ikut unjuk rasa.

"Saya tak ingin ... kedua kaki saya patah, terbunuh, dijebloskan ke penjara," ujarnya. "Pihak berwenang menolak berkompromi, mereka telah membubarkan kerumunan orang, mengirim mereka ke balik jeruji. Saya tak bisa menerima ini."

Sumber: Reuters