Polri sebut unjuk rasa di Papua-Papua Barat berakhir aman

id unjuk rasa papua,polisi,unjuk rasa sorong,papua,papua barat,penganganan unjuk rasa

Polri sebut unjuk rasa di Papua-Papua Barat berakhir aman

Warga Papua menggelar demonstrasi di halaman Kantor DPRD Mimika, Rabu (21/8). ANTARA/Evarianus Supar

Pendekatan persuasif. Polri dan TNI tidak dibekali peluru tajam, katanya
Jakarta (ANTARA) - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Kepolisian Indonesia Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo menjelaskan, terdapat lima aksi unjuk rasa di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, yang semuanya telah berakhir secara aman dan kondusif.

"Terjadi unjuk rasa di beberapa daerah di Papua dan Papua Barat, yang kini telah selesai secara aman dan kondusif," kata dia di Markas Besar Kepolisian Indonesia di Jakarta, Rabu.

Ia merinci aksi unjuk rasa itu terjadi di Kantor Wali Kota Sorong (Papua Barat) dengan massa 2.000 orang, kemudian di Maybrat (Papua Barat) dengan massa pengunjuk rasa 200 orang dan di Kantor Bupati Biak (Papua) dengan massa pengunjuk rasa 75 orang berlangsung dengan aman tanpa ada insiden.

Baca juga: Polisi sebutkan situasi Kabupaten Fakfak sudah kondusif

Sementara unjuk rasa di Pasar Tumburuni, Fakfak (Papua Barat) dengan massa 500 orang menyebabkan satu korban luka berat karena bentrok antarmassa pengunjuk rasa.

Dalam unjuk rasa di Fakfak juga terdapat kerugian materi berupa pasar dan satu gedung yang terbakar serta dua mobil dan beberapa rumah mengalami kerusakan.

Baca juga: Aktivitas Kota Sorong pulih

Kerugian materi juga terjadi akibat unjuk rasa di Kantor DPRD Mimika (Papua) dengan massa 5.000 orang, menyebabkan satu ruko terbakar dan pos kantor DPRD, dua mobil patroli, satu bus, satu truk, serta beberapa motor mengalami kerusakan.

Dalam menghadapi para demonstran, Dedi mengatakan, TNI-Polri mengutamakan pendekatan persuasif. Pihaknya pun menegaskan bahwa aparat keamanan tidak dibekali dengan peluru tajam.

"Pendekatan persuasif. Polri dan TNI tidak dibekali peluru tajam," katanya.

Para pengunjuk rasa tersebut memprotes tindakan persekusi dan rasisme yang diduga dilakukan oleh organisasi masyarakat dan oknum aparat terhadap para mahasiswa asal Papua di Malang dan Surabaya, Jawa Timur yang terjadi pada Sabtu 17 Agustus 2017.