Turki mengharapkan Uighur hidup damai di bawah kekuasaan China

id Turki,China,Uyghur

Turki mengharapkan Uighur hidup damai di bawah kekuasaan China

Presiden Turki Tayyip Erdogan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping saat Konferensi tentang Tindakan Interaksi dan Membangun Kepercayaan di Asia (CICA) di Dushanbe, Tajikistan, Sabtu (15/6/2019). (REUTERS/HANDOUT)

Bangkok, Thailand (ANTARA) - Ankara mengharapkan "saudara Uighurnya" akan hidup dalam kedamaian dan ketenangan di bawah "satu atap China", kata Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu pada Selasa.

Ketika berbicara dengan wartawan Kantor Berita Turki, Anadolu Agency --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa, Menlu Cavusoglu mengatakan Turki akan mengirim delegasinya beranggota sebanyak 10 orang dari berbagai lembaga ke WIlayah Otonomi Uyghur Xinjiang di China --yang juga dirujuk sebagai Turkestan Timur-- atas undangan China.

Delegasi tersebut akan melihat langsung situasi di Xinjiang, tambah Cavusoglu.



Pernyataannya dikeluarkan setelah ia menghadiri pertemuan tiga-pihak antara Turki dan Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) sebagai bagian dari pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN ke-52 di Thailand.

Selama kunjungan oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan ke China pada awal Juli, Presiden China Xi Jinping meminta Erdogan mengirim satu delegasi ke wilayah tersebut, kata Cavusoglu.

Belakangan, pada 24 Juli, Kedutaan Besar China di Ankara secara resmi menyampaikan undangan itu ke Kementerian Luar Negeri Turki, katanya. Ia menambahkan Erdogan pada prinsipnya telah menanggapi secara positif undangan tersebut.



Wilayah Xinjiang di China adalah tempat tinggal sebanyak 10 juta warga Uighur. Kelompok Muslim Turki itu, yang merupakan sebanyak 45 persen dari jumlah penduduk Xinjiang, telah lama menuduh pemerintah China melakukan diskriminasi kebudayaan, agama dan ekonomi.

Sebanyak satu juta orang, atau tujuh persen dari penduduk Muslim di Xinjiang, telah dipenjarakan di jaringan kamp "pendidikan kembali politik" yang diperluas, kata para pejabat AS dan ahli PBB.

Di dalam satu laporan, September lalu, Human Rights Watch menuduh Beijing melakukan "kegiatan sistematis pelanggaran hak asasi manusia" terhadap Muslim Uighur di wilayah tersebut.



Sumber: Anadolu Agency