Kembangkan bibit padi unggul, kades malah dilaporkan ke polisi

id kepala desa

Kembangkan bibit padi unggul, kades malah dilaporkan ke polisi

Ketua Komisi II DPR Aceh Nurzahri (tiga dari kanan) memberikan keterangan terkait proses hukum seorang kepala desa di Aceh Utara yang ditetapkan sebagai tersangka bibit padi unggul IF8 di Ruang Serba Guna DPR Aceh di Banda Aceh, Rabu (24/7/2019). Antara Aceh/M Haris SA

Banda Aceh (ANTARA) - Komisi II DPR Aceh menyesalkan kriminalisasi terhadap "keuchik" atau kepala desa di Kabupaten Aceh Utara yang mengembangkan bibit padi varietas IF8 serta memperjualbelikan tanpa sertifikat.

Ketua Komisi II DPR Aceh Nurzahri di Banda Aceh, Rabu, kepala desa yang dikriminalisasi tersebut adalah Munirwan. Kini, yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polda Aceh.

"Yang bersangkutan merupakan Keuchik Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Kabupaten Aceh Utara. Kami menilai penetapan sebagai tersangka merupakan kriminalisasi," kata Nurzahri.



Nurzahri menyebutkan, kasus ini berawal ketika Gubernur Aceh Irwandi Yusuf membagikan bibit padi varietas IF8 kepada petani di Kabupaten Aceh Utara pada 2017. IF8 mampu meningkatkan produksi padi hingga 11 ton dari sebelumnya hanya tujuh ton.

Karena produktivitasnya memuaskan, Munirwan selaku kepada desa mengembangkan dan memproduksi bibit tersebut. Kemudian membentuk badan usaha milik desa memperdagangkan bibit unggul tersebut.

"Munirwan menjabat direktur perusahaan milik desa. Perusahaan tersebut menjual IF8. Bibit tersebut menjadi primadona di Aceh Utara. Bibit yang sebelumnya digunakan petani, tidak laku lagi setelah adanya IF8," ungkap Nurzahri.



Inovasi bibit unggul tersebut membawa Gampong Meunasah Rayeuk mendapat penghargaan dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

"Namun, Pemerintah Aceh melalui Dinas Pertanian dan Pangan melaporkan Munirwan ke polisi bahwa bibit padi unggul yang diperjualbelikannya ilegal dan tidak bersertifikat," sebut Nurzahri.

Politis Partai Aceh itu menyebutkan, dari informasi yang diterima, laporan kepada polisi tersebut atas perintah Menteri Pertanian serta dengan izin Gubernur Aceh.



Namun, ketika diundang secara resmi untuk dimintai klarifikasi kepada DPR Aceh, pihak pihak Dinas Pertanian dan Pangan Aceh tidak datang memenuhinya.

"Kami mempertanyakan mengapa ini bisa terjadi, ketika ada masyarakat yang mengembangkan bibit unggul agar produktivitas petani meningkat, malah dilaporkan ke polisi," ketus Nurzahri.

Seharusnya, Pemerintah Aceh melalui Dinas Pertanian dan Pangan memfasilitasi masyarakat untuk mendapatkan sertifikasi atas inovasi terhadap bibit unggul yang dikembangkan.



"Kami mengecam sikap Pemerintah Aceh yang melaporkan ke polisi. Kami menduga ada persaingan bisnis dalam kasus ini. Padahal, bibit yang dikembangkan menghasilkan produksi hampir dua lebih banyak," kata Nurzahri.