Berniat umrah di batas tanah halal Masjid Aisha Kota Mekkah

id Haji 2019,mch 2019,miqot,masjid aisha,tan'im,Berniat umrah,umrah di batas tanah halal,Berniat umrah di batas tanah halal

Berniat umrah di batas tanah halal Masjid Aisha Kota Mekkah

Suasana malam di halaman Masjid Aisha di wilayah Tan’im yang menjadi batas Tanah Haram (Hanni Sofia)

Mekkah (ANTARA) - Tan’im nun dahulu kala merupakan daerah di ujung utara Kota Mekkah yang menjadi batas Tanah Haram. Jaraknya kini sekitar 7,5 km dari pusat Masjidil Haram.

Daerah ini memiliki sejarah panjang sampai kemudian berdirinya Masjid Aisha yang menjadi miqot atau titik di mana seseorang akan menunaikan ibadah umrahnya.

Maka di Tan’im inilah Masjid Aisha kini berdiri megah dan menjadi salah satu titik yang banyak disinggahi jamaah terutama bagi mereka yang akan menunaikan ibadah umrah.

Masjid ini disebut sebagaimana istri Rosulullah, Aisyah karena pada saat haji wada', tahun 9 Hijriyah, Aisyah binti Abu Bakar ra, tidak bisa melaksanakan umrah bersama-sama karena sedang udzur haid.

Lalu Rasulullah memerintahkan Abdurrahman bin Abu Bakar saudara laki-laki Aisyah, untuk mengantarkan ke Tan’im guna melaksanakan umrah, yakni setelah mengerjakan haji pada bulan Dzul Hijjah.

Jadi, di tempat inilah Aisyah binti Abu Bakar ra melaksanakan miqat untuk umrahnya.

Tan’im hingga kini kemudian menjadi salah satu tempat miqat umrah bagi penduduk Mekkah dan orang-orang yang bermukim di Mekkah karena tempatnya dekat dan transportasi lebih mudah dijangkau.

Mengambil miqot dari Ta’im setiap hendak umrah ini kemudian berlaku bagi setiap orang yang tinggal di Mekkah, baik untuk sementara ataupun menetap.

Masjid ini terletak di pinggir jalan raya menuju kota suci Madinah, sekaligus menjadi pembatas utara Tanah Haram.

Orang yang pertama kali membangun masjid tersebut adalah Muhammad bin Ali Assyafi'ie kemudian kerap direnovasi dari masa ke masa dan terakhir oleh King Malik Fahd bin Abdul Aziz Al-Saud.

Masjid dengan luas 6000 meter persegi, dan luas keseluruhan 84.000 meter persegi ini di lengkapi dengan fasilitas yang lengkap, tempat mengambil air wudu dan toliet yang cukup luas, dan lapangan parkir yang mampu menampung ratusan bus besar dan kecil.

Masjid Tan'im mempunyai dua menara setinggi 50 meter, pada malam hari tampak lampu menara seperti mata kelinci dari kejauhan.

Ramai Dikunjungi
Saat pertama kali menginjakkan kaki di Masjid Aisha akan disergap perasaan bak nostalgia tentang betapa besar perhatian seorang Rosul kepada sang istri Aisha.

Kesan feminim dalam arsitektur masjid pun tercermin dari setiap pengaturan ruang dan bahkan tata lampu.

Di sudut-sudut bahkan di menaranya tersirat gurat cahaya warna kehijauan dan kuning redup seperti menara-menara di Masjidil Haram.

Meski dibangun jauh setelah Aisha tiada namun siapapun yang berkunjung ke dalamnya dapat merasakan jejak dan kehadiran Aisha di dalamnya.

Maka kesempatan untuk bisa menunaikan di dalamnya pun menjadi sebuah kesempatan yang siapapun pasti tak ingin lewatkan.

Di tangga pertama masuk ke masjid, terdapat fasilitas air minum yang bisa diakses secara gratis oleh siapapun. Karena kerap dijadikan tempat miqot maka tak heran banyak penjual kain ihram dan perlengkapan umrah yang menggelar lapak di berbagai sudut di masjid ini.

Tempat wudhu yang luas dan terpisah antara laki-laki dan perempuan sekaligus menjadi batas Tanah Haram.

Lalu lalang orang yang telah mengenakan kain ihram juga selalu terlihat di sekitar masjid tersebut.

Staf Ahli Menteri Agama Prof Dr Oman Fathurahman mengatakan Masjid Aisha memang merupakan miqot terdekat dari Masjidil Haram.

Hingga tak heran jika jamaah termasuk jamaah calon haji Indonesia kerap kali mengunjungi dan menjadikan masjid tersebut sebagai tempat mereka bermiqot saat akan melaksanakan ibadah umrah.

Di ujung menuju Mekkah, di sisi masjid terdapat monumen semacam tugu besar dengan tulisan Arab diterjemahkan dalam Bahasa Inggris yakni Beginning of Haram Boundary.

Jamaah Indonesia
Sebagaimana jamaah dari negara lain, banyak jamaah dari Indonesia yang singgah ke Masjid Aisha.

Abdurrahim (60) salah satunya, calon haji yang tergabung dalam Kloter 4 JKG dari Embarkasi Jakarta itu bahkan sudah tiga kali bolak-balik ke Masjid Aisha untuk bermiqot.

“Saya sudah umrah tiga kali, saya baru tiga hari sampai Mekkah,” katanya.

Ia mengambil kesempatan umrah berulang-ulang lantaran ingin memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk bisa beribadah mumpung berada di Kota Mekkah.

Tak berbeda dengan Abdurrahim, rekan sekloternya, Eman Abdurrahman, juga melakukan hal serupa.

Ia sama sekali tak khawatir dengan kondisi fisiknya untuk berulang kali ke Masjid Aisha untuk bisa bermiqat lalu menunaikan ibadah umrah.

“Yang penting semangat, ke sini sewa bus kemudian ke hotel setelah itu ke Masjidil Haram naik bus shalawat,” katanya.

Beruntung ada Masjid Aisha yang menjadi miqot terdekat sehingga jamaah tak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memulai berumrah.

Di Tan’im inilah batas Tanah Halal dan Tanah Haram kemudian menjadi tampak jelas.