Kejaksaan urung eksekusi terpidana korupsi karena sakit

id Kejaksaan berhalangan eksekusi, terpidana korupsi, karena sakit

Kejaksaan urung eksekusi terpidana korupsi karena sakit

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Lampung Sartono bersama jajaran saat menjelaskan terpidana kasus korupsi urung dieksekusi. (Antaralampung.com/Damiri)

Bandarlampung (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Lampung Sartono mengatakan pihaknya urung mengeksekusi Reza Pahlevi (46), terpidana kasus korupsi bantuan perlengkapan siswa miskin di Dinas Pendidikan Provinsi Lampung karena masih dalam kondisi sakit.

"Dia sedang sakit dan sedang dirawat di rumah sakit, sehingga atas dasar kemanusiaan kami tidak bisa memenjarakannya," katanya, di Bandarlampung, Senin.

Menurut dia, pihaknya tidak mau gegabah untuk memenjarakan seseorang yang masih dalam kondisi sakit. Pihaknya juga tidak mau disalahkan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan kepada terpidana.

"Masak kondisi sakit kita penjarakan, kalau dia terjadi apa-apa kan salah kita juga. Lagi pula pasti lembaga pemasyarakatan (lapas) akan menolak kalau kondisinya sakit," kata dia lagi.

Kajati menambahkan, pihaknya meminta agar terpidana segera disembuhkan terlebih dahulu minimal sudah membaik. Setelah dinyatakan membaik, pihaknya baru akan menjemput terpidana untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Tapi kalau tidak ada di tempat kami akan nyatakan Daftar Pencarian Orang (DPO). Kami juga akan bekerjasama dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk melacak keberadaannya dan menangkapnya," kata dia lagi.

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung Andi Suharlis menambahkan, pihak kejaksaan memberikan waktu selama dua bulan selama masa pengobatan yang bersangkutan.

Pihaknya juga telah mencari dokter pembanding untuk memeriksa apakah yang bersangkutan benar-benar sakit dan sudah sejauh mana proses penyembuhannya.

"Kita tunggu dua bulan ini, dan kami juga sudah cari dokter pembanding. Takut yang bersangkutan pura-pura sakit," katanya lagi.

Reza Pahlevi ditetapkan sebagai tersangka atas perkara korupsi bantuan perlengkapan siswa miskin di Dinas Pendidikan Provinsi Lampung.

Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang pada 2017 lalu, Reza didakwa oleh jaksa telah memperkaya diri sendiri dari pengerjaan proyek tahun anggaran 2012 senilai Rp1,4 miliar.

Dia juga didakwa oleh jaksa dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang kemudian memvonis Reza dengan kurungan penjara selama satu tahun serta denda sebesar Rp50 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama satu tahun.

Korupsi ini bermula dari adanya proyek pengadaan bantuan perlengkapan siswa miskin tahun anggaran 2012 di Dinas Pendidikan Provinsi Lampung. Proyek tersebut disebar menjadi 93 paket untuk 13 kabupaten/kota dengan nilai anggaran Rp17 miliar.

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Lampung ketika itu dijabat Tauhidi membuat harga perkiraan sendiri (HPS) berdasarkan HPS tahun sebelumnya. Proses lelang dilakukan dengan metode pelelangan sederhana.

Dalam pelaksanaannya proses pelelangan sederhana terhadap 93 paket itu tidak pernah dilaksanakan, karena pelaksana pekerjaan telah ditentukan sebelumnya. Dari 93 paket itu, termasuk sembilan paket di Lampung Utara, tujuh paket di Pringsewu dan lima paket di Tulangbawang.

Tauhidi sudah menentukan bahwa pelaksana paket di tiga kabupaten itu adalah Reza. Reza melalui stafnya bernama Azuari lalu menyerahkan administrasi perusahaan untuk proses lelang yang sudah ditentukan pemenangnya sebelum lelang dilakukan.

Sebelum kontrak ditandatangani, Reza melakukan negosiasi dengan pemilik konveksi Koko Sunarko.

Hasil negosiasi, Reza memesan 13.500 set perlengkapan siswa dengan harga Rp16 ribu per set dengan nilai Rp2,1 miliar. Pembayaran dilakukan Reza secara bertahap, setelah pelaksanaan proyek selesai dilakukan pembayaran oleh Dinas Pendidikan ke Reza melalui stafnya Azuari.

Hasil perhitungan kerugian negara, ada selisih antara pembayaran dengan pembelian barang sebesar Rp1,4 miliar.