Perkawinan dini di Sulteng 15,8 persen di atas rata-rata nasional

id BAPPENAS,perkawinan dini,sulteng

Perkawinan dini di Sulteng 15,8 persen di atas rata-rata nasional

Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan olahraga BAPPENAS Woro Srihastuti Sulistyaninggrum (Kedua dari kiri) saat konfrensi pers bersama Kemenkes, Yayasan PLAN Internasional Indonesia dan UNFPA diskusi hasil awal rencana aksi riset remaja perempuan dan pemuda di situasi bencana, di Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (25/2019). (ANTARA/Moh Ridwan)

Palu (ANTARA) - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas mencatat angka perkawinan usia anak atau pernikahan dini di Provinsi Sulawesi Tengah masih di atas rata-rata nasional yakni 15,8 persen.

"Rata-rata angka perkawinan usia anak secara nasional 11,2 persen, Sulawesi Tengah masih di atas ini terjadi sebelum dan sesudah bencana," kata Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan olahraga BAPPENAS Woro Srihastuti Sulistyaninggrum di Palu, Selasa.

Menurutnya, masalah perkawinan usia anak atau pernikahan dini masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dan bukan hanya menjadi tanggung jawab satu sektor, perlu pendekatan secara koperehensif dan keterlibatan semua pihak.

Apa lagi situasi pascabencana resiko terjadinya pernikahan usia anak semakin besar jika tidak dilakukan penanganan secara sigap dan tepat.

Dia menyebut, BAPPNAS bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak saat ini sedang menyusun strategi nasional pencegahan pernikahan usia anak yang diharapkan mendapat masukan dan saran dari pemerintah daerah yang masih mengalami kerentanan.

"Kami sangat berharap bisa membangun kerja sama dengan pemerintah daerah, karena dampak ditimbulkan dari pernikahan dini akan berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi, kekerasan dalam rumah tangga, kematian ibu dan bayi termasuk ekonomi," tambahnya.

Selain itu, berdasarkan kajian indeks pembangunan pemuda menurut BAPPENAS, Sulawesi Tengah berada diurutan 23 dari 34 provinsi di tanah air, artinya masih jauh dibawah daerah maju lainnya.

Dia menjelaskan, tolak ukur indeks pembangunan pemuda dilihat dari lima domain diantaranya pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan, lapangan dan kesempatan kerja, partisipasi dan kepemimpinan serta gender dan diskriminasi.

"Dari lima domain yang paling krusil terjadi di Sulawesi Tengah Masalah gender dan diskriminasi. penyumbang terbesar domain gender dan diskriminasi adalah perkawinan usia anak," ungkap Srihastuti

BAPPENAS menilai, kekerasan terhadap anak, pelecehan seksual, gender dan diskriminasi menjadi isu sentral untuk segera diselesaikan agar kelompok-kelompok rentan bisa hidup layak.

"Penyelesaian masalah ini menjadi tugas bersama baik pemerintah, lembaga hingga pemangku kepentingan di Sulawesi Tengah. Bagaimana perempuan bisa bekerja di sektor formal pascabencana," kata Srihastuti.