Kata psikiater perundungan bisa sebabkan depresi pada siswa

id Kesehatan jiwa, depresi, perundungan, remaja

Kata psikiater perundungan bisa sebabkan depresi pada siswa

Simposium regional Lundbeck yang membahas mengenai kesehatan mental di Jakarta, Sabtu (Indriani)

Secara normal, jika kita terus dibully (rundung) membuat seseorang menjadi cemas. Lama kelamaan cemas itu bisa membuat remaja menjadi depresi
Jakarta (ANTARA) - Perundungan terus-menerus yang terjadi pada siswa bisa menyebabkan depresi, kata konsultan psikiatris Dr Margarita Maramis mengatakan. 

"Secara normal, jika kita terus dibully (rundung) membuat seseorang menjadi cemas. Lama kelamaan cemas itu bisa membuat remaja menjadi depresi," ujar Margarita dalam simposium regional Lundbeck di Jakarta, Sabtu (22/6).

Oleh karena itu, Margarita meminta orangtua untuk peduli dengan kondisi anak. Pasalnya kecemasan menjadi salah satu pemicu depresi yang jarang disadari. Apalagi saat ini, perundungan tidak hanya secara langsung melainkan juga melalui siber.Baca juga: Psikolog ungkap dua fenomena kasus pasutri asal Tasikmalaya

Margarita juga meminta orangtua mampu mengenali kondisi anak, apalagi jika anak sampai mengalami trauma. Selain perundungan penyebab lainnya adalah masalah remaja lainnya seperti putus cinta.

"Trauma satu kali, dua kali atau berkali-kali penting untuk diketahui dan secepat mungkin harus diatasi trauma itu. Bisa melalui curhat ataupun ke psikolog untuk tahap awal," kata dia lagi.

Depresi merupakan suatu kondisi medis yang dapat dikategorikan menjadi tiga jenis gejala, yakni gejala terkait suasana hati (suasana hati yang buruk, minat yang rendah, kecemasan, motivasi yang rendah, dan lainnya), gejala kognitif (gangguan konsentrasi, kesulitan dalam membuat rencana, pelupa, lambat dalam menanggapi dan bereaksi, dan lainnya), gejala fisik (nyeri, gangguan tidur, gangguan nafsu makan, dan lainnya).

Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), Dr Eka Viora SpKJ, menjelaskan bahwa banyaknya stigma yang beredar terhadap depresi menghalangi para penderitanya mendapatkan dukungan yang tepat.

Stigma tersebut menghambat orang dengan depresi untuk mencari dukungan yang mereka butuhkan untuk bisa menjalani kehidupan kembali secara normal.

"Depresi lebih sering dilihat sebagai aib daripada penyakit karena berkenaan dengan kesehatan mental, bukan fisik," kata Eka. Baca juga: Psikolog ingatkan dampak buruk kawin kontrak

Eka juga bersama dengan rekan-rekannya sedang berusaha meningkatkan kesadaran bahwa depresi adalah penyakit sebagaimana penyakit lainnya. Orang dengan gangguan depresi bisa pulih sepenuhnya dan penderitanya juga seharusnya bisa tanpa ragu-ragu mencari dukungan dan pengobatan.

"Untuk itu, penderita depresi jangan dikucilkan melainkan harus mendapatkan dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar," imbuh Eka.