Ada kelemahan pengawasan terkait beras busuk, kata mantan Dirut Bulog

id Beras busuk,Gudang bulog

Ada kelemahan pengawasan terkait beras busuk, kata mantan Dirut Bulog

ilustrasi - Beras untuk rakyat miskin yang tidak layak konsumsi karena rusak dan busuk (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama Bulog periode 2009-2014 Soetarto Alimoeso menilai ada kelemahan pengawasan internal terkait penanganan beras di Gudang Bulog sehingga menyebabkan terjadinya kasus beras busuk.

"Bisa saja kelemahannya itu di pengawasan internal, yang mulai dari bawah sampai ke SPI, Satuan Pengawas Internal," kata Sutarto dalam pernyataan di Jakarta, Sabtu.

Sutarto mengemukakan selama ini Bulog sudah memiliki standar operasional prosedur (SOP) yang jelas terkait penanganan stok beras. Salah satunya, melalui skema "first in first out", sehingga beras yang lebih dulu masuk gudang, lebih dulu juga keluar gudang. Selain itu, data beras dari setiap gudang juga sebenarnya sudah bisa diakses secara online hingga ke pimpinan tertinggi.

"Jadi tahu di gudang A ada berapa, gudang B ada berapa. Kekuatan gudang A berapa. Makanya, biasanya sebelum rusak dilakukan reproses," ujar mantan Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian itu.

Menurut dia, reproses itu diperlukan bagi beras-beras yang sudah berusia enam bulan untuk mencegah beras menjadi busuk di gudang.
Reproses juga mendesak, terutama pada beras lokal yang dibeli pada musim hujan, karena berumur lebih cepat, yaitu sekitar tiga bulan.
Hal itu karena beras produksi pada musim hujan tidak mampu mengering sempurna akibat hanya dikeringkan di lantai jemur.

"Idealnya itu kurang dari tiga bulan kalau untuk produksi musim penghujan. Kalau produksi musim kemarin, itu bisa sampai enam bulan nggak apa-apa," jelas Sutarto.

Oleh karena itu, untuk mengatasi persoalan ini, Sutarto yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi), mengusulkan adanya kepemimpinan yang tegas.

Sutarto juga menyarankan Bulog agar lebih rajin dalam melakukan operasi pasar agar beras tidak terlalu lama menumpuk di gudang.

Sebelumnya, beberapa waktu lalu sempat ditemukan adanya beras turun mutu atau busuk sebanyak 6.800 ton di Bulog Divre Sumsel dan Babel yang diduga terjadi karena adanya ketidakpatuhan terhadap prosedur.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (Chips) Assyifa Szami Ilman menyebutkan kasus ini masih terjadi karena permasalahan gudang penyimpanan Bulog tidak pernah dianggap sebagai masalah serius.

Selain itu, Bulog juga mengalami kesulitan menyalurkan beras karena tidak lagi mendapatkan penugasan program beras sejahtera yang akan berganti nama menjadi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).