Mengarungi Sungai Sebayang untuk mengantarkan logistik pemilu

id merayakan demokrasi indonesia,pemilu di kampar,kampar

Mengarungi Sungai Sebayang untuk mengantarkan logistik pemilu

Kegiatan pagi warga Rimbang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.

Pekanbaru (ANTARA) - Badul Aziz, tetua adat di Desa Gajah Bertalut, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, mengaku heran daerahnya masuk kawasan hutan lindung, berdasarkan Undang-Undang Kehutanan tahun 1982.

Konsekuensinya, berdasarkan UU tersebut sangat tidak diperbolehkan adanya penebangan hutan untuk pembukaan akses jalan.

"Akibatnya kampung kami ini sampai kini tidak memiliki akses jalan darat. Dan transportasi satu-satunya yang bisa digunakan adalah dengan memanfaatkan aliran Sungai Subayang," kata Badul Aziz saat ditemui ANTARA, belum lama ini.

Kecamatan Kampar Kiri Hulu dapat ditempuh sekitar dua jam perjalanan darat dari Pekanbaru, Ibu Kota Provinsi Riau. Selanjutnya, untuk menjangkau desa-desa yang ada di kecamatan tersebut sebagian besar harus melalui sungai.

Selama ini masyarakat di daerah itu menggunakan sampan kecil, dan khusus kapal sedang dan besar dilengkapi dengan mesin, dengan menghabiskan ongkos Rp50-100 ribu sekali jalan. Padahal jika ada akses darat, jarak tempuh dari desa terakhir yang sudah dibangun beraspal ke Desa Gajah Bertalut hanyalah 23 kilometer.

Badul menyebutkan, selain Desa Gajah Bertalut, tercatat tujuh desa lainnya yang masih menggunakan transportasi sungai, yakni Desa Muaro Bio, Tanjung Beringin, Batu Sanggan, Aur Kuning, Terusan, Subayang Jaya, dan Pangkalan Serai. Waktu tempuh dari daerah terakhir beraspal adalah satu hingga empat jam ke desa yang paling jauh.

"Mencermati kondisi daerah kami yang terisolasi tersebut, masyarakat bersama Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kabupaten Kampar dan World Resource Indonesia (WRI), sejak 2012 terus berjuang agar daerah ini menjadi hutan adat," katanya.

Perjuangan tersebut, katanya, sudah disetujui Bupati Kampar (kala dijabat almarhum Aziz Zainal), namun surat keputusan (SK) tentang hutan itu belum diterima. SK tersebut bisa sekaligus bisa dijadikan dasar permohonan yang sama untuk dilanjutkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar daerahnya tidak berstatus hutan lindung lagi sehingga bisa dilaksanakan pembangunan jalan.

Badul menambahkan, dengan keterbatasan sarana transportasi darat tersebut maka banyak aspek yang terkendala dibanding daerah yang memiliki sarana dan prasarana jalan memadai. Akses darat dibutuhkan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi masyarakat, yang kini sedang terpuruk akibat anjloknya harga karet.

"Sebab karet sebagai sumber mata pencarian utama sebagian besar masyarakat sekitar Bukit Rimbang Baling. Jika terbuka akses darat, harga kebutuhan hidup bisa murah dan hasil pertanian, seperti buah-buahan, sayur-sayuran bisa dibeli oleh masyarakat yang melintasi daerah ini dengan kendaraan bermotor," katanya.


Distribusi Logistik Pemilu

Terkait dengan pesta demokrasi yang akan digelar dalam waktu dekat, Ketua Panitia Pemilu Kecamatan (PPK) Kampar Kiri Hulu untuk Pemilu 2019 Mujazi mengatakan ada delapan desa yang akan ikut melaksanakan pemilu serentak untuk DPRD Kampar, DPRD Riau, DPR RI, DPD RI, dan Piplres 2019. Untuk DPRD Kampar, delapan desa yang terisolasi masuk daerah Pemilihan VI, meliputi Kecamatan Kampar Kiri, Kampar Kiri Hulu, Kampar Kiri Tengah, Kampar Kiri Hilir, dan Gunung Sahilan.

"Total jumlah pemilih delapan desa sebanyak 2.265 orang, sedangkan untuk Kecamatan Kampar Kiri Hulu hanya 7.615 pemilih," katanya.

Mujazi menjelaskan logistik Pemilu kini masih berada di kantor Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kampar dan sedang dilakukan perakitan kotak suara yang dari kardus dan bakal sampai di kecamatan sepekan menjelang Pemilu, 17 April 2019.

Ia menyebutkan, pendistribusian logistik yang perlu diantisipasi adalah hujan, apalagi melalui akses sungai. Jika hujan, maka air Sungai Subayang meluap dan bisa mengakibatkan banjir.

"Perlu diantisipasi kotak suara berbahan kardus berpotensi basah melewati sungai. Jika sebelumnya antisipasi dilakukan hanya dengan menutup logistik dengan terpal, maka kali ini logistik akan dibungkus dengan plastik, namun masih menunggu petunjuk dari KPU," katanya.

Sementara itu, logistik Pemilu harus diterima panitia pemungutan suara (PPS) di desa dua hari menjelang pesta demokrasi nasional itu, dan untuk daerah terluar, terpingir, terdepan, terisolasi bisa mencapai tiga hari.

Mujazi mengakui, berdasarkan pengalaman pada Pilkada Kabupaten Kampar dan Gubernur Riau 2018, pendistribusian logistik pemilu terkait, tidak melampaui dua hari, bahkan selesai pemilihan pun juga satu hari paling lambat sebelum pukul 24.00 WIB sudah sampai ke PPK.

"Kami terus memperkuat koordinasi dengan berbagai pihak terkait agar surat suara tidak diinapkan di kantor desa setelah perhitungan suara selesai oleh panitia pemilu," katanya.

Selain kendala transportasi darat, kata Mujazi, sebagian besar delapan desa tersebut belum tersentuh jaringan telekomunikasi telepon seluler dan internet. Delapan desa tersebut adalah bagian dari 24 desa di Kecamatan Kampar Kiri Hulu. Sementara hanya empat desa yang bisa menggunakan alat komunikasi dan transportasi kendaraan roda empat.

Ia merinci, Kecamatan Kampar Kiri Hulu memiliki 24 desa, dan yang memiliki akses telekomunikasi yang baik ada empat desa, sisanya 20 desa lagi (termasuk delapan desa sekitar Sungai Subayang) tidak memiliki jaringan komunikasi memadai.


Sambut antusias
Suasana pasar di tepi sungai yang menjadi pusat transaksi warga Rimbang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.


Meski sibuk dengan aktivitas mencukupi kehidupan, ketika ditanya tentang akan adanya Pemilu Serentak 2019, Jura, salah seorang warga, langsung menjawab tahu. Dia mengaku tahu informasi tersebut dari Panitia Pemungutan Suara setempat.

Menyambut Pemilu, dia mengaku cukup gembira meskipun sebelumnya ada janji-janji politik yang belum terpenuhi. Saat ini untuk memilih, dia akan melihat dulu dan mendengar apa kata orang sebelum menentukan pilihan.

"Kita milih juga, tapi belum tahu siapa. Janjinya karet dimahalkan, bahan pokok dimurahkan. Tapi dengar dulu apa kata orang-orang," ungkap perempuan beranak satu yang sudah pisah dengan suaminya ini.

Kegirangan dalam menyambut Pemilu juga diperlihatkannya dengan ikut menonton acara debat presiden di televisi. Di desanya bisa menonton dengan parabola dengan aliran listrik dari tenaga air mikrohidro Sungai Subayang.

"Mungkin sebagian orang gembira, sebagian tidak. Tapi hebohnya ada waktu nonton acara debat presiden itu ramai," tambahnya.

Menyusuri beberapa dusun di Desa Pangkalan Serai akan terlihat rumah masyarakat yang bisa dibilang rapat. Ada yang masih dari kayu dan juga batako maupun bata semi permanen. Terdapat juga rumah adat yang berusia ratusan tahun milik Suku Domo, salah satu suku selain Melayu.

Dari satu dusun ke dusun lainnya ada jembatan gantung untuk menyeberangi Sungai Subayang. Berwarna kuning, jembatan sepanjang sekitar 40 meter ini cukup kuat dan tidak terlalu goyang ketika dilewati.

Pada dusun itu sudah terlihat pula spanduk-spanduk calon legislatif, mulai dari DPRD Kampar, DPRD Riau, DPR RI, dan DPD di rumah-rumah warga. Selain itu ada juga nama-nama di daftar pemilih tetap desa itu yang berjumlah hanya 302 tertempel di salah satu dinding kayu.

Di depan rumah, pada pagi hari nampak beberapa ibu-ibu duduk, baik yang sendiri maupun yang menggendong anaknya. Di tempat lain tampak pula sejumlah pria dewasa duduk-duduk di bangku panjang di bawah pohon.

Salah satu di antaranya tokoh pemuda setempat, Hayudin. Ketika ditanya soal Pemilu, dia mengatakan bahwa masyarakat sekitar antusias. Menurutnya, antusias masyarakat cukup baik dan tahu akan adanya pemilu atas informasi dari PPS maupun melihat di televisi.

Selain itu juga karena atribut caleg yang juga banyak terpasang di Desa Pangkalan Serai tersebut cukup menyemarakkan pesta demokrasi meskipun para caleg tersebut belum ada yang datang langsung. Adanya cuma tim para caleg yang datang dan memasang atributnya.

"Ada satu yang datang sekalian reses, anggota DPRD Riau, Yurjani Moga. Caleg juga sekarang. Dari DPRD kabupaten belum ada, mungkin bulan ini banyak yang akan datang," ujarnya.

Diapun menyatakan bahwa partisipasi masyarakat di Desa Pangkalan Serai ini untuk memilih cukup tinggi. Pasalnya ini adalah hajatan lima tahunan yang rentangnya cukup lama dan petugas PPS pun biasanya sudah mengingatkan lima hari sebelum pemilihan.

Desa Pangkalan Serai untuk DPRD Kampar masuk pada Daerah Pemilihan VI yang terdiri dari Kecamatan Kampar Kiri, Kampar Kiri Hulu, Kampar Kiri Tengah, Kampar Kiri Hilir, dan Gunung Sahilan. Untuk Kecamatan Kampar Kiri sendiri hanya terdapat jumlah pemilih sekitar 7.000.

Sementara di Kawasan Hutan Lindung Bukit Rimbang Baling terdapat beberapa desa dengan delapan di antaranya harus ditempuh melalui transportasi sungai. Kedelapan desa itu mulai dari yang terdekat adalah Muaro Bio, Tanjung Beringin, Batu Sanggan, Gajah Bertalut, Aur Kuning, Terusan, Subayang Jaya, dan Pangkalan Serai. Total jumlah pemilih delapan desa itu adalah sebanyak 2.265 orang.


Libur Menderes

Turun ke bawah sedikit dari Pangkalan Serai akan terlihat Desa Subayang Jaya. Desa satu-satunya yang memakai nama Sungai Subayang ini memiliki 209 pemilih.

Turun dari sampan untuk memasuki desa ini juga harus mendaki dari tepi sungai. Suasana terasa tenang dan yang banyak kelihatan adalah kaum perempuan karena yang pria banyak pergi bekerja ke hutan.

Secara umum di desa-desa Kawasan Rimbang Baling ini, sumber penghasilan utama adalah dengan berkebun karet. Oleh karena itu, banyak yang pergi ke hutan untuk menderes karet, namun saat ini berkurang sekarang akibat harganya yang anjlok.

Meski begitu, penduduk setempat tetap melakoni peran bertani dengan mencari alternatif komoditi lain, seperti petai. Ptai ini bisa dibudidayakan sendiri ataupun dengan mengambil di hutan yang telah ada.

Walaupun banyak yang beraktivitas ke hutan, para pria masih bisa juga dijumpai di desa ini. Hanya saja tak banyak dan rata-rata juga lanjut usia ataupun yang bekerja sebagai perangkat desa dan guru.

Salah satu yang bisa dijumpai, yakni Datuk Amiruddin yang pernah menjadi Kepala Suku Melayu setempat. Berumur sekitar 70 tahun, tapi masih antusias untuk berkomunikasi meskipun terbatas hanya dengan bahasa daerah.

Ketika ditanya tentang pemilu, dia spontan mengatakan mengetahui, namun tidak ingat tanggal persisnya. yang jelas, kata dia, itu akan dilakukan pada Bulan April.

"Tahu pemilu, ada disebut-sebut orang, tak tahu tanggalnya tapi yang jelas bulan 4. Kalau ada umur panjang dan ada di kampung memilih, kalau di hutan tak tahu lah, Insya Allah tidak ke hutan," katanya.

Menurutnya memilih bagi orang kampung memiliki daya tarik sehingga bersemangat dan antusias. Hal ini lantaran yang akan dipilih juga kepala negara serta para wakil rakyat.

"Namanya kepala negara kita tentu harus dipilih, apalagi tepat pilihan yang kita pilih besok yang menang. Tak ada harapan, tapi kalau yang kita suka di hati yang menang kita bahagia," ucapnya.

Antusiasme masyarakat di sini baik ternyata juga lantaran ada Caleg DPRD Kampar berasal dari Desa Subayang Jaya. Namanya Syarifuddin dari Partai Demokrat dengan nomor urut 1 Dapil 6 dimana dia juga merupakan petahana.

"Dia asli putra daerah di sini, untuk DPRD Kampar. Hubungannya dengan masyarakat baik. Kami senang ada putra daerah sebagai sambung jari dari masyarakat sini. Mudah-mudahan harapan terpenuhi bisa memperjuangkan kekurangan kita," kata warga setempat, Sunardi.

Menurut Sunardi anggota dewan tersebut juga sering ke Subayang Jaya karena rumahnya ada di daerahy itu. Selain itu istrinya juga orang desa setempat meskipun berdomisili di Kota Pekanbaru.

Panitia Pemilu Kecamatan Kampar Kiri Hulu mencatat partisipasi pemilih di delapan desa tersebut cukup tinggi. Pada saat Pemilihan Gubernur Riau 2018 lalu tingkat partisipasi adalah 76 persen.

"Targetnya lebih besar pada Pemilu 17 April nanti karena ada pileg untuk anggota dewan. Masyarakat akan lebih berantusias, kita berupaya melakukannya dengan format pengumuman ditempel di tempat umum agar dapat ke TPS 17 april nanti," kata Anggota PPK, Zurfiah.

Kegirangan masyarakat yang terisolir ini menyambut pemilu merupakan potret alami karakter akar rumput. Ikatan yang masih kuat dan rasa apatis yang belum kentara menjadikan pemilu sebagai suatu pesta yang harus dirayakan bersama dengan partisipasi.

Hal tersebut perlu terus dipelihara selain tentunya juga mewujudkan harapan agar daerah mereka tidak lagi terisolir. Momen pemilu harus menjadi langkah awal kristalisasi harapan mereka sebelum terjadi perasaan putus asa.(*)