Mengupas Tindak Pidana di Bidang Ketenagakerjaan

id Hakim, rilis, buku

Mengupas Tindak Pidana di Bidang Ketenagakerjaan

Sahala Aritonang, S.H., AM.Pd, salah satu Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Bandarlampung. (Istimewa/Antaralampung.com)

Bandarlampung (ANTARA) - Sahala Aritonang, S.H., AM.Pd, salah satu Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, telah menyelesaikan penulisan sebuah buku yang berjudul "Tindak Pidana di Bidang Ketenagakerjaan".

Sebelumnya pada tahun 2007, Sahala juga telah menyelesaikan penulisan buku yang berjudul "Hak-hak Guru dan Dosen Swasta Jika Diberhentikan" yang diterbitkan oleh CV Eko Jaya Jakarta.

Sebelum menulis buku "Tindak Pidana di Bidang Ketenagakerjaan" yang diterbitkan oleh Permata Aksara Bekasi, Sahala pada tahun 2005 hingga 2010 pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Pengurus Cabang Fedirasi Serikat Buruh Pendidikan, Pelatihan dan Pegawai Negeri (DPC-Fesdikari) Provinsi DKI Jakarta.

Buku yang baru selesai dirilis dan diterbitkan pada tahun 2018 itu mempunyai ketebalan sebanyak 293 halaman. Mulai dari Kata Mutiara, Sambutan, Pengantar, Pendahuluan, Pengaruh Putusan Mahkamah Konstitusi, Pengertian Tindak Pidana, Pengertian Pidana Umum, Peringkat Tingkat Pidana, Tindak Pidana Khusus Kejahatan, Tindak Pidana Khusus Pelanggaran, Sanksi Administratif, Penyidik Pembina dan Pengawasan, Kerjasama Internasional, Lampiran, Daftar Pustaka, dan Profil.

Motivasinya dia sendiri menulis buku tersebut agar para buruh maupun pengusaha dapat saling  mengerti kekurangan dan kelebihan pada dirinya masing-masing. Selain itu dapat menyadari apa saja yang tidak boleh dilanggar untuk seorang buruh dan apa saja yang tidak boleh dilanggar untuk seorang pengusaha.

Ketentuan mengenai kepegawaian yang diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan berlaku bagi pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Sedangkan, ketentuan kepegawaian yang tidak diberlakukan dalam undang-undang ketenagakerjaan bagi pejabat negara, penyelenggara negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Dia menulis buku tersebut berdasarkan alasan sehari-hari antara pengusaha dengan buruh agar dapat menciptakan hubungan kerja yang harmonis. Dengan itu buruh akan bekerja dengan tenang tanpa dihantui permasalahan hukum di kemudian hari.

Begitu sebaliknya, pengusaha apabila sudah tertib administrasi dan tidak terjadi lagi pelanggaran hukum maka pengusaha akan tenang tanpa dihantui masalah hukum di kemudian hari sehingga dapat berkonsentrasi untuk mengembangkan usahanya sehingga perusahaan akan maju.

“Apabila dunia internasional melihat perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak ada lagi permasalahan hukum ketenagakerjaan, saya yakin para investor asing akan masuk ke Indonesia untuk mengembangkan usahanya. Yang akhirnya dapat membuka lapangan pekerjaan baru sehingga dapat mengurangi pengangguran. Perlu diingat juga bahwa pengangguran adalah salah satu penyebab terjadinya tindak pidana kejahatan,” kata dia.

Dari sekian banyak BAB (bagian isi buku) diantaranya ada Makna Irah-irah Putusan Pengadilan yang tertuang dalam BAB Pengertian Tindak Pidana. Dalam buku yang ditulis Sahala bahwa masih banyaknya masyarakat luas khususnya bagi yang tidak berlatar belakang pendidikan hukum yang belum mengerti makna dari putusan pengadilan yang berbunyi "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" bukan "Demi Keadilan Berdasarkan Kitab undang-undang Hukum Pidana" atau "Demi Keadilan Berdasarkan undang-undang Ketenagakerjaan".

Menurutnya dalam buku yang memiliki sampul palu, borgol serta buku itu bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan harus mempertimbangkan hukum yang berlaku, doktrin tetap, yurisprudensi, kronologis kejadian perkara, dan keyakinan. Sedangkan kitab undang-undang hukum seperti ketenagakerjaan adalah sebagai pedoman untuk petunjuk bagi hakim menjatuhkan hukuman.

"Dalam hukum jika terjadi dua perkara yang sama maka belum tentu juga putusannya sama. Karena dua perkara tersebut belum tentu sama kronologis sebab musababnya atau tempat kejadian perkaranya," kata Tulang begitu orang memanggilnya.

Pria kelahiran 30 Agustus 1965 itu mencontohkan dua kasus dalam hukum dua perkara yang sama belum tentu putusan nya sama.

Contoh pertama seorang ibu bernama A mencuri ponsel di sebuah toko dan handphone itu dijual uangnya kemudian digunakan untuk membeli narkoba, minuman keras dan bersenang-senang. Kemudian rekan ibu tersebut mengatakan "untung kau mempunyai uang sehingga kita bisa berpesta pora".

Contoh kedua yakni, dengan kasus yang sama seorang ibu bernama B mencuri ponsel di sebuah toko dan ponsel itu dijual uang nya kemudian digunakan untuk menebus infus di apotek lalu dibawa ke rumah sakit dan diserahkan ke dokter. Kemudian dokter itu mengatakan "untung ibu mempunyai uang jika tidak, lima menit lagi tidak diinfus maka anak ibu akan meninggal dunia".

Dua contoh itu katanya, perbuatan yang diancam pidana pasal 362 KUHP yang menyatakan barang siapa mengambil sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud dimiliki melawan hukum maka diancam dengan pidana paling lama lima tahun atau pidana denda sembilan ratus rupiah.

"Pertanyaan begini, jika anda yang menjadi hakimnya, berapa lama layaknya ibu A itu dihukum dan berapa lama ibu B dihukum?. Jawabannya silakan menjawab berdasarkan  hati sanubari anda," kata dia.
 
Pria yang pernah diangkat sumpah sebagai Advokat oleh Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat yang diusulkan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) tahun 2010 itu mengatakan dalam undang-undang ketenagakerjaan pada pokoknya terdapat dua jenis sanksi yakni sanksi pidana dan sanksi administratif.

Untuk sanksi pidana dikategorikan dalam tiga jenis sanksi yakni sanksi pidana kejahatan, pelanggaran, dan pidana denda. Sedangkan sanksi administratif berupa teguran sampai dengan pencabutan izin perusahaan.

Tempat kejadian tindak pidana dalam ketenagakerjaan di kelompokan menjadi dua tempat yakni tindak pidana yang dilakukan di luar lingkungan perusahaan dan di dalam lingkungan perusahaan. Sanksi pidana di luar lingkungan perusahaan dibagi menjadi dua yakni tindak pidana yang berkaitan dengan perusahaan dan yang tidak berkaitan dengan perusahaan.

Sedangkan sanksi administratif adalah sanksi yang berkaitan dengan pelanggaran administratif seperti kelengkapan administrasi yang berkaitan dengan perusahaan maupun dengan hubungan kerja seperti perizinan kerja dan pendaftaran peraturan perusahaan.

"Selama ini banyak beranggapan sanksi-sanksi yang terdapat dalam undang-undang ketenagakerjaan hanya diberlakukan kepada pengusaha saja. Kenyataannya sanksi-sanksi itu berlaku juga bagi buruh atau pihak-pihak lain yang tidak memiliki hubungan kerja dengan perusahaan," kata dia menerangkan.

Dalam undang-undang ketenagakerjaan terdapat dua bagian tindak pidana yakni, tindak pidana ketenagakerjaan dan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.

Tindak pidana ketenagakerjaan dalam pasal 1 ayat (1) undang-undang ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.

Jika ditelaah terdapat penggalan kalimat yang menyebutkan pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Dari penggalan kata itu dapat dijabarkan menjadi tiga penggalan kalimat yakni, pada waktu sebelum masa kerja, pada waktu selama masa kerja, dan pada waktu sesudah masa kerja.

Dia menerangkan pada waktu sebelum masa kerja yakni, proses sejak dari pengumuman penerimaan tenaga kerja, proses pelaksanaan seleksi, proses pelaksanaan tes kemampuan, dan pelaksanaan pelatihan atau pemagangan.

Pada waktu selama masa kerja yakni pekerja atau buruh sudah resmi diangkat sebagai pekerja atau buruh di perusahaan. Pada waktu selama masa kerja tidak menutup kemungkinan akan terjadi perbuatan tindak pidana melawan hukum, baik itu yang dilakukan oleh buruh maupun pengusaha, dan

Pada waktu sesudah masa kerja yakni hubungan kerja antara pekerja buruh dengan pengusaha sudah tidak berlanjut lagi karena pemutusan hubungan kerja. Pada waktu sesudah masa kerja tidak tertutup kemungkinan akan terjadi perbuatan tindak pidana melawan hukum, baik itu dilakukan oleh buruh maupun pengusaha.

"Saya berpendapat bahwa tindak pidana ketenagakerjaan adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan buruh maupun pengusaha yang melanggar perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan undang-undang ketenagakerjaan yang ancaman sanksi pidananya hanya diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan," kata dia menjelaskan.

Untuk pidana ketenagakerjaan dalam pasal 174 undang-undang ketenagakerjaan bahwa dalam rangka pembina ketenagakerjaan , pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja buruh, dan organisasi profesi terkait dapat melakukan kerjasama internasional di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dengan terlibat nya pihak luar yang tidak memiliki hubungan kerja dengan perusahaan, tidak tertutup kemungkinan akan terjadi perbuatan melawan hukum, baik itu yang dilakukan secara sendiri atau bersama seperti buruh bekerja sama dengan pihak luar melakukan mogok kerja, menjelek-jelekan atau merusak nama perusahaan, pengusaha bekerja sama dengan pihak luar melakukan pemalsuan data-data pekerja untuk mengurangi pembayaran iuran BPJS, hingga pengusaha tidak dapat mengembalikan ijazah asli pekerja karena rusak, terbakar atau hilang.

"Yang ini saya berikan saran kepada pengusaha agar tidak menahan ijazah asli sebagai jaminan. Karena saya sendiri belum menemukan dasar hukum memperbolehkan penahanan ijazah," kata dia

Meski memiliki dua sisi menguntungkan pekerja atau buruh karena ijazah aslinya akan aman disimpan perusahaan namun, di sisi lain akan merepotkan pihak perusahaan karena harus membeli brankas tempat penyimpanan. Meskipun telah disimpan di tempat yang canggih tidak menutup kemungkinan suatu saat akan menjadi permasalahan.

Saat ijazah tersebut hilang, rusak atau terbakar maka tidak dapat lagi dibuat sesuai dengan aslinya. Akan tetapi instansi yang berwenang akan menerbitkan dalam bentuk surat keterangan pengganti ijazah. Dengan hal ini tentunya akan merugikan buruh ketika akan dipergunakan untuk kepentingan lainnya.

"Untuk menjadi Calon Presiden (Capres), Calon Legislatif (Caleg) atau Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) saja tidak dipersyaratkan menahan ijazah aslinya akan tetapi cukup menunjukkan ijazah aslinya dan menunjukkan dan menyerahkan fotokopi yang sudah dilegalisir," kata dia mengungkapkan.

Merusak atau menghilangkan surat berharga milik orang lain dapatkah di pidana, Sahala menegaskan hal itu akan menjadi kewenangan dari pihak yang berwajib untuk menentukannya. Hal itu jika dapat dipidanakan berdasarkan keyakinan hasil penyidikan pejabat yang berwenang tidak terdapat kemungkinan dapat diancam sanksi pidana yakni pasal 406 ayat (1) dengan ancaman pidana penjara selama dua tahun delapan bulan.

Menurutnya, jika perusahaan beralasan menahan ijazah sebagai jaminan agar buruh tidak mengundurkan diri di tengah perjalanan dirinya beranggapan alasan tersebut tidak dapat dibenarkan. Karena menurutnya ada sanksi hukum di dalam undang-undang ketenagakerjaan yang mengatur hal tersebut.

"Diantaranya pasal 62 sebagaimana dimaksud pasal 61 ayat (1) undang-undang tentang ketenagakerjaan bahwa pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi sebesar upah buruh sampai waktu berakhirnya jangka kerja," kata dia.