Solidaritas Tumbuh Dari Tsunami Selat Sunda (bagian i)

id Nanang Ermanto

Solidaritas Tumbuh Dari Tsunami Selat Sunda (bagian i)

Satu buah masjid masih berdiri kokoh ditengah puing-puing bangunan yang rata dengan tanah pascatsunami selat sunda, Sabtu (22/12) di Lampung Selatan (Antaranews Lampung/Damiri) (

Saya kehilangan dua anggota keluarga, mertua dua-duanya meninggal kena tsunami, ujar Fajri
Bandarlampung (Antaranews Lampung ) - Jelang akhir tahun 2018, tsunami melanda pesisir perairan Selat Sunda di Provinsi Lampung dan Banten, Sabtu (22/12) malam.

Bencana yang diduga dipicu letusan (erupsi) Gunung Anak Krakatau, di Selat Sunda, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, sehingga menimbulkan longsoran sebagian material gunung api di dalam laut ini, kemudian memicu terjadi tsunami di Selat Sunda.

Bencana ini menyisakan duka mendalam bagi para korban yang kehilangan anggota keluarga maupun harta benda mereka ludes disapu tsunami.

Gunung api di dalam laut itu, kini ketinggiannya telah menyusut dari semula 338 meter dari permukaan laut (mdpl) menjadi 110 mdpl atau telah berkurang sebagian tubuhnya longsor ke laut, sehingga kemudian diduga memicu tsunami Selat Sunda pada Sabtu malam lalu.

"Saya kehilangan dua anggota keluarga, mertua dua-duanya meninggal kena tsunami," ujar Fajri (57), warga Desa Way Muli Timur, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, akhir pekan ini.

Ia bertutur, saat kejadian di malam itu, kebetulan sedang berada di Dermaga Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni, Lampung Selatan membawa kendaraan angkutan barang dari Lampung ke Merak (Banten).

Saat hendak masuk kapal feri, tiba-tiba istrinya menelepon, terjadi tsunami di pesisir depan rumahnya di Way Muli Timur, Rajabasa.

Namun, dia tak begitu saja mempercayai kabar itu, mengingat di pantai Dermaga Bakauheni justru air laut surut. Namun setelah diyakinkan oleh istrinya, dengan memberi informasi para korban telah berjatuhan, dia pun akhirnya mempercayainya dan meminta istri dan anaknya harus segera mengungsi.

Istrinya juga mengaku sempat kaget, saat mendadak gelombang tinggi menghantam pesisir di depan rumahnya. Seperti tak mempercayai bencana sudah di depan mata. Korban pun bergelimpangan. Tapi, ia dan anaknya beruntung, rumah besar di depannya justru menjadi penghalang gelombang tsunami tidak langsung menghantam, sehingga dia lepas dari bahaya.

Istri dan anak-anaknya kemudian segera mengungsi ke perbukitan di bagian atas perkampungan pesisir Lampung Selatan ini.

Korban bencana ini, khususnya di Kabupaten Pandeglang (Banten), Lampung Selatan (Lampung), dan Serang (Banten).

Tsunami terjadi pada Sabtu (22/12) sekitar pukul 21.27 WIB, diduga dipicu erupsi Gunung Anak Krakatau.

Sebelum bencana itu, pada 22 Desember 2018, seperti biasa hari-hari sebelumnya, Gunung Anak Krakatau terjadi letusan/erupsi. Secara visual, teramati letusan dengan tinggi asap berkisar 300-1.500 meter di atas puncak kawah.

Secara kegempaan, terekam gempa tremor menerus dengan amplitudo overscale (58 mm). Pada pukul 21.03 WIB terjadi letusan, selang beberapa lama kemudian ada info telah terjadi tsunami.

Akibatnya, ratusan korban jiwa jatuh, ratusan orang luka-luka, dan 7 orang lainnya dinyatakan masih hilang.

Tsunami itu juga menyebabkan ratusan bangunan mengalami kerusakan dan sejumlah akses jalan sempat lumpuh total. Tak sedikit orang yang terombang-ambing di lautan hingga berkali-kali dihempas gelombang.
 
Petugas TNI AL menggendong warga korban tsunami yang berasal dari Pulau Sebesi dan Sebuku setibanya di dermaga C2 Pelabuhan Panjang, Bandar Lampung, Lampung, Kamis (27/12/2018). (ANTARA FOTO/Ardiansyah/pras) (ANTARA FOTO/Ardiansyah/pras/)

Wilayah pesisir Kecamatan Rajabasa menjadi salah satu daerah yang paling parah terdampak tsunami. Banyak korban jiwa yang dievakuasi dari kawasan ini dan tak sedikit dari mereka yang juga selamat dari terpaan gelombang besar ini.



Ribuan Pengungsi Bertahan

Sebanyak 5.843 jiwa masih mengungsi di berbagai posko pengungsian pascatsunami Selat Sunda di perairan pesisir pantai selatan Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung.

"Mereka mengungsi di Kecamatan Bakauheni, Kalianda, Rajabasa, dan Katibung," kata Kabid Humas Polda Lampung Kombes Sulistyaningsih.

Dia mengatakan mereka yang terdiri atas orang tua hingga anak-anak itu terbanyak mengungsi di lokasi pengungsian Lapangan Tenis Indoor Kalianda dan Kantor Camat Banding.

Warga korban tsunami yang mengungsi di Lapangan Tenis Indoor Kalianda 1.077 jiwa berasal Pulau Sebuku dan Sebesi di Selat Sunda, dan Kantor Camat Banding 1.044 pengungsi.

Di Kecamatan Bakauheni Posko Balai Desa Totoharjo 43 orang, Kelasi 320 orang, sedangkan di Kecamatan Kalianda Posko Perlindungan Gang Palm 14 orang, Desa Sumur Kumbang 183 orang, Hara Banjar 65 orang, Maja 702 orang, Buah Berak 91 orang, Kesugihan 110 orang, Canggu 72 orang, Merak Belantung 314 orang, Tengkujuh 223 orang, Pauh 100 orang, Jondong 101 orang, Kecapi 8 orang, Bumi Agung 243 orang.

Selain itu, di Kecamatan Rajabasa Posko Pangkul 70 orang, Way Muli Timur 600 orang, Balai Desa Kerinjing 200 orang. Kecamatan Katibung Posko Tarahan 110 orang, dan Sinar Laut Desa Tarahan 144 orang.

Tsunami yang terjadi di Selat Sunda pada 22 Desember 2018 malam menimbulkan kerusakan dan korban jiwa di Kabupaten Lampung Selatan, Tanggamus, dan Pesawaran, Provinsi Lampung serta Kabupaten Pandeglang dan Serang, Provinsi Banten.

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 31 Desember, bencana itu sudah menyebabkan 437 orang meninggal dunia, 16 orang hilang, 14.059 orang terluka, dan 33.721 orang mengungsi.

Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan menegaskan tetap akan membantu warga korban tsunami Selat Sunda walaupun memilih tetap bertahan di lokasi desa semula.

Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto didampingi Sekretaris Daerah Fredy SM, saat mengunjungi warga Desa Way Muli Timur, Kecamatan Rajabasa yang berada di posko pengungsian, Jumat (4/1), sempat berdiskusi dan menampung keluhan dan harapan warganya. Salah satunya terkait usulan dari pemerintah untuk merelokasi para korban tsunami yang tak memiliki rumah lagi.

Muksin, salah seorang pengungsi mengungkapkan, banyak hal yang harus dipertaruhkan jika dirinya harus pindah dari Desa Way Muli, mengingat banyak penduduk desa itu yang mencari nafkah sebagai nelayan.

"Intinya, kami ingin tetap bertahan di sini. Mohon diberikan tempat dimana di desa ini, yang penting kami aman dari tsunami," ujar Muksin di hadapan Plt. Bupati Lamsel itu pula

Menanggapi hal itu, bupati merespons dengan baik keinginan warganya.
 
Plt Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto menyambangi warga yang ada di Pulau Sebesi dekat Gunung Anak Krakatau Senin (31/12/2018) (Istimewa) (Istimewa/)

Nanang mengatakan, pemerintah siap memfasilitasi dan membantu warga Desa Way Muli yang ingin tetap bertahan.

Sebelumnya, pemerintah menyatakan sudah menyiapkan tanah seluas 6 hektare di Desa Kedaton, Kecamatan Kalianda, kemudian akan membelikan tanah di Desa Way Muli, namun dengan standar keamanan yang telah ditentukan.

"Nanti kita carikan dulu lahan yang cocok dan tidak rawan longsor. Saat ini kami bangun dulu hunian sementara, setelah itu baru hunian tetap. Tapi hunian berdasarkan Perda Nomor 15 Tahun 2015 bahwa daerah kita ini rawan longsor dan tsunami, jadi kita tidak gegabah," ujar Nanang lagi.

Nanang mengungkapkan, niat pemerintah untuk merelokasi para korban tsunami bukan tanpa alasan. Selain Kecamatan Rajabasa masuk ke dalam kawasan rawan longsor, juga untuk meminimalkan korban jiwa apabila terjadi bencana.

"Kita berbicara membangun hari ini untuk 5 atau 10 tahun ke depan, kalau terjadi lagi longsor atau bencana, sama saja kita melakukan kesalahan kedua kalinya. Jika warga ingin tetap di sini kita bantu, tapi kalau memang mau ke Kalianda pemerintah siap memfasilitasi," kata Nanang.pula.

Di antara orang-orang yang berhasil selamat dari tsunami tak terprediksi ini, salah satunya adalah Lita, gadis kecil berusia 11 tahun yang tinggal di Desa Kunjir, Kecamatan Rajabasa.

Meski selamat, Lita harus dirujuk ke RSUD Abdul Muluk, Bandar Lampung, sebelumnya Lita juga sempat mendapatkan perawatan selama 2 hari di RSUD Bob Bazar di Kalianda, Lamsel.

Kepala Dinas Kesehatan Lamsel, Jimmy Hutapea menjenguk Lita pasca menjalani operasi Craniotomi.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Lamsel dr Jimmy B Hutapea MARS, Lita dibawa ke RSUD Abdul Moeloek pada tanggal 25 Desember 2018. Pada tanggal 2 Januari 2019, Lita menjalani operasi Craniotomi (bagian kepala).

?Kemarin (Rabu, 2/1/2019) Lita sudah dioperasi. Saat ini kondisinya sudah sadar dan keadaan umum baik," ujar Jimmy saat menjenguk Lita di Ruang Alamanda lantai 4 RSUD Abdul Moeloek, Jumat (4/1).