Meminimalisasi kecelakaan di perlintasan sebidang

id perlintasan kereta

Meminimalisasi kecelakaan di perlintasan sebidang

PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divre IV Tanjung Karang menggandeng komunitas Railfans Lampung melakukan sosialisasi kepada pengguna jalan agar berhati-hati saat melintasi pintu perlintasan kereta api di Jalan Kamboja, Bandarlampung, Minggu (26/8). (Foto: Antaralampung.com/Ardiansyah)

 Pembangunan jalan layang dan under pass di perlintasan sebidang ini untuk mengurangi angka kecelakaan roda empat dan dua yang sering melintas di pelintasan kereta api.
Bandarlampung (Antaranews Lampung) - Persoalan kemacetan yang ditimbulkan di perlintasan sebidang kereta api di Provinsi Lampung dan khususnya Kota Bandarlampung terus menggelinding bagaikan bola salju.

Apalagi jika yang melintas kereta angkutan batubara rangkaian panjang atau babaranjang yang mencapai 40 hingga 60 gerbong, waktu tunggu bisa mencapai 15 menit, belum lagi jika terjadi persoalan lain, kian menambah lama waktu menunggu.

Pemandangan seperti itu sering kali terlihat di jalan raya padat kendaraan yang bersinggungan langsung dengan rel kereta api, seperti di Jalan Sultang Agung, Kota Bandarlampung.

Jika ada kereta api terutama babaranjang melintas, arus kendaraan antre hingga ratusan meter menanti sang "pemilik" jalan melintas.

Terkait persoalan tersebut, Wali Kota Bandarlampung Herman HN cukup merespons, setidaknya sudah membuat satu jalan layang di Jalan Gajahmada, Pahoman. Namun, ada satu lokasi lagi yang cukup menjadi perhatian yakni perlintasan di Jalan Sultan Agung, Kedaton.

Herman HN pun bersikap. Ia mengaku menunggu janji PT KAI yang ingin membangun "underpass" di perlintasan rel dan Jalan Sultan Agung, Bandarlampung guna mengatasi kemacetan di sana.

Kala menjamu tim Antara di ruang rapat kantornya beberapa waktu lau, dia mengatakan di lokasi tersebut sangat rawan kemacetan, hingga kini. Dulu KAI sempat mengutarakan ingin membangun 'underpass' sehingga kendaraan tetap bisa melaju manakala ada kereta yang melintas.

Disinggung apakah Pemkot Bandarlampung ingin membangunnya, menurut dia, tidak dalam waktu dekat ini dan masih menanti janji dari pihak PT KAI untuk merealisasikannya.

Warga Bandarlampung yang kerap melintas di Jalan Sultan Agung sangat berharap segera ada solusi untuk mengatasi kemacetan terutama di persimpangan rel kereta api apalagi ketika kereta lewat.

Beni misalnya, mengaku hampir setiap hari kalau berangakat bekerja melintas di sana, ketika ada kereta apalagi pengangkut batubara berhenti hingga beberapa menit. Ini harus segera dicarikan pemecahannya.

Persoalan perlintasan sebidang tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dan warga Kota Bandarlampung namun seluruh kabupaten/kota yang dilintasi rel kereta api di Wilayah Lampung, seperti Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Utara, dan Kabupaten Waykanan.

Karena itu, Pemerintah Kabupaten Waykanan mengusulkan kepada Dirjen Perkeretaapian melalui Kantor Satuan Kerja Kereta Api wilayah Lampung-Palembang untuk membuat palang pintu perlintasan kereta api.

Kepala Dinas Perhubungan Waykanan Akhmad Odany mengatakan, pihaknya mengusulkan kepada Dirjen Perkeretaapian agar bisa membuat palang pintu kereta api  di jalur resmi. Rencananya tahun depan sudah mulai dikerjakan.

Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Waykanan melalui Dinas Perhubungan telah mengusulkan dua titik untuk dibangun palang pintu perlintasan kereta api. Dua titik yang diusulkan yaitu di  perlintasan Way Tuba dan Negeri Agung yang semuanya sudah diusulkan dan rencananya dikerjakan tahun depan.

Menurutnya, mereka hanya memiliki hak untuk mengusulkan, dan untuk pembangunan semuanya wewenang Kementerian Perhubungan dalam hal ini Dirjen Perkeretaapian.
   
Odany menjelaskan, Pemerintah Kabupaten Waykanan menyiapkan tenaga penjaga palang pintu yaitu masing-masing empat orang petugas yang dibagi menjadi dua shift. Bila satu palang pintu dijaga oleh empat orang penjaga, maka yang dibutuhkan yaitu delapan orang yang sudah berpengalaman dan mengetahui tentang palang pintu perlintasan tersebut.

Namun tidak bisa sembarangan merekrut anggota untuk menjaga palang pintu karena ini menyangkut nyawa orang lain. Bila lalai maka penjaga itu sendiri yang mendapatkan hukuman. Makanya akan dicari yang sudah berpengalaman dan memahami.
   
Selain mengusulkan untuk pembuatan palang pintu perlintasan kereta api, Dinas Perhubungan Waykanan juga mengusulkan untuk penutupan sejumlah perlintasan tidak sebidang (ilegal) karena dapat membahayakan pengendara saat melintas di perlintasan tersebut.


Perlintasan Ilegal

 PT Kereta Api Indonesia Divisi Regional IV Tanjungkarang menyatakan terdapat 119 perlintasan ilegal atau liar serta terdapat 38 perlintasan yang terjaga berpalang di sepanjang jalur wilayahnya.

 Manajer Humas PT KAI Divre IV Tanjung Karang Sapto Hartoyo menjelaskan, masih banyaknya perlintasan liar ini dapat membahayakan para pengendara roda dua dan empat yang sering melintas di perlintasan tersebut, karena tidak ada pengaman seperti penjaga dan palang pintu.
        
Sapto mengimbau seluruh pengendara agar selalu berhati-hati, khususnya yang sering melintas di perlintasan liar tanpa ada palang pintu dan penjaganya.

Sapto juga menyampaikan dari total 38 perlintasan terjaga berpalang ini dibagi menjadi dua, yaitu yang dijaga oleh pihak PT KAI berjumlah 20 palang pintu dan yang dijaga oleh Dinas Perhubungan (Satker) berjumlah 18 palang pintu.

 Menurut dia, jumlah perlintasan kereta api yang berpalang akan bertambah bila pemerintah kabupaten/kota mengusulkan ke Ditjen Perkeretaapian untuk membangun palang pintu perlintasan tersebut.

 Karena itu, dia mengajak harus mendorong kepada kabupaten/kota melalui Dinas Perhubungan untuk bisa meengusulkan pembangunan palang pintu perlintasan kereta api tersebut.

Sapto menjelaskan, selain ada 119 perlintasan ilegal, Divre IV Tanjungkarang juga mencatat terdapat 60 perlintasan tidak berpalang dan tidak terjaga, ada dua perlintasan dibangun oleh perusahaan atau swasta, enam flyover dan dua underpass.

 Selain dijaga oleh pihak PT KAI dan Dishub, perusahan atau swasta juga membangun dua palang pintu perlintasan kereta api yang langsung dijaga oleh petugas dari perusahan tersebut.

 Jadi, lanjut dia, semua pihak ikut berperan untuk bisa meningkatkan keselamatan di perlintasan kereta api dengan membangun dan menempatkan petugas perusahaan untuk menjaganya.
 
Selain itu, PT KAI Divisi Regional (DIvre) IV Tanjungkarang  berencana menutup 10 perlintasan ilegal sampai akhir tahun 2018 ini.

Sapto menjelaskan, pihaknya memiliki program Quick Wins, dengan program ini kita dapat menutup perlintasan liar di wilayah Divre IV Tanjungkarang,¿ ujar Manajer Humas PT KAI Divre IV Tanjungkarang Sapto Hartoyo, di Bandarlampung, Selasa.

Menurutnya, pada program Quick Wins ke-2 di tahun 2018 ini, Divre IV Tanjungkarang berencana akan menutup 10 perlintasan ilegal.

Program quick wins ini merupakan arahan dari Kementerian Perhubungan Budi Karya Sumadi melalui Dirjen Perkeretaapian agar bisa menutup perlintasan liar atau cikal bakal perlintasan.
    
Sapto menjelaskan Program Quick Wins ini ada tiga tahapan dan setiap tahunnya jumlah perlintasan liar atau cikal bakal perlintasan wajib ditutup karena dapat membahayakan para pengendara.
  
Dengan adanya penutupan perlintasan ilegal atau liar ini dapat mengurangi jumlah angka kecelakaan yang dapat memimbulkan korban hingga meninggal dunia.
   
Untuk informasi Quick Wins pada tahun 2017 atau tahap pertama berhasil menutup 28 perlintasan tidak resmi atau ilegal di Divre IV Tanjungkarang.


Jalan Layang

 Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengimbau agar Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota untuk membangun jalan layang dan under pass pada perlintasan sebidang kereta api.

 Menurut dia, ketika berkunjung ke Kabupaten Waykanan, Lampung pekan lalu, mengatakan yang membangun untuk perlintas sebidang itu wewenang Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota.

 Pembangunan jalan layang dan under pass di perlintasan sebidang ini untuk mengurangi angka kecelakaan roda empat dan dua yang sering melintas di pelintasan kereta api.

 Sebagaimana di ketahui bahwa perpotongan antara jalur kereta api dan jalan sesuai UU Perkeretaapian idealnya dibuat tidak sebidang. Perlintasan sebidang memungkinkan ada,  jika hanya area tersebut merupakan jalur dengan frekuensi perjalanan KA rendah dan arus lalu lintas jalan rayanya pun tidak padat.

Pembangunan prasarana perkeretaapian merupakan wewenang dari penyelenggara prasarana perkeretaapian dalam hal ini pemerintah Pusat, Provinsi atau Kabupaten dan Kota.

 Sesuai dengan UU No 23 Tahun 2007 Pasal 94 menyebutkan bahwa untuk keselamatan perjalanan kereta api dan pemakai jalan, perlintasan sebidang yang tidak mempunyai izin harus ditutup. Penutupan perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud dilakukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

    
Aturan serupa juga ada di PP No 56 tahun 2009 yang menyebutkan bahwa pemerintah bertanggungjawab atas pelintasan sebidang. Pasal 79 menyebutkan bahwa menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai kewenangannya melakukan evaluasi secara berkala terhadap perpotongan sebidang. Jikalau berdasarkan hasil evaluasi ada perpotongan yang seyogianya harus ditutup, maka pemerintah sebagaimana disebut di atas dapat menutupnya.

Kini, tinggal bagaimana respons pemerintah provinsi, kabupaten dan kota untuk menganggarkan atau mencari solusi guna mengatasi persoalan di perlintasan sebidang seperti membuat palang pintu, "under pass" atau pun jalan layang, demi kenyamanan dan keselamatan warga yang melintas baik pejalan kaki maupun menggunakan kendaraan.