Dirjen Pajak : Ada.pembukuan, PMK tak diberlakukan

id PPH, Pajak Penghasilan, Dirjen Pajak

Dirjen Pajak : Ada.pembukuan, PMK tak diberlakukan

Antrean warga saat menyerahkan SPT tahunan di Kantor Pajak Pratama Kedaton) (FOTO ANTARA Lampung/samino Nugroho)

DIRJEN PAJAK TEGASKAN PMK-15 TIDAK BERLAKU JIKA ADA Jakarta (Antaranews Lampung) - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangaan Robert Pakpahan menegaskan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2018 tentang Cara Lain Menghitung Peredaran Bruto tidak berlaku jika wajib pajak yang diperiksa memiliki bukti pembukuan atau pencatatan.


"Kalau wajib pajak (WP) memiliki pembukuan saat diperiksa, metode ini tidak dipakai. Kalau punya dan diberikan pencatatan, metode ini tidak berlaku," ujar Robert saat diskusi dengan awak media di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Senin.


Dalam Pasal 1 PMK-15 tersebut disebutkan bahwa WP yang wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, atau dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan yang pada saat dilakukan pemeriksaan diketahui bahwa WP tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau pembukuan.


Selain itu, WP tidak atau tidak sepenuhnya memperlihatkan dan/ atau meminjamkan pencatatan atau pembukuan atau bukti pendukungnya sehingga mengakibatkan peredaran bruto yang sebenarnya tidak diketahui, peredaran bruto WP yang bersangkutan dihitung dengan cara lain.


Adapun cara lain untuk menghitung peredaran bruto WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 meliputi metode transaksi tunai dan nontunai, sumber dan penggunaan dana, satuan dan/atau volume, penghitungan biaya hidup, pertambahan kekayaan bersih, berdasarkan surat pemberitahuan pemeriksaan tahun pajak sebelumnya, proyeksi nilai ekonomi, dan penghitungan rasio.


"Kalau tidak melakukan pembukuan dan pencatatan, baru dipakai metode ini, atau dia bikin pencatatan tapi tidak dikasih waktu diperiksa, dipakai metode ini," ujar Robert.


PMK-15 pada intinya membolehkan Ditjen Pajak menggunakan cara lain untuk menghitung besarnya peredaran bruto WP apabila dalam pemeriksaan WP tidak kooperatif sehingga pemeriksa tidak dapat mengetahui peredaran bruto WP.


"PMK ini adalah yang mengatur pengecualian. Selama ini dalam pemeriksaan, jika pembukuan atau pencatatan tidak dikasih, pemerintah akhirnya menghitung dengan cara lain sehingga akhirnya menimbulkan sengketa misalnya ini metodenya bagaimana dan sebagainya. Ini untuk memberikan kepastian hukum dan panduan yang jelas bagi WP dan DJP," kata Robert.


Berdasarkan data Ditjen Pajak, dari 18 juta WP yang wajib melaporkan surat pemberitahuan (SPT), hanya 0,1 persen yang dilakukan pemeriksaan oleh Ditjen Pajak. Sementara itu, sisanya tidak diperiksa mengingat Indonesia menganut sistem pemeriksaan sendiri oleh WP atau "self assessment".


"Kami perlu ingatkan lagi, sistem perpajakan di Indonesia menganut 'self assessment'. Jadi, WP menghitung sendiri, melaporkan sendiri, dan menyetorkan sendiri. Jadi, sebagian besar malah kami tidak meliihat sama sekali. Hanya 0,1 persen yang diperiksa, jadi 99,9 persen itu kami tidak pernah lihat dia punya buku atau catatan atau tidak," ujar Robert.