AS dan Korsel kembali gelar latihan militer

id Korea Selatan, Latihan Militer AS dan Korsel, Korea Utara, nuklir

AS dan Korsel kembali gelar latihan militer

Tentara AS dan Korsel ambil bagian dalam latihan perang kedua negara itu pada tahun lalu. (theaustralian.com.au)

Seoul/Washington (Antara/Reuters) - Korea Selatan pada Senin menyatakan merencanakan pelatihan militer tambahan bersama Amerika Serikat sebagai tanggapan atas uji terbesar nuklir Korea Utara sehari sebelumnya.


Sementara itu, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa juga dijadwalkan menggelar sidang pada Senin untuk membahas sanksi baru bagi Pyongyang.


Angkatan udara dan darat Korea Selatan menggelar pelatihan melibatkan penembakan peluru kendali pada Senin. Pelatihan tambahan tengah disiapkan bersama pasukan Amerika Serikat, kata kantor kepala staf gabungan dalam pernyataan tertulis.


Di sisi lain pada hari sama, kementerian lingkungan hidup Korea Selatan dikabarkan akan mengeluarkan izin layak lingkungan bagi penempatan pertahanan peluru kendali Amerika Serikat (THAAD), yang memicu persoalan.


Korea Utara mengaku menguji bom nuklir, yang bisa menjadi hulu ledak rudal antar-benua. Amerika Serikat langsung merespon dengan mengancam akan melakukan balasan militer "besar" jika merasa terancam.


"Kami tidak ingin meluluhlantakkan semua bagian negara Korea Utara. Namun sebagaimana saya katakan, kami punya banyak pilihan untuk melakukan hal itu," kata Menteri Pertahanan Amerika Serikat Jim Mattis usai bertemu dengan Presiden Donald Trump.


Trump sendiri sebelumnya sempat berjanji akan menghentikan pengembangan persenjataan nuklir dari Korea Utara. Dia mengancam akan menyerang negara itu jika wilayah Amerika Serikat terancam.


Sementara itu, tanggapan masyarakat internasional diperkirakan akan fokus soal sanksi ekonomi yang lebih besar bagi Pyongyang.


Diplomat mengatakan bahwa Dewan Keamanan tengah mempertimbangkan larangan ekspor bagi produk tekstil Korea Utara dan juga maskapai dari negara tersebut. Selain itu juga memberlakukan embargo minyak, melarang warga Korea Utara bekerja di luar negeri, dan membekukan aset sejumlah pejabat.


Di sisi lain, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe juga mengaku berupaya mempengaruhi Dewan Keamanan agar menjatuhkan sanksi yang lebih keras.


"Kedua kepala negara itu sepakat bahwa harus ada sanksi dan tekanan yang sangat keras bagi Korea Utara," kata juru bicara istana kepresidenan Blue House, Park Su-hyun kepada awak media.


Tujuan sanksi keras itu adalah memaksa Korea Utara maju ke meja perundingan, kata dia.


Sementara itu Korea Utara, yang menggelar masih mengembangkan persenjataan nuklir dan rudal meski jelas melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB, mengatakan bahwa uji coba bom hidrogen pada Minggu telah berjalan dengan "sukses sempurna."

Percobaan itu kemudian menimbulkan gempa yang 10 kali lebih kuat dibanding uji coba yang sama dari Korea Utara satu tahun lalu.


China, yang selama ini merupakan sekutu terbesar Pyongyang, mengecam keras uji coba nuklir itu dan mendesak Korea Utara untuk menghentikan semua tindakan "salah" mereka.


Pada Juli, Pyongyang menguji peluru kendali berdaya jangkau antarbenua, yang bisa terbang sejauh 10.000 km, sehingga diperkirakan bisa menyasar banyak daratan Amerika Serikat.

Antara/Reuters